MALANG POSCO MEDIA – Emas!! Emas identik dengan kebanggaan, kemewahan, dan prestasi tertinggi. Maka dalam setiap gelaran apapun, baik tingkat lokal, regional, nasional hingga internasional, sang juara akan selalu mendapatkan medali Emas, sepatu Emas, dan bentuk bentuk Emas yang lainnya mengikuti kejuaraannya.
Tingginya prestise mendapatkan Emas, maka untuk mencapainya pun tidak mudah. Tak hanya kerja keras fisik, pikiran dan perasaan. Tapi juga harus mengorbankan uang. Bukan hanya uang yang sudah dialokasikan oleh pemerintah dan para sponsor. Tapi uang pribadi ketua umum organisasi, lembaga, cabang olahraga (cabor), cabang organisasi olahraga masyarakat (COOM) atau istilah lainnya.
Bahkan uang pribadi para atlet atau penggiat olahraga sendiri. Uang transport ke tempat latihan, uang konsumsi, termasuk membeli air minum. Itu karena memang tak ada anggaran sepeserpun bagi para atlet dan penggiat olaharga saat berlatih. Padahal latihannya tidak hanya sehari, seminggu, atau sebulan. Tapi bisa berbulan-bulan, minimal dua bulan untuk event yang tergolong mepet pelaksanaan lombanya.
Bukan bermaksud mendewakan atau menomor satukan uang. Tapi uang memang sungguh penting, sekecil apapun event dan lombanya. Karena tanpa uang, kerja keras, pikiran dan perasaan yang sudah dipersembahkan para atlet, penggiat olahraga, pelatih dan pengurus menjadi kurang sempurna.
Kenapa uang menjadi sangat penting? Karena uang bisa melengkapi kebutuhan para atlet dalam berlatih demi mengejar target meraih medali emas. Dengan uang, meskipun hanya sedikit, setidaknya menjadi pengganti lelah bagi para pahlawan (atlet, penggiat olahraga, red).
Memang ada ungkapan, uang tidak selalu penting dan utama. Tapi untuk membeli sesuatu, yang paling ringan sekalipun air mineral sebagai pendukung atlet berlatih membutuhkan uang. Tak mungkin mengandalkan sumbangan atau donatur terus menerus. Tak mungkin juga para atlet, pelatih dan pengurus harus merogoh koceknya tiap hari untuk operasional latihan para atlet atau penggiat olahraga.
Mendapatkan Emas memang tidak mudah. Butuh pengorbanan yang luar biasa. Berkorban tenaga, pikiran, perasaan dan uang pribadi. Itu saja tak ada jaminan untuk bisa mempersembahkan Emas yang ditargetkan dan idam-idamkan. Sebab faktanya, yang sudah berkorban dengan uang sekalipun tidak mendapatkan Emas. Sedangkan yang berjuang keras tanpa uang bisa mendapatkan emas. Faktor keberuntungan juga kadang terjadi dalam setiap lomba.
Namun persoalan sesungguhnya dalam setiap lomba, apapun namanya, PORSENI, Kejurkot, Kejurkab, Kejurprov, PON, FORDA, FORNAS, SEA Games, ASEAN Games, termasuk PIALA DUNIA dan lainnya, esensi utamanya adalah sportivitas. Tidak hanya dalam gelaran lomba, tapi juga di luar perlombaan. Sportif dalam menyelenggarakan kejuaraan, sportif dalam mempersiapkan para atlet dalam perlombaan serta sportif menerima hasil perlombaan.
Yang seringkali terjadi adalah sikap tidak sportif karena ekspektasi terlalu tinggi. Maunya target Emas dan menjadi Juara Umum, tapi urusan persiapan para atlet tidak diperhatikan. Bahkan cenderung diabaikan dan masa bodoh. Dengan alasan tidak ada dana sama sekali, beban berat dikembalikan ke masing-masing organisasi, lembaga, cabor, serta COOM. Jangankan melihat latihan, memikirkan bagaimana para atlet berlatih saja tidak. Termasuk memberikan alokasi anggaran dana. Minimal buat membeli air mineral para atlet dan penggiat olahraga. Nol!
Tindakan masa bodoh terhadap masing-masing organisasi, cabor dan COOM yang akan berlaga dalam kejuaraan level apapun, baik kota, provinsi, nasional dan internasional itu yang bisa dibilang tindakan tidak sportif. Panitianya berkostum apik dan sempurna, sementara pelatih yang menyiapkan atletnya tidak mendapatkan fasilitas apapun. Jangankan honor, kostum pelatih saja tidak ada jatah. Padahal mereka yang mendampingi para atlet berlaga di lomba. Mereka yang mendapatkan beban berat, medali Emas. Kalau sudah begini, siapa yang tidak sportif? Kalau tidak mendapatkan Emas, siapa yang patut disalahkan? Haruskah kecewa kalau tidak mendapatkan Emas, sementara para atlet dan penggiat olahraga sudah bekerja keras?
Emas ternyata bukan segala-galanya. Namanya Emas pasti mahal. Tak ada ceritanya harga emas murah. Yang ada harga emas selalu naik. Begitu juga harga medali Emas. Untuk mendapatkan medali Emas pasti harus total. Bukan hanya bondo nekat. Nekat ikut lomba dengan persiapan seadanya. Latihan seadanya. Dan hasil akhirnya juga seadanya alias tidak mendapatkan prestasi apa apa. Ini juga tindakan tidak sportif.
Teringat pepatah dalam Bahasa Jawa ‘Jer Basuki Mawa Beya.’ Pepatah ini dijadikan semboyan atau motto oleh masyarakat Jawa, khususnya penduduk di Provinsi Jawa Timur. Jer Basuki Mawa Beya bermakna semua keberhasilan membutuhkan biaya. Jika dijabarkan satu per satu, Jer artinya memang. Basuki artinya selamat, berhasil, dan bahagia. Mawa artinya memakai, membutuhkan dan memerlukan. Beya artinya biaya dan dana.
Memang, biaya dan dana dalam pepatah itu tidak berfokus pada materi. Khususnya uang. Filosofi pepatah ini lebih berfokus pada perjuangan dan pengorbanan untuk meraih tujuan dan cita-cita. Biaya dan dana yang dimaksud di pepatah itu tak hanya berfokus pada uang, tapi kerja keras, pengorbanan, waktu, pikiran hingga perjuangan. Tanpa kerja keras dan pengorbanan, tidak akan bisa meraih kesuksesan.
Festival Olahraga Daerah (FORDA) 1 Jatim di Kota Malang tadi malam resmi ditutup Wali Kota Sutjiaji dengan gelaran wayang di lantai 7 Malang Creative Center. Kota Surabaya menjadi juara umum dengan merebut 31 medali emas, 19 perak, 16 perunggu dan total 66 medali. Juara umum kedua Kota Malang dengan 27 medali emas, 25 perak, 33 perunggu dan total 85 medali. Ketiga Kabupaten Sidoarjo dengan 14 medali emas, 24 perak, 11 perunggu dan total 49 medali.
Selamat kepada semua para atlet dan pengurus dari masing-masing COOM yang sudah mempersembahkan medali Emas, Perak dan Perunggu. Terima kasih atas kerja keras dan seluruh pengorbanannya. Termasuk bagi pengurus COOM yang sudah ikut berpartisipasi dan berkorban. Apapun hasilnya, kalian semua adalah para Pahlawan Sejati yang mengharumkan nama Kota Malang di level Jawa Timur.(*)