MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Guru Besar (Gubes) sekaligus Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan akademisi lintas kampus, masih terus membuka ruang publik jelang pengesahan RKUHAP beberapa bulan mendatang. Salah satunya melalui FGD bertajuk Optimalisasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum Melalui Pembaruan Hukum Acara Pidana di Gedung GKB IV UMM, Sabtu (26/4).

Agenda yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH UMM ini, para akademisi menyoroti pentingnya menjaga prinsip diferensiasi fungsional antar lembaga penegak hukum KUHAP. Prinsip ini menekankan bahwa setiap lembaga harus menjalankan tugas sesuai dengan kewenangan yang spesifik tanpa tumpang tindih.
Dekan FH UMM, Prof Dr Tongat, SH, M.Hum, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap beberapa pasal dalam draft KUHAP terbaru yang dinilai masih membuka ruang intervensi antar lembaga. Menurutnya, kejelasan batas fungsi menjadi krusial untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan.
“Beberapa ketentuan dalam draft ini masih rawan multitafsir. Ini harus dikawal supaya asas diferensiasi fungsional sejak UU Nomor 8 Tahun 1981 tetap terjaga,” ujarnya.
Perhatian utama akademisi terletak pada klausul mengenai ‘penyidik tertentu’ yang disebutkan dalam draft KUHAP. Meskipun disertai penjelasan tambahan, keberadaan istilah tersebut dianggap membuka peluang terjadinya bias tafsir di tingkat implementasi.
“Undang-undang sebaiknya menghindari pasal-pasal multitafsir yang bisa menimbulkan ketidakpastian hukum di lapangan,” tegas Prof Tongat dalam forum tersebut.
Ia juga mengingatkan bahwa KUHAP baru yang direncanakan berlaku pada Januari 2026 masih dapat diperbaiki. Draft terakhir bertanggal 3 Maret 2025 bisa terus dievaluasi menjelang pembahasan lebih lanjut di DPR pada September-Oktober 2025.
“Masih ada ruang untuk perbaikan dengan melibatkan masukan dari akademisi, praktisi, dan masyarakat sipil, supaya hasilnya benar-benar ideal untuk sistem peradilan pidana Indonesia,” pungkasnya. (rex/nug)
-Advertisement-.