spot_img
Friday, May 17, 2024
spot_img

Enam

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Cerpen Oleh Claudia Elizabeth

Aku seorang gadis yang duduk di bangku kuliah namaku Elea, aku mempunyai seorang adik, usia kami sangat jauh sekali. Oh ya aku suka sekali dengan keramaian, terutama keramaian di luaran sana. Keramaian itu membuatku menjadi teman yang seru buatku, namun ketika aku di rumah aku menjadi sedih. Aku juga tidak tahu alasannya, he he he. Aku juga suka isengin adikku, sampai bikin adikku nangis. Keisengan itu sudah ada sejak dari lahir, bisa dibilang aku anak yang paling jahil, he he he.

Pagi hari, aku seperti biasanya bangun pagi dan mandi untuk bersiap-siap memasuki kelas pertama. Oh ya, aku sudah memasuki semester 4 dalam perkuliahan ini, kata orang semester yang paling horor, hehehe. Ketika aku memasuki kelas, aku langsung berpelukan dan bilang kangen ke teman-temanku yang konyol-konyol itu, ada Rafi, Una, Nana, dan Via. Mereka tidak pernah berubah sifatnya dari dulu sampai sekarang, ha ha ha. Dan tentunya aku juga kangen dengan teman-teman satu kelas! Eitss…tunggu dulu, ada satu orang yang asing bagiku, aku tidak kenal siapa dia dan dia dari mana. Namun, aku tidak terlalu mengenalnya hahaha.

Sesampai di rumah. Aku langsung istirahat dan tidur sampai sore. Sehabis istirahat aku langsung mengerjakan tugas demi tugas yang tadi disampaikan oleh dosenku. Ternyata tugas itu berkelompok dan aku berkelompok dengan seorang asing yang tiba-tiba ada di kelasku tadi pagi dengan tiga orang teman kelasku. Kita membagi tugas itu secara adil. Namun saat membagi tugas itu, orang asing itu justru tidak ikut dalam diskusi kelompok kita. Aku langsung bertanya ke Via. Via adalah teman dekatku yang selalu aku bercerita dengannya dan kebetulan dia memegang mata kuliah itu.

“Vi, itu orang siapa dan dari mana?” Tanyaku.

“Oh, itu namanya mas Edwin dari angkatan 2016”. Jawab Via

“Kok bisa ikut mata kuliah kita? Tunggu, jangan bilang dia mengulang mata kuliahnya?” Aku sambil bertanya terheran-heran.

“Iya, betul, El”. Via menjelaskan semuanya kepadaku.

“Oke, terima kasih ya”.

Saat itu aku sudah merasa agak aneh dengan orang asing itu dan ternyata dia adalah kakak tingkatku.

Ketika kami bekerja kelompok di area kampus, kami mengerjakan satu demi satu datanglah Mas Edwin ini. Ya datangnya terlambat lagi tanpa mengabari kami di grup itu. Sesudah kami mengerjakan itu, semua teman kelompokku mulai berpamitan kepadaku untuk balik ke rumah masing-masing. Namun, ada yang aneh, ketika semua teman-temanku pulang ternyata Mas Edwin ini meminta maaf kepadaku secara langsung. Aku hanya terkejut tiba-tiba ia berbicara kepadaku secara empat mata, hahaha.

“El, maaf ya tadi aku gak sempat ngabarin di grup soal terlambat buat kerja kelompoknya”, Mas Edwin menatapku.

“Oh gapapa mas, mungkin lagi sibuk juga kamu mas mankanya gak sempat ngabarin di grup. Lain kali kabarin ya mas”, tegasnya aku.

“Oke. Kok belum pulang? Nunggu jemputan atau gimana?”, Mas Edwin bertanya terus ke aku.

“Ya, aku nunggu jemputan”, jawabku cuek ke Mas Edwin

“Yaudah hati-hati ya, El”, Kata mas edwin sambil memandangku dari jauh.

Ketika sesampai di rumah. Aku justru semakin bertanya-tanya sendiri, kok bisa mas edwin tiba-tiba akrab denganku dan menanyakan seperti itu. Namun aku tidak boleh berpikiran yang aneh-aneh dengannya, mungkin hanya memang orangnya baik. Tak lama kemudian, tiba-tiba gawaiku berdering dari salah satu nomer yang tidak kukenal.

“Halo, El, udah sampai rumah belum?”

