MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Para wali murid di SDN Sawojajar 5 Malang, dibuat resah dengan adanya dugaan tindakan pungutan liar (pungli). Salah satu wali murid, NN, menyampaikan salah satu bentuknya adalah siswa diminta untuk membeli jilbab seragam dengan bertuliskan nama SDN Sawojajar 5.
Siswi yang tidak menggunakan hijab SDN Sawojajar 5 beberapa waktu lalu dihukum tidak boleh mengikuti pelajaran hingga beberapa jam. Pembelian jilbab ini pun akhirnya diprotes oleh para wali murid karena unsurnya sangat memaksa.
“Orang tua ini tidak tahu mulai kapan, tidak ada pemberitahuan. Yang diketahui orang tua tiba- tiba adanya hukuman tidak memakai jilbab. Hukuman itu terjadi Kamis 31 Oktober lalu. Menurut keterangan anak-anak yang tinggal di tempat, ada lebih dari 25 anak (yang dihukum). Satu per satu anak ditanya, mau beli tidak, kalau mau, baru boleh masuk kelas,” ungkap NN kepada Malang Posco Media, Selasa (5/11) kemarin.
Adanya hukuman itu diprotes karena akhirnya membuat siswi-siswi yang dihukum tidak bisa mendapatkan hak belajarnya. Selain itu, dampak psikologis anak mengalami takut dan trauma akibat tekanan dari sekolah untuk membeli jilbab tersebut. Belum lagi masalah harga jilbab, yang disebutnya dibanderol dengan harga Rp 40 ribu.
“Padahal anak anak ini sudah pakai jilbab, tapi memang tidak ada tulisan nama sekolah. Seharusnya kan ya tidak masalah. Nah ini diminta untuk beli dengan harga Rp 40 ribu, padahal kalau di luar itu bisa Rp 15 ribu atau katakanlah Rp 20 ribuan,” tambahnya.
Selain masalah pembelian jilbab, lanjut NN, juga ada dugaan pungutan untuk penulisan identitas di ijazah. Untuk penulisan ijazah dengan tulisan tangan biasa itu, dikenai biaya Rp 35 ribu. Belum lagi adanya cawe-cawe pihak sekolah terhadap rencana pelaksanaan wisuda
“Wisuda itu kan semestinya ranahnya wali murid. Sudah dibuat panitia, sudah ada keputusan, berubah lagi. Diadakan lagi voting dengan lebih murah kemudian wali murid sudah mau, digagalkan lagi. Ada apa di balik itu,” sebut dia.
Selain dugaan pungli itu, NN juga membeberkan, di SDN Sawojajar 5 banyak iuran-iuran sukarela yang sifatnya memaksa. Meski namanya iuran sukarela, nyatanya selalu ditagih. NN menilai sinyal permintaan itu datang dari pihak sekolah, walaupun pada kenyataannya permintaan itu dilakukan oleh paguyuban orang tua.
“Bahkan ada dugaan seperti yang kelas enam, orang tua itu diharapkan bisa memberi cindera mata ke sekolah. Mintanya seperti gazebo, kulkas, atau AC. Istilahnya dibuat sesuai arahan dari sekolah, dan paguyuban menuruti,” terangnya.
Satu lagi persoalan lain yang membuat resah wali murid adalah memaksakan siswa untuk mengikuti ekstrakurikuler. Siswa siswi yang tidak ikut ekskul mengaji itu dibiarkan dan tidak diperbolehkan pulang.
“Ekskul mengaji itu orang tua tidak menolak. Wong dingajikan, ya baik. Cuma masalahnya, anak anak ini sudah punya kegiatan ngaji di rumah. Kalau di ekskul mengaji, itu ganti-ganti bukunya. Awalnya pakai metode Qurana, setelah itu ganti lagi pakai metode Umi. Akhirnya bukunya juga ganti-ganti lagi,” keluhnya.
Oleh karena telah resah dengan sejumlah hal tersebut, NN pun melaporkannya kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang. Kepala SDN Sawojajar 5 Malang Siti Romlah tidak berkenan dikonfirmasi dan mengarahkan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang Suwarjana menyampaikan pihaknya telah menerima laporan tersebut dan segera menindaklanjutinya. Sejumlah wali murid juga telah menyampaikan secara langsung padanya.
Terkait jilbab, ia menegaskan tidak boleh mewajibkan siswa untuk membeli di sekolah. Begitu juga soal penulisan ijazah, hal itu tidak diperbolehkan karena guru sudah digaji oleh negara. Sementara untuk pelaksanaan wisuda diserahkan sepenuhnya kepada paguyuban dan wali murid, lalu sekolah tidak boleh ikut cawe cawe.
“Kalau tetap begitu, pasti ada tindakan dari kami kepada sekolah. Pasti ada sanksi,” tutupnya. (ian/aim)