Malang Posco Media – PERBINCANGAN hangat dan menarik tentang lebaran adalah mengenai mudik. Hingga hari ini istilah mudik tetap bertahan dengan sifat khususnya yang senantiasa memproduksi kontroversi tiada habisnya. Mudik adalah tujuan. Sarat dengan tradisi turun menurun dan dilakukan masyarakat Indonesia.
Mudik adalah tradisi masyarakat Indonesia menjelang lebaran. Tradisi ini berupa aktivitas pulang kampung para perantau atau pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya.
Secara bahasa, terdapat beberapa versi yang mengartikan kata mudik. Misal, Kemendikbud (2018) menuliskan bahwa mudik berasal dari bahasa Jawa ngoko, yakni “mulih dilik“, artinya pulang sebentar. Namun, ada juga yang mengatakan mudik berasal dari kata “udik”, yaitu kembali ke asal.
Tahun 2022 adalah tahun sejarah umumnya masyarakat Indonesia bisa kembali melakukan perjalanan pulang atau mudik setelah puasa mudik selama dua tahun akibat pandemic Covid-19.
Mudik disematkan bagi individu yang memilih dan memutuskan untuk keluar dari ruang yang selama ini digunakan dalam aktivitas sosial ekonominya. Kata ruang memiliki pengertian sebagai tempat tinggal, kampung, bahkan rumah.
Sesungguhnya, keluar dari ruang itu adalah untuk berpindah ke ruang lainnya. Pergeseran ruang dilatarbelakangi oleh banyak faktor dan alasan. Namun, alasan ekonomi yang sangat kuat dan mempengaruhi keputusan setiap individu.
Mutasi ruang yang diputuskan adalah tujuan. Keberhasilan ruang yang dipilih menjadi cerita kehidupan bagi mereka yang berani keluar dari rumah atau kampung halamannya.
Rumah dan kampung halaman adalah magnet kehidupan bagi mereka. Berpuluh bahkan ratusan kilometer jarak kepergian, mereka akan kembali ke rumahnya. Pergi untuk kembali dan datang ke rumah dan kampung halaman. Di sinilah, esensi mudik bisa dipahami.
Mudik adalah tujuan. Tidak hanya untuk pulang. Mudik juga membawa multiplier effect. Tidak hanya cerita dan oleh-oleh tetapi dengan segala kontroversi yang ditimbulkan. Kisah dan kontroversi Mudik, sudah banyak ditulis secara ilmiah. Bahkan dalam penulisan fiksi pun mulai dan telah banyak ditulis.
Berbagai laporan survey, tulisan ilmiah dan tulisan fiksi tersebut faktanya tak mampu menahan dan menghentikan kontroversi soal mudik hingga kini.
Novel Pulang yang ditulis Leila S Chudori meski bercerita tentang empat pemuda/i Indonesia yang pergi dan meniti karir di luar negeri, memiliki keinginan untuk pulang ke Indonesia. Novel itu menuturkan bahwa Indonesia adalah rumah dengan sejarah dan masa lalu yang tetap dirindukan dan harus dihargai.
“Tak ada tempat seindah rumah. Tak ada tempat seindah di sana.” Sebuah petikan lirik lagu band asal Bandung, For Revenge berjudul Pulang. Lirik lagu tersebut, secara umum menggambarkan seseorang ingin kembali ke rumahnya. Di mana ia selalu diterima dengan baik.
Tahun ini, animo masyarakat tinggi dan tak mampu dikendalikan untuk mudik setelah dua tahun dilarang mudik oleh negara. Statistik animo masyarakat ini mampu mengerakkan secara esktrem ekonomi daerah melalui perputaran uang yang besar di hampir seluruh daerah di Indonesia. Belum lagi, terjadinya peningkatan produktivitas sektor usaha yang tinggi dan melebihi periode sebelum lebaran.