“Halo, El, ini yang sama kamu tadi, mas edwin”.

Aku hanya kaget tiba-tiba mas edwin meneleponku malam-malam dan menanyakan hal yang tadi.

“Iya, ada apa ya mas edwin?” Tanyaku

“Oh ya gapapa kok El cuman mastiin aja”

“Mastiin maksudnya gimana mas?” Jawabku semakin dibuat penasaran olehnya

“Gajadi… gajadi, yaudah selamat tidur El, sampai jumpa di kampus” jawab mas edwin

“Oke mas”, langsung ku tutup telpon itu.

Setelah kejadian itu, aku bercerita ke Via. Dan tanya ke Via, ada maksud apa Mas Edwin tiba-tiba telepon aku dan kebetulan juga tidak ada jadwal kerja kelompok juga. Sangatlah aneh kejadian demi kejadian itu.

Setelah kejadian aneh itu terus menggangguku, aku dan mas edwin semakin dekat dan akrab. Tak ada satupun teman kelasku yang tahu bahwa aku lagi dekat dengannya, kecuali Via. Via tahu semua permasalahan dan kejadianku dengan Mas Edwin. Mas Edwin ini adalah sosok yang sangat misterius, baik, loyal dan berbeda dengan orang yang kutemuin, itu yang membuatku suka dengannya. Mas Edwin mengajakku bertemu lagi di suatu mall yang besar di daerah kota kita. Kita memesan makanan dan bercerita-cerita tentang asal-usul kehidupannya dia hahaha cukup unik juga orangnya. Akhirnya dia mengantarku pulang ke rumah, namun ia tidak langsung pulang melainkan ia bermain di rumahku sangat cukup lama heheh, namanya juga orang kasmaran. Ia berpamitan dengan mamaku juga.

Pada saat aku bertambah usia, dia mengucapkanku lewat pesan yang sangat unik.

“Halo El, selamat bertambah usia ya, semoga apa yang diharapkan tercapai semua!”. Kata-kata mas edwin sangat menyentuhku

“Halo mas edwin, terima kasih yaaa”, kataku yang sangat senang waktu itu.

“Oke sama-sama”.

Akhirnya kami melanjutkan dan memulai sebuah babak yang baru, bisa dibilang hubungan kami sudah mulai ke ranah pacaran. Heheh, iya benar pacaran.

Awal babak baru kami mulai berpacaran di tanggal 24 Mei. Mas Edwin sering bermain ke rumahku dan berdiskusi kembali mengenai tugas kelompok itu. Ia mulai sering bertanya kepadaku mengenai tugas-tugas yang ia ambil dan mengikuti di kelasku. Aku juga menjelaskannya perlahan demi perlahan. Pada saat kami membahas tiba-tiba ia anggota kelompok kami bertanya ke aku yaitu si Rafi.

“El, kamu kok tiba-tiba jadi akrab sama Mas Edwin?”

“Bukannya kamu dulu cuek dengan orang yang enggak kamu kenal ya?

“Iya… Aku akrab sama siapa aja kok, Raf, mungkin kamu salah kira kali”.

“Enggak mungkin, dulu kamu cuek dan gak mau tahu dengan orang asing seperti Mas Edwin”. Rafi masih mengelak

“Ya.. terserah kamu saja”. Aku langsung mengganti pembicaraan itu

Setelah membahas tugas kelompok itu, tiba-tiba Mas Edwin menanyakanku juga tentang kedekatanku dengan Rafi teman kelasku. Padahal kami hanya sebatas teman yang sering bercanda bersama bukan dengan Rafi saja melainkan dengan teman-teman kelas lainnya. Sering juga kami berdebat hal kecil menjadi besar, namun juga wajar dalam suatu hubungan. Dari kejadian itu, aku mulai tahu sifat asli dari Mas Edwin.

Aku dan Mas Edwin pergi lagi ke kafe yang sering kami kunjungi. Kami membeli beberapa barang kebutuhan buat di rumah. Setelah membeli barang kebutuhan, kami membeli makan dan minum serta berbincang mengenai ke depannya bagaimana, karena Mas Edwin adalah katingku yang sudah di ujung angkatan terakhir yang harus lulus. Ketika pembicaraan itu berlangsung aku juga berpikir mengapa ia tidak menyicil untuk mengerjakan skripsinya dan hanya menunda-nunda saja.

