Malang Posco Media – Era sekarang menjadi ajang perlombaan yang tanpa disadari membuat banyak orang menjadi cukup terbebani. Istilah pekerja keras atau yang sekarang terkenal dengan istilah overworking merupakan sebuah fenomena yang kerap terjadi pada masyarakat terutama di usia-usia produktif (25-35 tahun). Salah satu faktor yang memengaruhi adanya overworking adalah karena tuntutan lingkungan sosial yang berlebihan.
Pada umumnya orang atau anak muda yang hidup di perkotaan merasa lebih tertekan karena melihat lingkungan pertemanan semakin sedikit. Mereka merasa terkucilkan dan iri pada orang-orang di sekitarnya yang telah sukses terlebih dahulu (menurut anggapan mereka masing-masing). Sehingga demikian orang semacam itu akan cenderung menghalalkan segala cara agar bisa memiliki tingkat kesuksesan minimal setara atau lebih.
Perilaku semacam ini membuat orang-orang tersebut akan mengabaikan kesehatannya secara ekstrem dan rela lembur berjam-jam. Mereka mengejar jam kerja yang panjang demi mencapai kesuksesan finansial yang berlebihan. Padahal sebenarnya bisa jadi tidak begitu mencintai pekerjaan yang mereka lakukan. Sehingga tingkat emosional si pekerja cenderung akan sangat mudah naik dan stres.
Orang-orang semacam ini yang akhirnya mencetuskan teori work life balance atau istilah sederhananya adalah ‘hidup dan bekerja yang seimbang.’ Orang-orang yang memperjuangkan hal ini adalah mereka yang merasa bekerja sangat keras setiap hari dan tidak merasa bahagia. Namun merasa perlu melakukan hal itu agar masih bisa bertahan hidup dan bebas dari krisis finansial.
Pola pikir semacam itu pada akhirnya memicu masalah baru, yaitu overthinking. Istilah ini memiliki makna sebuah perasaan cemas berlebihan pada apa yang sebenarnya belum terjadi atau lebih tepatnya mengkhawatirkan masa depan berlebihan.
Orang-orang yang overthinking biasanya tidak memiliki mental yang kuat dan sering pesimis dalam menjalani hidup. Oleh sebab itu, meski telah bekerja keras setiap hari, mereka masih mencemaskan masa depan finansial mereka yang bisa jadi masih aman-aman saja.
Stres bekerja yang tidak kunjung kelar akhirnya kembali terbebani dengan overthinking yang kerap menyerang sebelum tidur. Hal ini menyebabkan tidur menjadi tidak nyenyak dan tidak teratur, serta menimbulkan masalah kesehatan yang sangat sulit diatasi.
Uang yang dikumpulkan dengan baik sebagai persiapan masa depan yang cerah, akhirnya terpaksa digunakan untuk berobat. Tentu biaya yang digunakan tidak sedikit dan jangka waktu yang sangat lama. Tidak masalah sebenarnya menjadi orang pekerja keras, tetapi jika tidak diimbangi dengan hidup sehat dan ideal tentu akan membuat masalah di kemudian hari.
Paling tidak jika ingin bekerja keras, cintailah dulu pekerjaannya. Pandji Pragiwaksono, salah satu stand up comedian dalam sebuah podcast bersama dengan Putri Tanjung merespon fenomena ini dengan mengutarakan bahwa orang-orang yang overworking hingga akhirnya overthinking umumnya adalah orang-orang yang tidak bahagia dalam menjalani pekerjaannya.
Mereka adalah orang-orang yang hanya mendambakan hari Sabtu dan Minggu. Sebab dua hari itu mereka melakukan self reward yang akan sangat memanjakan diri. Namun, di hari Senin ketika kembali ke rutinitas, para pekerja keras itu akan kembali pucat dan malas melakukan pekerjaan. Orang-orang semacam ini menurut Pandji adalah sumber masalah kesehatan mental.
Menangani masalah semacam itu perlu diatasi dari pelakunya terlebih dahulu. Daripada healing secara berlebihan dan menghabiskan uang dengan cara yang berlebih. Lebih baik keluar dari pekerjaan yang memang tidak disukai sejak awal. Mencintai pekerjaan yang dilakukan membuat orang akan rela melakukan apapun tanpa merasa tertekan. Sebab, itu adalah sesuatu yang sangat dicintai oleh orang tersebut.
Dasar perasaan cinta itulah yang membuat para pekerja keras itu akan bertahan dalam jangka waktu yang lama dan tidak akan gelap mata untuk tidak menjaga kesehatan. Kemudian mereka akan memanfaatkan waktu dengan baik dan masuk kantor di hari Senin dengan wajah yang ceria. Hal ini pula yang akan membuat orang-orang itu terhindar dari overthinking.
Dasar dari overthinking sebenarnya adalah tidak bisa berpikir dengan jernih. Akibatnya orang-orang akan membayangkan banyak kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi. Hal tersebut tentu akan membebani pikiran dan membuat stres. Namun jika dasar bekerja yang ada merupakan perasaan cinta, tentu hal ini akan berbeda cerita.
Pikiran akan menjadi lebih tertata dan bisa melihat masa depan dengan lebih runtut dan jelas. Overthinking bisa dihindari dan akan bisa menata masa depan dengan lebih baik tanpa perlu merasakan sakit secara fisik maupun mental. Walaupun sikap semacam ini akan muncul apabila telah berpengalaman di dunia kerja yang cukup keras. Namun, tampaknya tidak ada salahnya jika diterapkan oleh siapa pun termasuk anak muda yang baru saja memasuki dunia kerja.
Dalam hal ini tidak ada istilah ‘telat sadar’ untuk menyikapi overthingking dan overworking. Namun jika sudah terlanjur ada dalam fase itu, tampaknya konsultasi dengan orang-orang ahli seperti psikiater adalah salah satu jalan keluar yang baik. Meskipun kalian mungkin memiliki lingkungan pertemanan yang cukup sehat dan bisa menampung segala macam keluh kesah kalian setiap hari. Namun mereka tetap memiliki sisi-sisi pribadi yang tidak diketahui oleh siapa pun.
Teman dalam lingkup kerja tentu memiliki prioritas dalam hidup mereka. Tidak melulu harus menampung segala keluhan. Terlebih adanya toxic positivity yang diberikan sebagai bentuk penenang. Padahal pada dasarnya setiap orang perlu untuk mengutarakan hal-hal yang dirasa menyebalkan.
Hal ini perlu disadari, tindakan semacam itu juga tergolong toxic dan hanya membuat beban pikiran bertambah. Selain itu, hal-hal semacam ini juga akan menimbulkan perpecahan di lingkungan pertemanan dan akan membuat kalian kehilangan teman. Terlebih dengan sikap yang baik di depan, tetapi menusuk dari belakang.
Kalian bisa bergantung dengan teman di waktu-waktu tertentu. Namun jika dilakukan secara berlebihan tentu itu akan menjadi sebuah gangguan. Dalam hal ini tentunya peran psikiater diperlukan jika dalam fase tersebut. Tidak perlu malu dan takut untuk bertemu dengan psikiater, sebab segala macam keluh kesah Kalian akan didengarkan dengan baik. Bahkan bisa jadi akan ada solusi yang baik secara pratik dan teoritis dari psikiater tersebut. Walaupun di Indonesia tindakan semacam ini memang terlihat cukup tabu, tetapi alangkah lebih baik dilakukan sebelum terlambat dan merugikan orang lain.(*)