Oleh: Sugeng Winarno
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP
Universitas Muhammadiyah Malang
Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) layaknya permainan (game). Tak jarang para tim sukses (timses) dan pasangan calon (paslon) menggunakan strategi permainan (gamifikasi) dalam kampanye Pilkada. Mereka menggunakan elemen-elemen permainan untuk meningkatkan keterlibatan, motivasi, partisipasi publik, dan membangun interaksi yang lebih aktif antara paslon dan masyarakat pemilih.
Kampanye Pilkada dengan menggelar jalan sehat yang bertabur undian dan hadiah bisa menjadi salah satu contoh gamifikasi kampanye Pilkada. Tak jarang masyarakat antusias mengikuti acara yang digelar timses paslon yang mengajak masyarakat mendukung paslon tertentu lewat beragam permainan game. Sejumlah hadiah menarik, bahkan hadiah berangkat umrah disiapkan sebagai pemikat acara.
Gamifikasi juga dilakukan sejumlah timses dan paslon Pilkada melalui beragam platform media sosial (medsos). Strategi gamifikasi ini lebih cocok menyasar kaum muda, generasi milenial, dan generasi Z yang lebih akrab dengan teknologi dan medsos. Melalui aneka game dapat menghadirkan pengalaman yang interaktif dan mendorong partisipasi pemilih yang mungkin sebelumnya apatis dan tak tertarik pada Pilkada.
Sejumlah timses paslon telah melakukan gamifikasi dalam kampanye Pilkada. Ada yang berbagi konten di medsos atau membuat kuis tentang kandidat dan programnya. Game juga dilakukan dengan meminta pemilih membagikan postingan kampanye. Pemilih juga diminta mengunggah foto atau video kreatif yang mendukung kampanye kandidat dengan tagar khusus. Selanjutnya peserta dengan engagement terbanyak diberi hadiah.
Strategi Gamifikasi
Tak ada yang keliru dengan strategi gamifikasi dalam Pilkada. Cara ini bukan cara yang buruk, namun bukan berarti tak punya sisi negatif. Strategi ini sangat tergantung bagaimana elemen-elemen game digunakan bukan untuk tujuan pembohongan namun lebih untuk meningkatkan partisipasi dan edukasi. Gamifikasi idealnya digunakan untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu politik dengan cara yang lebih menyenangkan dan menarik.
Gamifikasi bisa dipilih menjadi salah satu strategi dalam kampanye Pilkada. Menggunakan permainan, tantangan, dan penghargaan bisa membuat kampanye lebih menarik. Memanfaatkan elemen permainan untuk memberikan informasi atau pemahaman yang lebih baik tentang paslon dan program kerja yang ditawarkannya. Melalui permainan seperti kuis, tantangan, dan visi misi, calon pemilih bisa lebih mudah mengenali kandidat.
Kampanye politik dengan model gamifikasi dapat menciptakan komunikasi dua arah dan terjalinnya hubungan yang seimbang antara kandidat dan pemilih. Melalui pendekatan yang lebih interaktif, calon pemilih bisa lebih terdorong berpartisipasi aktif. Strategi gamifikasi yang tepat dapat memberikan nuansa yang lebih menyenangkan, menarik perhatian tanpa mengorbankan esensi penting dari proses politik.
Timses dan paslon Pilkada dapat menjalankan gamifikasi dengan berbagai cara, mulai dari penggunaan aplikasi dan medsos. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan keterlibatan yang lebih aktif dan interaktif, sambil memberikan edukasi politik secara menyenangkan dan efektif. Gamifikasi perlu dijalankan secara etis dan transparan agar tetap fokus pada substansi dan integritas proses politik.
Strategi gamifikasi biasanya lebih cocok diarahkan pada milenial dan gen Z, pengguna aktif medsos, pemilih apatis, dan komunitas perkotaan. Kelompok-kelompok ini lebih responsif terhadap format interaktif dan insentif yang ditawarkan melalui gamifikasi. Kunci suksesnya adalah memahami karakteristik target audiens dan merancang gamifikasi yang relevan dengan preferensi mereka.
Jadi Strategi Buruk
Strategi gamifikasi dalam Pilkada bukan berarti tanpa sisi buruk. Jika tak dilakukan dengan niat dan cara yang baik, gamifikasi dapat dimanipulasi untuk menarik perhatian melalui cara-cara yang dangkal atau populis, tanpa benar-benar memberikan edukasi yang bermakna. Pemilih mungkin lebih fokus pada elemen permainan daripada memahami program kerja, visi, dan misi kandidat.
Melalui gamifikasi bisa saja digunakan untuk mengalihkan perhatian dari isu-isu krusial dalam Pilkada. Isu dan masalah serius tentang rekam jejak yang buruk kandidat atau masalah-masalah serius masyarakat bisa dialihkan. Lewat gamifikasi para pemilih bisa terjebak dalam hal-hal yang lebih bersifat hiburan ketimbang substansi. Bisa jadi banyak calon pemilih akan melihat Pilkada sebagai ajang hiburan alih-alih proses politik yang penting.
Ada risiko yang harus dibayar dari strategi gamifikasi bahwa gamifikasi yang berlebihan bisa menurunkan citra serius proses demokrasi. Jika gamifikasi dilakukan tak etis dan manipulatif, seperti melalui penyebaran informasi menyesatkan atau hoaks, alat manipulasi emosi pemilih untuk mendukung kandidat tanpa pemahaman yang mendalam tentang rekam jejak dan program kerja kandidat, maka hal ini bisa merusak integritas Pilkada.
Gamifikasi bisa juga jadi cara untuk mempromosikan populisme, di mana kandidat lebih fokus pada pencitraan dan gimik politik daripada memberikan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Ini bisa menyebabkan penyederhanaan isu-isu politik yang kompleks menjadi sekadar permainan. Unsur hiburan yang dominan dalam gamifikasi bisa mengaburkan esensi Pilkada.
Gamifikasi bisa jadi strategi yang baik jika tujuannya adalah untuk meningkatkan partisipasi pemilih dan edukasi politik yang menyenangkan dan tetap menjaga kejujuran serta integritas. Namun, bisa menjadi strategi yang buruk jika digunakan untuk manipulasi, populisme, dan mengalihkan perhatian dari isu-isu penting dalam Pilkada. Kunci utamanya adalah bagaimana gamifikasi diterapkan dengan tetap menjaga transparansi dan substansi dalam komunikasi politik.(*)