MALANG POSCO MEDIA – Istilah mudik menurut beberapa ahli sejarah sudah menjadi tradisi sejak masa kerajaan Majapahit dan Mataram Islam. Para pejabat kerajaan yang ditugaskan di wilayah kekuasaan Majapahit seperti Sri Lanka dan Malaya biasa pulang kampung untuk bertemu keluarga saat itu.
Istilah ini semakin populer dan menjadi tradisi rutin masyarakat Indonesia pada tahun 1970-an, masyarakat pulang kampung dari perantauan, khususnya pada momentum lebaran.
Mudik tahun ini sangat berbeda, karena sejak dua tahun wabah Covid 19 mengguncang dunia dan tradisi tahunan masyarakat ini “Distop” oleh pemerintah, masyarakat bisa kembali menunaikan “ritual” nya untuk melakukan pulang kampung bertemu dengan keluarga.
Seperti kran air yang lama tidak dibuka dan kemudian dibuka, masyarakat benar-benar mengoptimalkan kesempatan mudik tahun ini. Bahkan menurut keterangan Kementerian Perhubungan jumlah pemudik tahun ini naik 2,5 persen dibandingkan lebaran tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan ada perputaran uang senilai Rp 72 triliun pada musim mudik lebaran sekarang ini, dunia pariwisata dan UMKM akan terdampak signifikan pada momentum lebaran ini. Hampir bisa dipastikan setiap masyarakat yang pulang kampung akan membelanjakan uangnya sebagai bentuk apresiasi diri pada momentum lebaran, dan sektor yang terdampak positif secara langsung adalah UMKM dan pariwisata.
Gairah mudik kali ini benar-benar menjadi penanda bahwa kehidupan masyarakat Indonesia sudah kembali seperti sediakala. Bahwa pulang kampung lebaran kali ini telah membawa dampak pertumbuhan ekonomi bangsa, dan bahwa lebaran Idul Fitri 2022 ini telah berhasil memulihkan optimisme dan gairah masyarakat untuk kembali bangkit dan bertumbuh setelah krisis.
Ada 237 juta jiwa umat Islam menurut data Kementerian Dalam Negeri dari total 273 juta penduduk Indonesia. Artinya gairah mudik ini akan menjadi oportunity spesial bagi dunia bisnis di Indonesia, 86,9 persen ceruk market umat Islam Indonesia akan menjadi instrumen kegairahan ekonomi bangsa yang sudah selayaknya untuk diperhitungkan oportunity dan kekuatannya.
Setidaknya ada empat hal yang harus diperhatikan bagi para pelaku usaha di Indonesia. Terutama para pegiat UMKM dalam memandang potensi dan oportunity yang ada ini, agar keberadaanya bisa menjadi daya dongkrak bagi pertumbuhan bisnis dan kemakmuran secara berkelanjutan.
Pertama, Menjaga kualitas produk. Salah satu prinsip keberlangsungan bisnis adalah ketika produk atau jasa yang kita miliki dibutuhkan sehingga dibeli oleh customer. Dan salah satu alasan kuat seorang customer untuk memutuskan membeli produk atau jasa yang kita miliki adalah ketika produk kita memang berkualitas.
Produk yang berkualitas berarti dia memenuhi delapan dimensi kualitas atau mutu sebuah produk. Yaitu; performance (kinerja) dari produk tersebut, fitur-fitur yang melekat pada produk tersebut, kehandalan produknya, kesesuaian produk dengan bahasa penawaran atau iklan, ketahanan produk, kemudahan layanan atau maintenancenya, estetika atau keindahan dari produk tersebut dan percieved quality atau kesan kualitas dari produk yang dipersangkakan oleh customer.
Kedua, Menjaga market secara berkelanjutan, dan 86,9 persen umat Islam di Indonesia merupakan space market yang harus dimanfaatkan secara baik oleh para pegiat UMKM. Para pengusaha harus mampu menjadi oportunity hunter untuk menemukan market-market baru bagi produknya.
Contohlah China yang begitu luar biasa. Kalau kita pergi umrah atau haji, di setiap pasar di sekitaran Masjid Nabawi dan Makkah, kita akan menemukan banyak produk-produk merchandise perlengkapan salat dan sejenisnya yang di produksi oleh China.
Bagi pelaku UMKM, tugas utamanya adalah menjaga dan merawat market dari produk kita yang sudah existing serta mencari dan mengikat market baru yang bisa mendokrak penjualan secara eksponensial.
Ketiga, Menjaga etos kerja dan produktivitas SDM yang ada. Sumber daya manusia merupakan piranti inti dalam mata rantai bisnis agar bisa melakukan scale-up dan bertumbuh secara berkelanjutan. Karena tanpa SDM dengan etos kerja dan produktivitas yang memadai akan sulit bagi sebuah perusahaan atau organisasi bisnis untuk mempertahankan kualitas produk, mempertahankan market dan melakukan ekspansi market.
Menjaga etos kerja, produktivitas dan kedisiplinan adalah bagian dari kompetensi yang harus dimiliki oleh seluruh orang yang berada dalam organisasi bisnis. Jalannya adalah dengan melakukan proses latihan dan pendidikan secara terus menerus agar organisasi bisnis serta kulitas produk yang dihasilkan terus lebih baik dibandingkan kompetitor yang ada, karena salah satu kunci keberhasilan dalam persaingan adalah dengan terus meningkatkan kapabilitas dengan belajar secara terus menerus.
Keempat, Menjaga mentalitas dan kepemimpinan dalam menjalankan organisasi bisnis. Mentalitas dan kepemimpinan merupakan satu paket kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pegiat bisnis, terutama pegiat UMKM.
Pandemi Covid-19 mengajarkan banyak hal kepada kita semua tentang begitu pentingnya seorang pegiat bisnis untuk merawat dan menjaga mentalitas diri dan kepemimpinan terbaik dalam menjalankan roda bisnis.
Pegiat bisnis yang memiliki mentalitas berarti ia memiliki cukup kemampuan untuk mampu bertahan di situasi sulit sekalipun, atau sebaliknya dimana ia memiliki kemampuan yang memadai untuk membaca peluang secara cermat dalam menumbuhkan bisnisnya.
Pegiat bisnis yang memiliki kepemimpinan berarti ia mampu mencari peluang, memanfaatkan dan mengoptimalkannya untuk pertumbuhan bisnisnya. Selain itu seorang pemimpin bisnis yang baik adalah ketika mampu mengendalikan organisasi bisnis dan berani mengambil keputusan dalam setiap fase pertumbuhan bisnisnya.
Gairah mudik telah menjadi penanda akan gairah kehidupan dan optimisme baru bagi iklim usaha di Indonesia. Empat hal di atas merupakan instrumen fundamental yang harus terus kita jaga dan rawat dalam diri dan organisasi bisnis kita agar kegairahan pertumbuhan terus membara.(*)