spot_img
Thursday, December 7, 2023
spot_img
- Advertisement -spot_img

EDITORIAL; Jangan Remehkan Kelalaian

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Tak pernah ada yang tahu kapan datangnya musibah. Tewasnya seorang gadis remaja peserta karnaval di Dusun Kedungboto Desa Kedungrejo Kecamatan Pakis, Minggu (25/9) malam menjadi pelajaran berharga bagi semua masyarakat.

Faktor human error atau faktor kelalaian menjadi penyebab utama meluncurnya mobil pikap hingga menabrak peserta karnaval. Polisi harus mengusut tuntas apakah sopir pikap yang sudah ditetapkan tersangka itu dalam kondisi normal alias sehat atau tidak.

Bila ditemukan ada unsur bahwa sopir pikap hilang kendali karena faktor minuman beralkohol maka faktor ini yang harus diwaspadai. Ini jelas kesalahan fatal bagi sang sopir bila mengemudi dalam kondisi mabuk. Apalagi dalam pemeriksaan polisi terhadap kendaraan pikap, tidak ditemukan tanda-tanda pengeremen sama sekali. Padahal rem mobil dalam kondisi baik.

- Advertisement -

Apapun jenis kegiatannya, bila beberapa oknum sudah tercampuri alkohol maka pasti rawan terjadinya persoalan. Entah rawan tawuran, rawan kecelakaan dan rawan terjadinya tindak kejahatan lainnya. Maka ini harus menjadi atensi semua pihak. Termasuk pihak penyelenggara dan pemerintahan desa.

Bila dalam penyelenggaraan kegiatan, larangan keras mengkonsumsi alkohol dan sejenisnya wajib ditegakkan. Karena dari sini potensi persoalan bakal muncul sudah bisa diendus. Bila aturan tegas ini ditegakkan kepada semua, baik panitia dan peserta karnaval, maka hal-hal yang tidak diinginkan bisa diminimalisir dari awal.

Selain itu, kegiatan malam hari, pun patut menjadi pertimbangan pihak penyelenggara, aparat pemerintahan desa dan kepolisian. Selain karena malam hari cuaca gelap, pengawasan terhadap kegiatan juga lebih sulit. Baik itu panitia maupun aparat kepolisian.

Kalau tidak ada musibah, mungkin semua akan aman. Tapi kalau ada musibah, seperti yang terjadi di Kedungboto, siapa yang kemudian harus bertanggungjawab selain sopir pikap? Apalagi korbannya tujuh orang dalam kondisi patah tulang dan satu meninggal dunia.

Akibat kelalaian bisa diganjar dengan hukuman. Si pelaku mau tidak mau, karena sudah melanggar, harus tunduk pada hukum. Namun korban yang sudah meninggal dunia, siapa yang bisa mengembalikan kepada orang tuanya? Termasuk para korban lain yang mengalami patah tulang. Ya kalau tidak cacat akibat kecelakaan itu, kalau kemudian cacat permanen siapa yang tanggungjawab atas hidupnya?

Larangan memang sifatnya membatasi. Tapi pembatasan itu juga untuk melindungi dan memberi rasa aman dan nyaman bagi masyarakat yang lain. Namun kadang, masyarakat sudah terlanjur asyik dengan yang namanya hiburan. Kalau sudah karnaval, baik itu siang hari maupun malam hari, lupa bahwa kegiatan massal risikonya rawan. Semua baru tersadar ketika ada korban yang tak akan pernah kembali lagi.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
Pasang Iklan/Order Liputan