Pandemi Covid-19 berdampak di segala sektor, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan. Proses pembelajaran berubah pola yang semula dilaksanakan secara tatap muka, berubah menjadi daring atau online. Seiring perkembangan kasus Pandemi Covid-19, saat angka kasusnya mulai menurun maka pola pembelajaran dikombinasi luringdan daring. Saat ini seluruh proses pembelajaran sudah normal 100 persen luring.
Terjadinya kasus Pandemi Covid-19 akhirnya menciptakan kondisi “lulusan produk masa Pandemi Covid-19.”Mulai dari lulusan sekolah tingkat dasar sampai Perguruan Tinggi. Bagi Perguruan Tinggi Kesehatan tingkat vokasi yang 60 persen lebih banyak pembelajaran praktikum berdampak pada mahasiswa saat harus melakukan praktik lapangan.
Mahasiswa yang seharusnya mengaplikasikan ilmunya dengan praktik di lapangan, akhirnya dengan terpaksa tidak dapat praktik di lapangan karena kondisi pandemi Covid-19. Mahasiswa yang saat ini sedang proses pendidikan dan pernah merasakan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 masih memiliki kesempatan untuk mengoptimalkan kemampuan hardskill dan softskill-nya.
Saat ini mahasiswa, khususnya mahasiswa Kesehatan sebaiknya berproses lebih ekstra, karena masih memiliki kesempatan untuk meningkatkan skill-nya agar saat di lapangan dapat mengaplikasikan ilmunya dengan benar dan sesuai dengan standard. Selama kondisi pandemi Covid-19 proses pembelajaran secara praktik tidak dapat optimal karena adanya peraturan pemerintah yang mewajibkan mengurangi kegiatan secara tatap muka.
Pencapaian kemampuan hard skill dan soft skill bagi mahasiswa harusnya tidak berpengaruh dalam kondisi apapun. Kemampuan hard skill dan soft skill sangat diperlukan bagi mahasiswa terutama bagi mahasiswa Kesehatan yang secara langsung berhadapan dengan manusia.
Menurut Klaus (2007), soft skill meliputi personal, sosial, komunikasi, dan perilaku manajemen diri, mencakup lingkup yang luas. Soft skill menurut Zhang (2012) adalah keterampilan interpersonal, seperti komunikasi, kerja sama tim, dan manajemen konflik. Sedangkan menurut Elfindri dkk. (2010), soft skill adalah keterampilan dan kecakapan dalam hidup seseorang, baik untuk diri sendiri (intrapersonal) maupun kelompok atau masyarakat (interpersonal). Yuliani (2012) mendefinisikan soft skill adalah bentuk komampuan berperilaku.
Oleh karena itu soft skill dikenal sebagai keterampilan seseorang secara interpersonal yang meliputi keterampilan berkomunikasi efektif, penyelesaian dan pemecahan masalah secara kreatif. Definisi yang lain menurut Widhiarso (2009), soft skill adalah kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Soft skill juga merupakan kemampuan yang tidak tampak dan seringkali berhubungan dengan emosi seseorang.
Secara garis besar pengertian soft skill adalah keterampilan interpersonal yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya secara efektif.
Sedangkan hard skill adalah kemampuan seseorang yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Hard skill biasanya berkaitan dengan keterampilan teknis yang sifatnya langsung terlihat dan dapat dipraktikkan.
Kemampuan hard skill ini diperoleh dari pendidikan formal seperti di sekolah, perkuliahan, workshop, seminar, magang, kelas online dan training/ pelatihan. Jika hard skill merupakan teori yang bisa dipelajari, maka soft skill adalah ciri khas dari seseorang.
Soft skill dapat dilatih dan dipelajari melalui seringnya berinteraksi dengan orang lain untuk melatih kepekaan kita terhadap orang lain dan lingkungan. Hard skill diukur dari kemampuan seseorang terhadap pekerjaan yang dapat dikuasainya secara fisik sesuai dengan teori yang didapatnya selama pendidikan. Misalnya melakukan perawatan kepada klien. Penerapan hard skill memiliki potensi berdampak dan berpengaruh pada soft skill seseorang. Hard skill merupakan kemampuan praktik seseorang yang dapat membantu dalam pekerjaannya.
Soft skill dan hard skill merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling berhubungan. Artinya soft skillmenunjang berfungsinya kemampuan hard skillseseorang. Seseorang seharusnya memiliki kemampuan soft skill agar hard skill–nya terarah. Menurut Klaus (2007) ”soft skills encompass personal, social, communication, and self management behaviours, they cover a wide spectrum: self awareness, trustworthiness, conscientiousness, adaptability, critical thinking, organizational.” Artinya soft skill merupakan perilaku pribadi seseorang secara sosial dalam berkomunikasi, manajemen diri, memiliki lingkup yang luas yaitu kesadaran diri, dapat dipercaya, kesadaran, kemampuan beradaptasi, berpikir kritis dan organisasi.
Pendapat Klaus ini sesuai dengan pendapat Tripathy (2006), yang menyatakan bahwa soft skill adalah kemampuan seseorang yang bersifat afektif, kemampuan penguasaan teknis formal intelektual suatu bidang ilmu yang memudahkan seseorang diterima di masyarakat dan lingkungan kerja meliputi: awareness, attitude, innitiative, emphathy, confidence, integrity, self-control, leadership, problem solving, risk taking and time management.
Mengapa kemampuan hard skill dan soft skill penting bagi seseorang? Karena saat masuk di dunia kerja nanti, bukan hanya kemampuan hard skill secara teori saja yang diperlukan tetapi juga kemampuan soft skill-nya.
Sebuah institusi apapun pasti membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan secara hard skill dan soft skill. Kemampuan tersebut tidak bisa diperoleh dalam waktu singkat saat seseorang masuk dunia kerja, tetapi kedua kemampuan itu sudah harus dilatih sejak di bangku pendidikan.
Sebagai lulusan pendidikan Kesehatan dituntut untuk memahami kemampuan hard skilldan soft skill secara utuh. Seseorang tidak bisa hanya bekerja secara hard skill atau soft skill saja, tetapi kedua kemampuan itu harus bisa berjalan selaras dan seimbang.
Jika keduanya berjalan dengan seimbang, maka semua yang kita kerjakan akan lebih efektif dan efisien. Kita masih tetap bisa belajar dalam situasi dan kondisi apapun. Selagi masih ada kesempatan, teruslah belajar untuk mengasah kemampuan hard skill dan soft skill kita. Tujuannya agar ilmu kita bermanfaat dan tetap bisa bekerja dengan hati.
Al Ghazali mengatakan, “Bantinglah otak untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya guna mencari rahasia besar yang terkandung di dalam benda besar yang bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita dalam hati sanubari, yaitu pelita kehidupan jiwa.” (*)