Data Bank Indonesia (Mei, 2022) melaporkan bahwa penarikan uang tunai selama periode Ramadan dan Lebaran menembus angka Rp 180 triliun. Potensi perputaran uang ke daerah pada mudik Lebaran 2022 mencapai Rp 42 triliun. Perkiraan tersebut dihitung berdasarkan data jumlah pemudik Lebaran 2022. Angka yang dihitung merupakan angka yang moderat mengingat finansial mayoritas masyarakat masih belum pulih.
Sedangkan, data Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan (2022) memprediksi jumlah pemudik Lebaran 2022 dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mencapai 85,5 juta orang.
Jumlah pemudik terbanyak diperkirakan berasal dari Jawa Timur, yakni 14,6 juta orang. Angka itu setara dengan 17,1 persen dari total jumlah pemudik pada Lebaran tahun ini.
Jika rata-rata per keluarga membawa minimal Rp 1 juta saja maka uang yang mengalir ke daerah paling sedikit Rp 28 triliun. Jika membawa rata-rata Rp 1,5 juta per keluarga maka potensi perputaran di kisaran Rp 42 triliun.
Selama Mudik Lebaran 2022, Total Uang Kartal Beredar Sekira Rp 250 Triliun. Jumlah tersebut merupakan 25 persen dari uang tunai yang disiapkan Bank Indonesia untuk kebutuhan selama Idul Fitri tahun ini yang sebesar Rp 175,2 Triliun.
Uang tersebut, 58 persennya beredar di Pulau Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jabodetabek, dan Banten. Kemudian sisanya ke luar Pulau Jawa, seperti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Perputaran uang ini akan terjadi selama perjalanan mudik, baik dengan memakai kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Pada saat itu, pemudik akan menghabiskan uangnya di restoran, warung makan, tempat oleh-oleh khas daerah, pengisian bahan bakar minyak (BBM), membayar tarif tol, hingga tiket penyeberangan bagi yang mudik ke wilayah Sumatera.
Tak hanya itu, setelah pemudik sampai di kampung halamannya, perputaran uang juga akan terjadi di daerah tujuan mudik. Hal ini akan berdampak pada suburnya perekonomian tujuan wisata, pakaian, UMKM, kuliner, oleh-oleh khas daerah atau suvenir, hotel, hingga rental kendaraan.
Sektor industri transportasi seperti bus, travel, rental, kereta api, kapal laut, pesawat udara diperkirakan akan mengalami omset yang signifikan. Lonjakan ekonomi mudik mendorong belanja konsumsi masyarakat itu diprediksi memberikan kontribusi dalam memacu pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2022 yang diperkirakan dapat mencapai 7 persen sehingga akan berkontribusi pada target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2-22 sebesar 5-5,5 persen. (Bank Indonesia, 2022 dalam kompas.com, 9/5/22)
Arus Mudik Tahun 2022 hanya mencatatkan rekor berupa mobilitas masyarakat saat arus mudik dan balik tidak hanya padat di jalur darat, khususnya kendaraan pribadi roda empat dibanding roda dua.
PT Jasa Marga (Persero) Tbk mencatat 1,7 juta kendaraan keluar Jabodetabek sejak H-10 sampai H-1 Hari Raya Idulfitri 1443 Hijriah. Jumlah itu memecahkan rekor lalu lintas tertinggi sepanjang sejarah mudik. Jumlah kendaraan naik 9,5 persen dibanding saat masa mudik sebelum pandemi tahun 2019 lalu.
Bahkan tercatat, ada sekitar 170 Ribu kendaraan arus balik dalam sehari. Volume lalu lintas arus balik ke Jabodetabek dari arah timur Jawa tembus rekor mencapai 170.078 kendaraan pada H+4 Lebaran atau Sabtu (7/5). Jumlah tersebut melonjak 159 persen dari situasi normal pada 2021.
Ekonomi mudik yang mampu menjadi pemicu perputaran uang meningkat, tetap memberikan imbas negatif yang perlu dicermati oleh seluruh komponen ekonomi daerah selepas pemudik kembali ke kota agar ekonomi yang terlihat bergairah tidak sesaat yang akhirnya akan menghambat proses pemulihan ekonomi.(*)