MALANG POSCO MEDIA – Fokus area Presidensi G20 Indonesia ada pada tiga hal. Arsitektur kesehatan global, transisi energi dan transformasi digital.
Pemulihan global membutuhkan kerjasama internasional yang lebih kuat untuk memastikan standar kesehatan global yang sama dan kolaborasi yang lebih kuat untuk membangun ketahanan komunitas global terhadap pandemi ke depan.
Seiring dengan upaya global untuk memastikan kebutuhan energi, percepatan transisi energi yang lebih bersih menjadi lebih penting sehingga perlu ditangani dengan pendekatan dan dimensi baru untuk memastikan energi di masa depan yang lebih bersih bagi komunitas global.
Potensi globalisasi ekonomi global dapat dicapai dengan membangun lanskap kerjasama antar negara dan semua pemangku kepentingan untuk mencapai kesejahteraan bersama di era digital.
Dian Lestari Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim BKF Kemenkeu/ Indonesia G20 Finance Deputy, Finance Track Process menyebutkan capaian kongkrit Presidensi G20 Indonesia di jalur keuangan. Pertama, penguatan arsitektur kesehatan global, pembentukan The Pandemic Fund (Financial Intermediary Fund/ FIF for Pandemic Prevention, Preparedness and Respons) sebagai bentuk kemitraan kolaboratif antara negara donor, negara yang menerima pendanaan, filantropi dan lembaga swadaya masyarakat dengan pengelolaan dana oleh Bank Dunia (WB) serta tenaga ahli dari WHO.
“Telah terkumpul lebih dari USD 1,5 miliar dari 24 pendonor (per tanggal 22 November 2022) terdiri dari 21 negara (anggota G20 dan Non G20) dan 3 lembaga filantropi dalam penyediaan fasilitas pendanaan untuk pencegahan, kesiapsiagaan dan respon pandemi di masa datang,” jelas Dian dalam acara Diskusi Hasil Presidensi G20 Indonesia 2022 yang dimoderatori Senandung Nacita di Ballroom Intercontinental Resort Bali, Rabu (7/12).
Kedua, lanjut Dian, pembiayaan transisi energi. Pada KTT G20 Indonesia telah meluncurkan ETM Country Platform Indonesia sebagai skema dalam rangka memobilisasi dan mengelola pembiayaan bagi mekanisme transisi energi yang adil dan terjangkau. PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) ditunjuk sebagai pengelola ETM Country Platform Indonesia.
“Pembentukan ETM merupakan bentuk nyata dari hasil kesepakatan Kerangka Transisi Keuangan (Transition Finance Framework) pada agenda suistanable energi melalui penutupan (eary retirement) sejumlah pembangkit listrik batu bara (PLTU) dan menggantikannya dengan energi terbarukan (EBT),” terangnya.
Indonesia juga telah menerima persetujuan pembiayaan untuk ETM dari Climate Investmen Fund (CIF) sebesar USD 500 juta yang akan ditingkatkan hingga USD 4 miliar serta komitmen pendanaan sebesar USD 20 miliar dalam kerangka Just Energy Transition Partnership (JETP) yang diinisiasi oleh G7.
Ketiga, transformasi digital. Mendorong sistem pembayaran untuk menyiapkan perekonomian pasca pandemi yang berbasis digital. “Pertama dengan menerapkan Regional Payment Connectivity (PPC) di sejumlah negara ASEAN sebagai inisiatif transformasi digital. Kedua, pengembangan Central Bank Digital Currencies (CBDC) dalam rangka memfasilitasi pembayaran lintas batas sambil menjaga stabilitas moneter internasional dan sistem keuangan,” ungkapnya.
“Serta menyepakati dokumen Yogyakarta Financial Inclusion Framework dalam memanfaatkan digitalisasi sektor keuangan guna mendorong produktivitas pada kelompok marginal atau rentan yang mencakup UMKM perempuan dan anak,” tambahnya.
Dr. Muhammad Hadianto Sekretariat Sherpa G20 Indonesia mengatakan Indonesia dapat apa selama KTT G20? Menurutnya ada banyak manfaat yang didapat Indonesia. Di antaranya, pertama, Just Energy Transition Partnership (JETP). Investasi USD 20 miliar untuk transisi energi bersih yang didukung oleh Jepang, AS, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Kanada, Denmark, Norwegia dan EU. “JETP dijalankan berdasarkan BALI COMPACT. Indonesia Millenium Challenge Corporation (MCC) telah diluncurkan USD 689 juta,” ujarnya.
Kedua, Asia Zero Emission Community (AZEC). Terus melanjutkan kerjasama Joint Crediting Mechanism (JCM) dengan Jepang. Indonesia dan Jepang menjadi inisiator AZEC. Indonesia juga mendapatkan prioritas pertama pendanaan sebesar USD 500 juta dalam lanskap AZEC. Ketiga, Partnership Global Infrastucture and Investment (PGII). JETP USD 20 miliar, kemitraan USD 600 miliar dan Global Gateway EUR 300 miliar.
Keempat, Deklarasi Bali. Pengumpulan komitmen FIF PFR (Pandemic Fund) sebesar USD 1,5 miliar (Indonesia berkontribusi USD 50 juta). Komitmen untuk pemulihan negara rentan melalui alokasi IDR sebesar USD 81,6 miliar. Komitmen negara maju untuk USD 100 miliar per tahun dari 2020 -2025 (Recalling Glasgow Pact untuk komitmen perubahan iklim). Kelanjutan komitmen untuk memastikan setidaknya 30 persen dari daratan di dunia dan 30 persen dari laut dunia dikonservasi dan dilindungi pada tahun 2030. Serta kelanjutan komitmen untuk mengurangi degradasi tanah sampai 50 persen di tahun 2040 secara sukarela.
“Subtansi deklarasi Bali dan Komitmen KTT G20 di antaranya memastikan ketahanan pangan, perdagangan, investasi dan industri, transformasi digital dan inklusivitas,” pungkasnya.(abdul halim/ bersambung)