MALANG POSCO MEDIA – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN menyatakan tindakan ghosting atau memutuskan komunikasi dalam sebuah hubungan tanpa penjelasan, hingga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi penyebab perceraian.
“Ada salah satu pihak yang ditinggal pergi atau ghosting sebesar 8,4 persen, juga kasus KDRT, tetapi ini angkanya kecil karena yang dilaporkan sekian persen saja, sedangkan kasus sebenarnya jauh lebih besar dari 1,3 persen,” kata Direktur Bina Ketahanan Remaja Kemendukbangga/BKKBN Edi Setiawan dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2024 kasus perceraian di Indonesia tercatat sebesar 408.347. Angka tersebut sudah mengalami penurunan dari 467 ribu kasus di tahun 2023 dan 516 ribu kasus di tahun 2022.
Edi memaparkan, kasus perceraian di Indonesia mayoritas disebabkan oleh pertengkaran dan perselisihan dalam rumah tangga.
“Ini fakta yang kita dapat dari Kementerian Agama, ternyata kasus cerai itu disebabkan karena sebagian besar pertengkaran dan perselisihan dalam keluarga sebesar 61,7 persen, memang ada masalah ekonomi seperempat atau 20 persen-nya,” ujar dia.
Edi juga menegaskan pentingnya calon pengantin mengenal kepribadian satu sama lain sebelum menikah untuk mencegah terjadinya perceraian.
“Ada yang mabuk-mabukan, bahaya juga nih, artinya dia (istri) belum kenal dengan suaminya, suami mabuk-mabukan tapi sudah telanjur menikah, karena itu kenali dulu pasangan kalian. Menikah itu bukan soal tinggal bersama, melainkan soal hidup bersama, bagaimana kita melakukan adaptasi dan penyesuaian dengan pasangan kita,” ucapnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Kemendukbangga/BKKBN Nopian Andusti menyebutkan pentingnya persiapan pernikahan untuk menurunkan angka perceraian di Indonesia.
“Persiapan pernikahan sangat penting untuk menurunkan angka perceraian di Indonesia karena pernikahan merupakan fase penting dalam kehidupan yang membutuhkan banyak kesiapan, baik dari segi kesehatan fisik, mental, finansial, spiritual, maupun keterampilan dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan sakinah,” katanya saat mewakili Mendukbangga Wihaji.
Menurutnya, peran orang tua, khususnya ayah, tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi atau domestik, tetapi juga mencakup pengasuhan anak, dukungan emosional, dan pengambilan keputusan bersama.
“Kecenderungan sebagian besar para suami hanya berperan sebagai pencari nafkah, tetapi kurang dalam kesempatan untuk memiliki tanggung jawab pada partisipasi pengasuhan anak dan berbagi peran untuk membangun rumah tangga yang harmonis secara seimbang,” tuturnya.
Ada 10 dimensi kesiapan berkeluarga menurut Kemendukbangga/BKKBN, yakni kesiapan usia sesuai batas ideal menikah, yang menurut Kemendukbangga/ BKKBN adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki; kesiapan finansial; kesiapan emosi; kesiapan sosial, dan kesiapan moral.
Kemudian, kesiapan mental; kesiapan interpersonal; kesiapan fisik; kesiapan intelektual; dan keterampilan hidup .
Kemendukbangga/BKKBN juga memiliki aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil (Elsimil) yang di dalamnya terdapat edukasi kesiapan menikah serta skrining kesehatan dan pendampingan bagi calon pengantin, guna memastikan calon pengantin yang menikah sehat, sehingga bayi yang dilahirkan juga akan sehat.(ntr/nug)