MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Menang di gugatan perdata tapi malah kalah di putusan pidana. Inilah yang terjadi pada Hari Soesilo, 63, warga Desa Kalisongo, Kecamatan Dau. Dia diputus bersalah atas kasus penggelapan dalam sidang putusan di PN Malang, Rabu (13/7). Pelapornya sendiri adalah Susi, warga Jakarta yang juga orang tua angkat mendiang Indraya, istrinya.
“Klien kami banding karena putusan pidana 10 bulan penjara itu,” kata Sentot Yusuf Patrikha, SH, MH, penasehat hukum Hari. Alasannya, majelis hakim PN Malang tidak cermat dalam memahami perkara sengketa pemilikan sebidang rumah dan gudang di Kelurahan Gadang, Kota Malang. Dijelaskan dia, kliennya dilaporkan hendak menjual objek itu, tahun 2015 lalu.
Susi beralasan, objek itu telah diatasnamakan dirinya, berdasarkan transaksi yang ia lakukan untuk melunasi utang ke salah satu bank swasta oleh Indraya. Saat itu dirinya melalui notaris, telah membuat pernyataan bahwa aset itu adalah miliknya, sehingga tidak dapat diperjualbelikan dengan dalih untuk melindungi aset tersebut untuk anak angkatnya.
“Namun, pada kenyataannya, aset yang dipermasalahkan ini secara resmi masih atas nama Indraya berdasarkan SHM nomor 948, 949 dan 950. Sebelum meninggal, Indraya telah membuat surat kuasa jual kepada Hari, suaminya sebagai ahli waris aset tersebut. Lucunya, klien kami malah dilaporkan penggelapan karena hendak menjualnya,” terang Sentot.
Laporan ini, sempat ditunda di PN Malang di tahun 2017, melalui putusan sela Nomor 41/Pid.B/2017/PN. Mlg, yang isinya menangguhkan pemeriksaan perkara pidana itu sampai putusan perdata memiliki putusan hukum tetap. “Di tingkat PN kami menang, tingkat PT dan kasasi kami kalah. Tapi kami menang di Peninjauan Kembali (PK),” ungkap dia.
Berdasarkan putusan PK Nomor 138 PK/PDT/2021 yang dikeluarkan April 2021, memutuskan untuk membatalkan putusan kasasi MA Nomor 3111 K/PDT/2019 itu. “Sehingga semua kepemilikan aset kembali dan tetap menjadi pemilik awal yakni Indraya sesuai yang tercantum dalam SHM,” paparnya.
Setelah putusan PK ini dianggap berkekuatan hukum tetap, perkara pidana dibuka kembali, Januari 2022 lalu. “Disinilah majelis hakim yang menyidangkan perkara pidana menganggap bahwa dakwaan terhadap klien kami telah sesuai dan berdasarkan fakta persidangan telah terbukti klien kami bersalah,” ujar Sentot.
Majelis hakim yang dipimpin Moh. Indarto SH, MH, berpendapat, tidak ada kondisi hukum baru. Dan menyatakan bahwa pemilik aset itu berdasarkan bukti transfer pelunasan, satu bendel fotokopi legalisir akta pernyataan notaris nomor 32 dan 33 tertanggal 19 Desember 2005 dan keterangan saksi – saksi.
“Berdasarkan itulah, klien kami kemudian diputus bersalah dan dihukum 10 bulan penjara. Dan mengembalikan seluruh aset kepada Ibu Susi. Putusan ini kami rasa tidak tepat, karena sudah ada putusan lebih tinggi yakni PK. Oleh karena itu, kami langsung mengajukan banding seketika,” tandas dosen Universitas Wisnuwardhana Malang itu. (rex/mar)