Didominasi Faktor Ekonomi, Perlu Edukasi Keluarga
MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Keretakan hubungan keluarga para pasutri di Kabupaten Malang masih menjadi persoalan serius. Bagaimana tidak, angka perceraian yang tercatat di Pengadilan Agama Kabupaten Malang masih tinggi. Dalam paruh pertama tahun 2022 ini, tak kurang 3.437 pasangan memilih berpisah.
Di tahun 2021 lalu, Pengadilan Agama Kabupaten Malang juga mendata perceraian menyentuh angka 6.429 kasus. Jumlah tersebut adalah yang dikabulkan permohonannya oleh pihak Pengadilan Agama. Bahkan, menurut informasi yang dihimpun, perceraian di Kabupaten Malang pernah beberapa kali menjadi yang tertinggi di Jawa Timur.
“Kalau sekarang sudah turun peringkat, tapi masih di lima besar,” ujar Humas Pengadilan Agama Kabupaten Malang, Abdul Rouf kepada Malang Posco Media, Senin (1/8).
Beberapa faktor yang selama ini disinyalir menjadi pemicu keretakan keluarga di antaranya adalah perselisihan dan ekonomi.
Namun, kata Rouf, tidak ada penjelasan mengapa jumlah perceraian sangat tinggi, terutama jika dibandingkan dengan daerah lain. Artinya, sejumlah faktor tersebut perlu dibuktikan.
Dikatakan Rouf, belum ada penelitian konkret tentang penyebab tingginya angka perceraian ini. Selama ini hanya ada asumsi dan hipotesis yang belum pernah diuji kebenarannya. “Untuk tahu sebab pastinya, harus dilakukan penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tapi sampai saat ini belum ada yang melakukan itu,” tegasnya.
Salah satu hipotesisnya adalah banyaknya jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kabupaten Malang mempengaruhi angka perceraian. Tetapi hipotesis ini bisa dipatahkan karena jumlah TKI di Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Blitar juga banyak, namun angka perceraiannya tinggi.
Menurut Rouf, jumlah penduduk yang tinggi juga tidak berpengaruh pada angka perceraian. Beberapa daerah yang memiliki jumlah penduduk kurang lebih sama dengan Kabupaten Malang, yaitu sekitar tiga juta jiwa, angka perceraiannya tercatat jauh lebih rendah. “Surabaya yang penduduknya lebih dari tujuh juta jiwa, angka perceraiannya hanya sekitar tujuh ribu,” sebutnya.
Kendati diketahui pasti penyebab tingginya angka perceraian ini, Rouf mengatakan perceraian bisa dicegah dengan edukasi pada masyarakat. Dirincikannya, edukasi yang pertama dibutuhkan adalah tujuan perkawinan. “Banyak pasangan yang belum paham betul tentang eksistensi dan tujuan perkawinan, sehingga begitu mudahnya memutuskan ikatan perkawinan,” terang Rouf.
Di sisi lain, edukasi tentang hak dan kewajiban suami istri menurutnya juga perlu diberikan. Rouf berujar, banyak orang yang hanya menuntut hak dan tidak bisa melaksanakan kewajiban.
“Maka tidak heran jika sebagian besar angka perceraian di PA Kabupaten Malang disebabkan oleh ekonomi. Selain itu, suami juga harus memahami bahwa ia berkewajiban untuk melindungi istri, sehingga jangan sampai ada kekerasan dan intimidasi di sana,” tutupnya.(tyo/nug)