MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Siswa SMKN 1 Kepanjen bersama masyarakat melakukan doa bersama di depan pintu (gate) 13 Stadion Kanjuruhan, kemarin. Mereka menaburkan bunga di depan pintu yang menjadi saksi kelam peristiwa tewasnya 131 Aremania, Sabtu (1/10) tersebut. Saat doa bersama, mereka tak kuasa menahan air mata.
Kesedihan mendalam itu memang masih terlihat, karena ada beberapa siswa SMKN 1 Kepanjen yang selamat, ikut bergabung dalam doa bersama ini. “Kami mendoakan semua korban tragedi Kanjuruhan ini,” kata Dirham, salah satu siswa SMKN 1 Kepanjen. Ia mengaku, ada adik kelasnya yang menjadi korban tewas di hari itu.
Menurut Dirham, awalnya doa bersama akan digelar pukul 13.30. Namun diundur dan dilakukan usai rombongan Presiden Joko Widodo pulang dari tempat tersebut. Sementara itu, Galuh Yanu, siswa kelas 11 SMKN 1 Kepanjen yang selamat dari maut, ikut datang dan berdoa di tempat itu. Cukup khusyuk karena selamat dari maut.
Meskipun malam itu, dia sempat pingsan dan tubuhnya terinjak lantaran jatuh, namun nyawanya masih terselamatkan. Dia menceritakan, dia dan beberapa teman – temannya, menonton Arema FC melawan Persebaya di tribun 13, hingga pertandingan usai. Ia mengaku suasana saat itu, juga masih kondusif. Seakan tidak terjadi apa – apa.
“Setelah pertandingan selesai, para penonton di tribun 13 masih banyak yang duduk karena posisi pintu masih tertutup,” katanya. Dia pun melihat ada penonton yang turun dari tribun menuju lapangan, selanjutnya terjadi kerusuhan. “Hingga akhirnya ada gas air mata yang ditembakkan ke tribun. Kami panik, dan langsung semburat,” ungkap dia.
Galuh mengatakan, usai gas air mata ditembakkan, hanya selang beberapa detik kemudian, dadanya merasa sesak dan mata pedih. “Semua orang yang duduk di tribun 13, langsung berdiri dan berlari menuju pintu keluar,” ujarnya. Tapi pintu masih belum terbuka. Hingga akhirnya mereka berdesak – desakan menghindari gas air mata ini.
“Saat berdesakan ini, saya pingsan. Saya tidak tahu siapa yang menolong. Yang pasti, saat saya bangun, sudah berada di tribun lagi. Mata masih perih, tenggorokan juga kering. Saya masih sempat lihat, kondisi stadion masih banyak orang yang panik. Saya berusaha keluar dari pintu yang akhirnya sudah dibuka,” ungkap dia.
Galuh dan Dirham mengaku sangat menyesalkan peristiwa tersebut. “Kenapa kami di tribun 13 yang tak melakukan apa-apa menjadi sasaran. Dari kami tidak ada yang turun ke lapangan, setelah peluit berakhir. Tapi kenapa gas air mata ditembakkan ke kami,” paparnya. Galuh meminta tragedi Kanjuruhan diusut tuntas.
Mereka ingin ada keadilan. “Yang bersalah harus diberi hukuman yang seadil-adilnya. Semoga kasus ini menjadi momen untuk memperbaiki sepak bola di Indonesia. Ini yang terakhir dan tidak ada lagi nyawa yang melayang karena sepak bola. Harus belajar dari pengalaman,” tegas dia. (ira/mar)