Sesampai di rumah, tiba-tiba Mas Edwin ingin berbicara sangat serius kepadaku.

“El, aku mau ngomong sama kamu!”, muka Mas Edwin sangat serius ketika ngobrol denganku.

“Ya, Mas, ngomong apa, cepet jangan bikin aku penasaran.”

“Jadi, gini aku lagi bikin usaha, terus usahanya itu engga di kota ini, di kotaku asal aku bikin usaha itu.”

Aku hanya bertanya sendiri di benakku dan sempat kaget juga.

“Oke, terus gimana”.

“Ya, mungkin aku bakal gak di sini lagi”.

“Maksudnya bakal hubungan jarak jauh gitu?”

“Iyaa…”

Aku hanya tertegun dengan pembicaraan yang sedang di bahas oleh Mas Edwin. Mas Edwin hanya bisa menenangkanku dan mempercayakan kalau bisa ia akan sering balik ke sini lagi.

Beberapa bulan kemudian, aku dan Mas Edwin sudah mulai berhubungan jarak jauh. Di situ aku merasa ragu dengan menjalani hubungan jarak jauh itu, karena ada trauma yang sangat mendalam. Hari demi hari, kami lalui kami sering mengirim pesan dan telepon tatap muka. Aku merasa sangat rindu dengan Mas Edwin karena sudah lama tidak jumpa dengannya. Tak lupa juga permasalahan-permasalahan dalam hubungan juga sering kami terpa hingga sampai membuat marah.

Permasalahan yang sering kami hadapi ialah kesalahapahaman yang membuat ia sangat marah dan tidak mau memaafkanku. Setelah permasalahan itu, hari berikutnya ia memberitahuku ia akan kembali ke rumahnya. Di situ aku merasa senang namun juga merasa kesal karena permasalahan itu belum selesai, haha. Aku meminta kembali karena membuatnya kesal dan akhirnya ia memaafkanku.

Pada saat ia balik ke rumahnya, ia tidak mengabariku kembali. Aku hanya tahu ia sudah pulang ke rumah, dan mungkin ia masih marah kepadaku dan tidak mau menemuiku kembali. Aku merasa ada yang janggal dari semua ini. Kutanya ke dia, ia hanya menjawab cuek seperti bebek. Hingga pada titik yang benar-benar ingin menyerah, kuhampiri rumahnya dia. Aku langsung bertanya kepada dia, mengapa ia tidak mengabari jika sudah di rumah. Permasalahan itu semakin panas, lalu kutinggalkan dia dan kudobrak pintu rumahnya.

Aku di rumah hanya bisa menangis dan bercerita ke Via saja. Tak satupun aku bercerita ke siapapun, karena ya mereka tidak harusnya tahu dan tidak tahu asal mulanya aku berhubungan dengan Mas Edwin akan malah menghakimi saja. Pada saat itu aku mulai sudah tidak mengirimin pesan kembali dengan Mas Edwin, ya aku pikir itu adalah cara untuk berintrospeksi diri sendiri dari masalahan ini.

Hingga pada akhirnya keesokan harinya, Mas Edwin tiba-tiba mengabariku dan ia ingin berpisah denganku. Padahal beberapa bulan yang lalu ia bilang ke aku kalau ia tidak ingin pisah. Di kamar aku hanya menangis hingga sampai pada akhirnya Mamaku aku bercerita dengannya kalau hubungan kami sudah selesai. Dan untuk alasan berpisah, alasan Mas Edwin sangatlah tidak jelas menurutku, ia sangat egois dan tidak bisa mengerti keadaanku pada waktu itu.

Hingga hubungan itu selesai aku dan Mas Edwin sepakat kembali untuk menjalin lagi sebagai teman, namun rasanya aku tidak terima dan tidak ingin berpisah dengannya. Ia tidak memberikan aku kesempatan kembali untuk memperbaiki permasalahan yang menurutku hanya sepele.

Aku masih terbayang olehnya karena kami sering menghabiskan waktu berdua di rumah dan duduk di sofa merah di ruang tamuku. Begitupun Mas Edwin juga masih teringat denganku, hingga Mas Edwin sering keluar bersama teman perempuannya, namun ia tidak bisa keluar denganku dan tidak menepati janjinya.

Aku merasa bangga dan bahagia bisa berkenalan dengan Mas Edwin karena Mas Edwin sosok yang paling baik dari orang-orang yang sering aku jumpa. (*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img