.
Wednesday, December 11, 2024

Growth Mindset

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si

Malang Posco Media – Setiap insan sehat baik lahir maupun batin, hidupnya ingin selalu memiliki karya atau monumen yang membawa manfaat besar dan impactful bagi masyarakat luas, hal ini diperlukan kerja keras, kerja cerdas berkualitas, tuntas, ikhlas serta bertanggungjawab.

Hal itu tertera dalam Firman Allah SWT QS. 9:105 yang artinya ; “Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.

Orang yang kerja keras merupakan modal untuk sukses. Riset T. Stanley menunjukkan bahwa dalam 100 faktor sukses, maka kerja keras berada di urutan ke-5, lebih tinggi dari sekedar IQ, prestasi sekolah, atau tempat dimana kita sekolah. Apa yang ditemukan Stanley, sama dengan konsep yang ditawarkan Angela Duckworth dalam bukunya Grit, yaitu bahwa kegigihan yang diiringi dengan passion yang kuat akan menjadi faktor sukses bahkan bisa mengalahkan bakat. Ini membawa optimisme bahwa meski kita kurang berbakat namun bila memiliki kerja keras atau grit maka akan membawa kita kepada kesuksesan.

Begitu pula, kerja keras akan menghasilkan karya besar bila diiringi dengan komitmen pada kualitas. Allah SWT berfirman dalam QS. 18: 7, yang artinya; “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya (ahsanu amala)”.

Kata ahsanu amala menunjukkan bahwa kualitas kerja akan menentukan karya kita di dunia. Ternyata Allah memilih kata terbaik (ahsanu) daripada terbanyak. Hal ini menunjukkan bahwa kerja yang berkualitas lebih penting dari pada sekedar kuantitas.

Sisi lain, kerja yang berkualitas adalah kerja ikhlas, kerja cerdas, kerja keras, kerja tuntas dan berkontinuitas. Kerja ikhlas didasarkan motif intrinsik bahwa hidup matiku hanya untuk Allah SWT. Kerja ikhlas juga didasari motif menjadi khoirunnaas, sebaik-baik manusia. Inilah elemen penting dalam kecerdasan spiritual (spiritual intelligence). Motif transendental ini diperlukan untuk mewarnai hati bahwa kerja keras yang berkualitas adalah perintah Allah. Kerja ikhlas akan menjelma dalam passion kerja yang tinggi, yang terbukti membawa kesuksesan.

Sementara itu kerja cerdas didasarkan pada akumulasi pengetahuan yang mendasari bentuk dan model kerja kita agar efektif dan efisien, sehingga kerja cerdas mensyaratkan mentalitas pembelajar. Perintah wahyu pertama adalah iqra. Membaca adalah komponen penting dalam belajar, dan belajar adalah komponen penting untuk meraih ilmu pengetahuan.

Di tengah perubahan disruptif sekarang ini maka yang akan survive adalah orang yang memiliki mentalitas sebagai pembelajar. Seorang pembelajar akan bisa memahami perubahan dan sekaligus mampu beradaptasi pada perubahan. Namun di tengah perubahan yang begitu cepat ini maka yang diperlukan adalah mentalitas pembelajar dengan learning agility yang lebih baik.  Itulah mengapa Allah meningkatkan derajat orang-orang yang berilmu (QS. 58: 11). Tidak lain karena orang-orang yang berilmu inilah yang diharapkan bisa terus menebar rahmat di muka bumi dan mampu merespons perubahan, dan bahkan mampu merancang dan menciptakan perubahan.

Kualitas kerja yang baik tersebut harus dijalankan secara konsisten dan terus menerus. Hidup harus terus bergerak, dan kerja keras harus menjaga kontinuitas. Allah berfirman dalam QS. 94:7, yang artinya; “Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)”.

“Seorang Manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. 53: 39). Ini menjadi motivasi untuk terus mengusahakan apa yang menjadi visi, mimpi, dan cita-citanya. Kalau kita kerja keras dan berkualitas maka cita-cita akan dapat diraih. Motivasi yang kuat sangat dipengaruhi mindset yang baik. Hadits Qudsi yang membangun prasangka baik kepada Allah SWT ini menjadi modal untuk semakin optimis:  “Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya apabila ia memohon kepada- Ku.” (HR Muslim).

Memiliki Fixed Mindset

Hal ikhwal mindset, Carol Dweck menjelaskan pentingnya kita memiliki Growth mindset. Mindset ini mengajarkan tentang keyakinan bahwa kita bisa mengubah kemampuan, bakat, kebiasaan, dan bahkan IQ. Orang yang memiliki growth mindset ini umumnya optimis, percaya diri, pembelajar, punya grit dan pekerja keras.       

Sebaliknya orang yang memiliki fixed mindset percaya bahwa dirinya sulit berubah. Ketika ia menemui kegagalan, maka ia akan berpikir bahwa inilah batas kemampuannya. Sementara itu orang yang memiliki growth mindset kalau pun gagal masih menganggap bahwa kegagalan karena kesalahan strategi dan kesalahan belajar sehingga ia akan belajar dari kegagalannya untuk kembali bangkit. Baginya kegagalan adalah kesempatan untuk semakin tumbuh.

Seorang yang memiliki growth mindset menurut Arif S (2023) akan selalu mengambil hikmah dari setiap peristiwa. Bahkan Firman Allah SWT dalam QS. 94:5, yang artinya “setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan”. Dengan growth mindset kita belajar untuk bersikap positif atas kejadian yang kita hadapi. Sikap positif ini akan berdampak pada menguatnya optimisme dalam berbagai hal, dan optimisme adalah modal untuk kemajuan.

Dengan tekad seseorang menciptakan perubahan melalui komitmen kerja keras dan berkualitas, serta mindset baru, akan menjadi khoirunnaas, manusia terbaik yang terus menebar manfaat untuk kemakmuran bumi ini. Untuk itu semua individu tidak bisa sendiri. Maka harus bersatu, bersinergi, dan berkolaborasi untuk memperkuat persatuan, kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar dan bermartabat yang dilandasi atas kepentingan bersama. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img