.
Thursday, November 21, 2024

Gercoss dalam Pilkada

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh: Sugeng Winarno
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP
Universitas Muhammadiyah Malang

          Gerakan coblos semua (Gercoss) muncul dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kali ini. Gerakan ini muncul sebagai bentuk penolakan pada pasangan calon (paslon) Pilkada di beberapa daerah. Gercoss mengajak pemilih mencoblos semua paslon. Gerakan ini sejatinya serupa dengan golput. Hasilnya sama-sama tidak sah. Munculnya wacana Gercoss dan golput menjadi tantangan bagi parpol, paslon, dan penyelenggara Pilkada.

          Dalam demokrasi, memilih atau tidak memilih adalah kehendak bebas setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Munculnya Gercoss dan golput merupakan hak bagi pemilih dan tak boleh dikriminalisasi. Bisa jadi tak ada paslon yang cocok dan cukup meyakinkan bagi calon pemilih hingga banyak yang golput. Bisa mungkin pula karena sebab paslon yang muncul tak berangkat melalui proses yang wajar dan benar.

          Munculnya Gercoss bisa sebagai bentuk ekspresi protes warga yang berangkat dari kesadaran kritis dalam proses Pilkada. Ketika dalam proses kontestasi rakyat tak bisa mendapatkan calon pemimpin yang kredibel, maka salah satu cara penolakan yang bisa ditempuh adalah dengan golput atau abstain. Fenomena munculnya Gercoss dan golput semestinya menjadi ajang koreksi bagi semua pihak. 

          Sebenarnya gerakan tak mencoblos atau mencoblos semua paslon itu tak punya arti dalam kontestasi politik. Suara yang disalurkan dengan mencoblos semua paslon sama-sama menjadi suara yang tidak sah dan sia-sia. Namun, bentuk protes melalui Gercoss dan golput bisa mengindikasikan bahwa masyarakat pemilih termasuk orang yang kritis dan mampu mengevaluasi paslon yang berkompetisi.

Ekspresi Politik

          Gercoss dan golput pada dasarnya adalah hak politik warga negara. Dalam sistem demokrasi, tak memilih atau golput bukan dianggap sebagai pelanggaran hukum. Dalam konteks hukum di Indonesia, Gercoss dan golput tak dapat diancam dengan pidana. Ini didasarkan pada prinsip bahwa pemilu adalah hak, bukan kewajiban, sehingga setiap warga negara berhak memilih untuk berpartisipasi atau tidak.

          Munculnya Gercoss dan golput merupakan ekspresi politik seseorang yang apatis pada politik. Di antara mereka merasa bahwa suaranya tak akan mengubah apapun sehingga mereka apatis dan kehilangan minat dalam proses politik. Mereka mungkin merasa Pilkada tak relevan bagi kehidupan sehari-hari mereka atau mereka menilai sistem politik secara keseluruhan korup atau tak adil.

          Ekspresi apatis para pemilih muncul karena sejumlah pemilih merasa tak ada kandidat atau partai yang mewakili kepentingan mereka atau memiliki program yang menarik. Mereka mungkin melihat semua kandidat sama saja atau tak percaya bahwa ada perubahan yang dapat dihasilkan. Pandangan ini muncul karena dari pemilu ke pemilu, dari Pilkada ke Pilkada polanya cenderung sama dan tak membawa harapan baru.

          Beberapa orang menjadi golput atau sengaja mencoblos semua walaupun sadar hasilnya tidak sah dapat dipicu oleh faktor mereka tak cukup memahami kandidat, partai, atau isu-isu yang sedang dipertaruhkan. Mereka tak mendapat informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang tepat. Minimnya pengetahuan tentang sang paslon menjadikan banyak calon pemilih tak merasa dekat dengan paslon.

          Suara yang tidak sah karena Gercoss dan golput tak mempengaruhi hasil pemilu secara langsung. Namun, tingkat suara tidak sah yang tinggi bisa menjadi sinyal bahwa ada masalah dalam pemahaman pemilih atau ketidakpuasan yang meluas terhadap calon yang bertarung. Secara hukum, mencoblos semua calon bukanlah pelanggaran pidana, namun secara administratif surat suara tersebut dianggap rusak dan tak mempengaruhi hasil pemilihan.

Tekan Gercoss dan Golput

          Pemilih yang mencoblos semua calon dan golput mungkin juga tak hanya kecewa pada kandidat, tetapi juga pada sistem politik secara keseluruhan. Mereka merasa bahwa Pilkada adalah proses yang cacat atau manipulatif sehingga hasilnya dipercaya tak akan mencerminkan kehendak rakyat. Kekecewaan pada proses politik ini tentu akan mempengaruhi kualitas demokrasi dan pelaksanaan pemilu atau Pilkada.

          Dalam beberapa pemilu dan Pilkada, pemilih sering dihadapkan pada pilihan yang tak cukup beragam, baik dari segi ideologi maupun latar belakang kandidat. Hal ini bisa mendorong pemilih untuk golput atau memilih semua calon sebagai tanda ketidaksetujuan terhadap kurangnya variasi kandidat. Fenomena ini mencerminkan kesenjangan antara harapan pemilih dengan kualitas kandidat yang ditawarkan, serta kurangnya kepercayaan pada efektivitas Pilkada sebagai mekanisme perubahan politik.

          Untuk itu agar tak muncul Gercoss dan golput maka bagaimana parpol, paslon, dan penyelenggara Pilkada meyakinkan pada masyarakat pemilih agar tak ada keraguan. Parpol juga perlu menyajikan kader terbaiknya sebagai kandidat yang sesuai dengan harapan rakyat.

          Parpol, paslon, dan penyelenggara Pilkada perlu  memperbanyak dialog dan diskursus bersama warga berbasis politik gagasan dan program. Para paslon juga perlu membuktikan bahwa mereka hadir sebagai kontestan yang punya visi misi dan rekam jejak yang baik.

          Gercoss dan golput merupakan bagian dari ekspresi kekecewaan atau protes politik. Dalam konteks kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi, memilih untuk tidak memilih merupakan bagian dari hak politik warga negara. Namun demikian, partisipasi pemilih dalam kontestasi politik sangatlah penting demi keberhasilan dalam menemukan pemimpin terbaik melalui proses politik. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img