MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU- Sementara itu dari pihak toko modern, yani Regional Corcom Manager Alfamart, M. Faruq Asrori belum memberikan jawaban saat dikonfirmasi oleh Malang Posco Media terkait adanya polemik tersebut.
Dari sisi administrasi yakni perizinan diduga Alfamart yang berada di Desa Giripurno belum mengantongi izin yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Batu. Bahkan berhembus isu jika pihak dinas mempersilahkan manajemen minimarket itu beroperasi sembari menunggu terbitnya persetujuan bangunan gedung (PBG). “Tidak benar. Bahkan (sebelumnya, red) Kepala DPMPTSP Kota Batu sewaktu masih dijabat Pak Muji Leksono diarahkan untuk memenuhi syarat perizinan sebelum beroperasi,” ungkap Kabid Perizinan DPMPTSP Kota Batu, Tauchid Bhaswara.
Ia menerangkan bahwa arahan itu disampaikan saat melakukan audiensi dengan pihak Alfamart. Bahkan DPMPTSP dan Diskumdag melakukan survei ke lokasi sebagaimana ketentuan yang ditegaskan dalam Perda nomor 2 tahun 2019 tentang perlindungan, pembinaan dan penataan pasar rakyat, pusat perbelanjaan dan toko swalayan. Regulasi tersebut mengatur syarat pendirian dan penataan toko modern guna melindungi keberlangsungan pasar rakyat.
“Ada empat titik lokasi yang diajukan oleh pihak Alfamart, akhirnya Diskumdag menyetujui satu titik di Desa Giripurno. Pihak dinas perizinan juga menekankan memperhatikan aspek sosial masyarakat agar tak menimbulkan kegaduhan. Itu poin penting agar mendapat persetujuan masyarakat dan pemdes. Sebelum berlanjut ke legal formal perizinan,” katanya.
Menurutnya perhatian terhadap aspek sosial masyarakat sangat penting agar tidak terjadi masalah kemudian hari. Meskipun saat ini proses mengurus perizinan diberikan kemudahan melalui online single submission (OSS) penyelenggaraan berusaha berbasis risiko. Sehingga PBG harus dikantongi terlebih dulu baru bisa beroperasi karena dalam penataan retail modern perlu ada penyelesaian secara komprehensif.
“Kalau dari laporan mereka untuk modal yang ditanamkan sebesar Rp 500 juta, di bawah Rp 1 miliar atau masuk skala mikro dengan tingkat risiko rendah. Sebetulnya tidak apa-apa tanpa ada PBG itu mengacu pada PP nomor 5 tahun 2021 dan PP nomor 6 tahun 2021. Cuma kami tidak mau seperti itu karena harus mempertimbangkan kearifan lokal masyarakat,” pungkasnya. (eri)