MALANG POSCO MEDIA – Gagasan Pemprov Jatim menjadikan RSSA sebagai rumah sakit internasional dianggap sangat bagus. Itu gagasan strategis.
Pengamat Kebijakan Publik Prof Dr Wahyudi Winarjo menilai ide mengembangkan RSSA
menjadi RS internasional merupakan tujuan mulia. Sehingga pasien pasien asal Indonesia tidak perlu lagi berobat ke luar negeri.
“Sudah tepat. Kalau terkait dengan keahlian atau kompetensi dari para dokter dan tenaga medis Indonesia, kita tidak khawatir sama sekali. Kalaupun skill-nya kurang, maka itu bisa ditingkatkan melalui pelatihan yang intensif serta benchmarking ke RS luar negeri,” ungkap Wahyudi kepada Malang Posco Media, Senin (4/11) kemarin.
Selama ini, warga Indonesia memang diketahui banyak yang berobat ke Singapura maupun Malaysia. Kebanyakan merasa bahwa tenaga kesehatan maupun dokter di luar negeri dinilai lebih mumpuni. Padahal, klaim tersebut tidak selalu benar.
Di RSSA Malang saja, kini sudah memiliki 300 dokter subspesialis yang mampu menangani kasus-kasus paling berat. Juga ditunjang fasilitas yang memadai. Terbaru, Grand Paviliun dengan fasilitas layaknya hotel bintang lima juga telah diresmikan.
Seiring dengan adanya semangat untuk mengembangkan RSSA menjadi RS internasional, Wahyudi berpesan agar RSSA terus melakukan pengembangan. Termasuk selalu melakukan kajian mendalam dan komprehensif, khususnya yang terkait dengan persyaratan teknis yang harus dipenuhi.
“Misal standar bangunan dan ruang, peralatan medis, ketersediaan dokter dan tenaga medis, sistem informasi kesehatan berbasis IT yang canggih, tempat parkir, dan lain lain,” kata akademisi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.
Pengembangan infrastruktur bangunan memang menjadi tantangan tersendiri. RSSA memang perlu terus melakukan pembangunan atau perluasan lahan, karena pasien yang berobat jumlahnya terus bertambah.
“Menurut saya yang kurang di RSSA adalah area atau lahannya. Sehingga terkesan sempit, terlalu banyak gedung, dan sulit parkir kendaraan. Kedepan, RSSA perlu mencari lahan baru yang lebih proporsional,” tutur Wahyudi.
“Membangun gedung bertingkat merupakan alternatif kedua, jika tidak bisa mendapatkan lahan baru yang representatif,” sambung dia.
Wahyudi berharap, dengan nantinya RSSA bisa menjadi RS internasional, benar-benar menjadi jawaban dari masyarakat agar tidak perlu berobat ke luar negeri. Masih ada masyarakat yang merasa berobat ke luar negeri dinilai biayanya lebih murah dibandingkan berobat dalam negeri. Padahal, beban living cost (biaya hidup) pasti juga lebih mahal. Belum lagi social cost-nya (biaya sosial) pasti jauh lebih mahal karena akan jauh dari keluarga, kerabat, dan tetangga.
Jika nantinya RSSA jadi RS internasional, Wahyudi berpendapat, biayanya pun bisa saja memakai standar internasional, namun harus dibarengi dengan pemberian layanan yang berstandar internasional pula.
“Semoga ide RS internasional ini akan menjadi trigger bagi kita semua (rakyat Malang Raya) untuk memiliki mentalitas internasional pula,” tandasnya. (ian/van)