MALANG POSCO MEDIA – Siapa yang harus bertanggungjawab bila kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan terjadi? Jawaban umum pasti orang tua, keluarga, dan pihak terdekat dengan korban. Kalau pelakunya yang melakukan dengan keji kekerasan pada korban, jelas harus diproses hukum.
Namun jawaban di atas menjadi sangat bias. Sebab tidak ada tindakan terstruktur yang harus dipertanggungjawabkan pihak keluarga dan orang terdekat, bila kekerasan terhadap anak terjadi pada mereka. Nasib si anak tetap menjadi korban. Dan anak akan terus mengalami traumatik berkepanjangan yang dampaknya ke depan sangat tidak baik bagi perkembangan mentalnya.
Kasus disekapnya bocah laki-laki berusia 7 tahun oleh keluarganya sendiri menjadi tamparan paling keras ke semua pihak. Apalagi pelakunya adalah orang orang yang harusnya menyayangi hidup dan kehidupan sang anak. Ayah kandungnya sendiri, ibu tirinya, kakak tirinya, paman tirinya, serta nenek tirinya.
Kasus ini tak hanya menampar instansi pemerintah paling bawah, mulai dari RT, RW, Kasun, Kades/Lurah, Kepala Dinas, tapi juga Walikotanya. Tak hanya itu, kasus ini juga menjadi tamparan keras para wakil rakyat, terutama yang mewakili dapilnya, dimana tempat kejadian perkara kekerasan pada anak ini terjadi.
Kasus ini juga menjadi tamparan keras bagi dunia akademisi di Malang Raya. Apalagi Kota Malang dikenal gudangnya puluhan kampus dengan jutaan mahasiswa yang mengenyam pendidikan di Bumi Arema ini. Kalangan akademisi juga harus menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
Mencuatnya kasus ini tak hanya menyentak dan membuat hati miris teriris-iris pedih. Betapa tidak, dalam lingkung suatu wilayah terkecil, sebuah desa/ kelurahan, bisa terjadi kasus kekerasan yang berlangsung berbulan-bulan tanpa diketahui oleh lingkungan dan perangkat wilayah setempat. Pertanyaannya, sedemikian parah kah dampak perkembangan zaman dan teknologi sehingga kepekaan terhadap lingkungan sekitar seketika sirna? Bagaimana pola mitigasi kasus kekerasan di satu wilayah dilakukan? Sementara di setiap musyawarah rencana pembangunan juga sering ditekankan agar kasus kekerasan terhadap anak tidak terjadi. Menjadikan wilayah atau lingkungan ramah anak.
Kalau ada siswa yang menyeberangi sungai dengan , PJ walikota langsung turun ke lokasi. Idealnya ketika muncul kasus kekerasan anak terjadi, PJ walikota bersama stakeholder terkait langsung turun dan memberikan penanganan cepat. Karena yang harus diselamatkan adalah masa depan dan kehidupan korban yang usianya masih anak-anak.
Kasus ini harus menjadi pelajaran semua stake holder. Semua harus duduk bersama dan merumuskan mitigasi agar kasus kekerasan tidak terulang kembali. Setidaknya bila muncul tanda-tanda akan adanya tindak kekerasan, baik terhadap anak maupun perempuan di lingkungan keluarga, semua bisa dicegah lebih dini.
Semoga kasus kekerasan yang terjadi di wilayah Kedungkandang ini menjadi yang terakhir. Stop kekerasan pada anak. Karena anak adalah harta berharga.(*)