MALANG POSCO MEDIA-Sejumlah bangunan ikonik di Malang merupakan karyanya. Ia bahkan tercatat dalam deretan 100 arsitek potensial di Indonesia. Dia adalah Haris Wibisono, arsitek gedung Malang Creative Center (MCC).
Pembawaan yang tenang dan mimik wajah yang kalem, selalu tercermin di diri Haris Wibisono. Berpenampilan yang selalu elegan, pria yang akrab disapa Nino ini profesional menjadi seorang arsitek. Meski tampak kalem, hasil desain arsitekturnya selalu menggugah decak kagum banyak orang.
Ia merupakan sosok di balik megahnya gedung Malang Creative Center (MCC). Juga salah satu dari beberapa arsitek yang menangani revitalisasi Alun-Alun Merdeka pada 2014 lalu. Tidak hanya itu, Nino juga arsitek yang merancang gedung LVRI Kota Batu, Kantor Pabrik Nivea PT Beiersdorf Singosari, Masjid Al-Ghifari Kota Malang, dan rumah Alvin di Kota Malang.
Nino berada dalam deretan 100 arsitek potensial di Indonesia. Seperti yang tercantum dalam buku kompilasi 100+ Indonesian Architecture Firms & Emergings yang disusun Imelda Akmal Architectural Writer (IAAW) pada 2019 lalu.
Di dalamnya banyak arsitek arsitek ternama, baik di tingkat nasional hingga yang sudah internasional.
“Kebetulan yang dari Malang memang hanya saya. Jadi sebelumnya dilakukan kurasi dari beberapa kota, dipetakan dan muncul 100 arsitek. Ada arsitek terkenal Indonesia dan di tingkat internasional,” jelas Nino kepada Malang Posco Media.
Capaian ini tentu tak instan. Nino telah menekuni profesi arsitek sejak 2002. Sudah 22 tahun ia bergelut dengan rancang gambar dan desain bangunan.
Sejak lulus dari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITN Malang pada 2002, ia langsung mantap menjadi seorang arsitek.
Hanya beberapa tahun kemudian, yakni tepatnya pada 2005 dia sudah tergabung dalam organisasi profesi arsitek di Malang. Yakni Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Malang. Nino bahkan sempat didapuk menjadi Ketua IAI Malang pada 2009.
Tentu bukan jalan yang mulus yang ia tempuh. Jalan berliku dan suka duka telah dilewatinya tanpa menyerah. Profesi arsitek, sejak dulu hingga sekarang, bagi masyarakat umum, memang masih banyak yang belum memahami sepenuhnya. Banyak yang memandang secara materialistis dan banyak yang merasa jasa desain arsitek terlalu mahal.
“Pernah sampai ada klien yang tidak bayar. Orang merasa bahwa menggambar itu dianggap bukan sesuatu yang mahal. Padahal tanpa gambar tidak bisa membangun dengan baik. Beberapa kali seperti itu. Terus juga ada yang hanya bayar separuh, misalnya sudah sepakat Rp 30 juta cuma dibayar Rp 12 juta,” kenang Nino.
Padahal, lanjut Nino, dari segi proses desain arsitek sendiri, bukan suatu hal yang sederhana. Ada banyak tahapan sebelum menjadi desain arsitektur seperti yang diinginkan. Artinya, dari segi teknis tidak mudah, dan dari segi waktu prosesnya, juga tidak sebentar.
Untuk desain arsitektur satu rumah tinggal, ia memperkirakan normalnya sekitar dua bulan proses menggambarnya. Tergantung luasan dan dimensi bangunannya. Sementara untuk harga, juga cukup bervariasi tergantung luasan dan dimensi bangunan.
“Kalau saya, misalnya harga rumah Rp 1 Miliar desain arsitek empat persen, bisa tiga persen. Tidak tentu tergantung fungsi. Paling lama saya kerjakan tiga bulan. Kalau lebih besar tentu lebih lama. Misalnya seperti MCC itu, proses DED (Detail Engineering Design) empat bulan, skematisasi desainnya 1,5 bulan. Jadi hampir enam bulan kalau besar,” beber pria kelahiran 13 januari 1979 ini.
“Belum lagi kadang kalau ketemu klien yang agak cerewet tapi sebenarnya dia itu tidak bisa menerjemahkan keinginannya dia sendiri. Akhirnya biasanya kami tawarkan alternatif desain,” sambung Nino
Menjadi seorang arsitek, juga ada tantangan tersendiri yang sering dihadapi. Yakni rentan adanya perbedaan antara perencana atau arsitek, dengan pelaksana atau kontraktor. Hasil bangunan dari pekerjaan kontraktor, bisa saja menjadi tidak sesuai dengan hasil gambar desain arsitektur yang telah dirancang.
