MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Pakar Pendidikan dan Kejuruan Universitas Negeri Malang (UM), Prof. Dr. Syamsul Hadi , M.Pd., M.Ed. menyoroti pemerintah yang terus mendorong penguatan pendidikan kejuruan secara kuantitas dan kualitas.
Menurutnya, sejak 2016, proporsi antara SMA dan SMK mengalami perubahan signifikan. Rasio yang semula 67 persen SMA berbanding 33 persen SMK, kini menjadi 50,6 persen SMA dan 49,4 persen SMK.
“Peningkatan jumlah SMK belum sejalan dengan mutu lulusan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sejak 2015 hingga 2024, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lulusan SMK mencapai rata-rata 11 persen, lebih tinggi dibandingkan lulusan SMA yang hanya 8,57 persen,” ujarnya, Rabu (23/4).
Tak hanya itu, lulusan SMK juga menghadapi tantangan karir jangka panjang. Penelitian di Jerman, Swiss, dan Denmark menunjukkan bahwa lulusan pendidikan kejuruan memang unggul dalam usia produktif awal. Namun, pada usia 50-an, tingkat pekerjaan dan penghasilan lulusan pendidikan umum justru melampaui lulusan vokasi.
Menjawab tantangan tersebut, Prof. Syamsul Hadi menyampaikan, konsep pendidikan vokasionalisme-liberal menjadi solusi baru yakni, gagasan yang dikembangkan oleh Christopher Winch dari King’s College London ini menggabungkan kecakapan teknis (vokasional) dengan pendidikan liberal untuk menumbuhkan kecakapan akademik dan kecakapan hidup.
“Tenaga kerja masa depan tidak hanya perlu siap kerja, tapi juga siap berkembang,” imbuhnya.
Ia juga menjelaskan, bahwa UNESCO turut andil dan merekomendasikan pendidikan kejuruan yang menekankan pengembangan kecakapan hidup, ekonomi berkelanjutan, dan masyarakat yang inklusif. Konsep tersebut menuntut kurikulum terintegrasi yang holistik, adaptif, dan kontekstual.
Namun menurutnya, perubahan kurikulum saja tidak cukup. Perlu dukungan sistem tata kelola yang memberdayakan, dengan pendekatan desentralisasi dan peningkatan berkelanjutan. Selain itu, dibutuhkan model kepemimpinan yang transformatif di tingkat kebijakan, serta kepemimpinan pembelajaran-transformasional di tingkat sekolah.
“Dengan kombinasi kurikulum integratif, sistem yang adaptif, dan kepemimpinan yang visioner, pendidikan kejuruan di Indonesia diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya siap kerja, tapi juga tahan banting menghadapi perubahan zaman,” pungkasnya. (hud/udi)
-Advertisement-.