Ini bisa terjadi lantaran sulitnya menyatukan pemahaman antara perencana dan pelaksana. “Iya itu juga suka dukanya jadi arsitek. Yang dibangun oleh kontraktor ternyata kurang sesuai dengan yang direncanakan. Sebenarnya ada porsi kesalahan masing-masing antara perencana dan pelaksana. Maka saat ini sudah ada peraturan baru, sekarang ada tim khusus yang mengevaluasi,” sebut Nino.
Terlepas dari itu semua, Nino yang pernah menjadi Tim Ahli Bangunan Gedung Pemkot Malang periode 2013-2015 ini selalu semangat menjadi arsitek bahkan berkomitmen untuk lebih mengenalkan profesi arsitek secara meluas.
Diakui Nino, secara kuantitas, jumlah arsitek yang ada di Malang memang masih sangat terbatas atau minim sekali.
Jumlah arsitek yang ada, sangat kurang jika dibandingkan dengan jumlah penduduk. Padahal, sesuai aturan terbaru dari pemerintah, tiap bangunan atau gedung harus mempunyai izin bangunan atau dokumen perencanaan teknisnya. Khususnya terkait PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). Dengan kata lain, sudah semestinya tiap orang yang membangun gedung seperti sekolah, kantor, rumah sakit atau gedung lain non hunian menggandeng jasa arsitek.
“Kalau tidak pakai arsitek, bisa kelabakan. Di Malang, arsitek yang bersertifikat hanya 100-an dari 500-an arsitek. Yang disebut arsitek yang memenuhi UU arsitek. Jadi iklim peluang dan potensinya, masih butuh banyak arsitek. Masih banyak bangunan yang belum memiliki izin bangunan,” bebernya.
Dengan demikian banyaknya kebutuhan arsitek, ini menjadi peluang yang besar juga bagi generasi muda di Malang, yang notabene mulai banyak bergeser ke sub sektor industri kreatif arsitek ini.
Maka dari itu, Nino melalui organisasi IAI, ia punya beberapa misi kedepan untuk memberikan pemahaman yang mendalam kepada masyarakat terkait profesi arsitek ini.
“Akan kami beri pemahaman, termasuk tentang mahal atau tidaknya jasa arsitek. Selama ini jasa desain kalau dikonversi, ada yang mengkonversi dengan meter persegi. Ada yang per meter persegi hanya Rp 80 ribu, artinya tidak jauh dengan jasa tukang. Bedanya tukang tenaga memasang, kami untuk membuat gambar. Itu saja kami sudah dinilai kemahalan,” tegasnya.
Selain pemahaman kepada masyarakat dengan sosialisasi, Nino bersama IAI sering mengadakan pameran arsitektur yang memuat profil dan penjelasan dari tiap karya arsitektur. Tujuannya agar memberikan pemahaman bahwa ilmu arsitektur ini tidak sederhana dan prosesnya panjang.
Nino pun mengajak generasi muda untuk lebih menyadari betapa berpengaruhnya arsitektur di tiap sisi kehidupan. Hal ini membuktikan bahwa arsitektur memegang peranan penting di lingkungan. Ia mencontohkan, saat ini banyak ruang publik yang didesain dengan sangat apik secara arsitektur. Seperti kafe, gedung, hingga destinasi wisata.
“Masyarakat sekarang suka selfi di tempat yang ‘instagramable’ dan itu selalu ada setting arsitektur. Misalnya di kafe, sekarang kan banyak yang keren arsitekturnya, lalu seperti Kayutangan, itu ruang publik kotanya dibuat dan desain seperti demikian. Itu produk arsitek. Tinggal memberikan kesadaran mereka, pentingnya arsitektur ini,” papar Nino yang kini juga menjadi Anggota Komite Ekonomi Kreatif (KEK) Kota Malang ini.
Nino pun juga bahkan tak segan mengajak anak-anak muda menjadi seorang arsitek. Selain mendapatkan kepuasan pribadi yang tidak ternilai, juga bisa mendapatkan keuntungan finansial yang menjanjikan.
“Yang jelas arsitek itu seperti hobi yang dibayar. Berawal dari merancang bangunan, kalau ditekuni dengan baik akan bisa menghasilkan pundi-pundi uang,” tutup pria yang juga hobi fotografi arsitektur ini. (ian/van)