spot_img
Sunday, January 5, 2025
spot_img

Hasto Memang Kasus Politik, Juga Ranah Hukum

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Selasa 24 Desember 2024 menjadi hari kelabu buat Hasto Kristiyanto Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menjelang Natal, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penetapan ini, rentetan kasus Harun Masiku yang dijerat dalam dua kasus yaitu suap dan perintangan penyidikan (obstruction of justice).

          Hasto menempatkan Harun di Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Sumatera Selatan memperoleh 5.878 suara. Berupaya Harun menggantikan Nazaruddin Kiemas meninggal dunia. Pergantian antar waktu (PAW) seharusnya diberikan kepada Riezky Aprila yang memperoleh suara sebesar 44.402 pada Dapil tersebut.

          Hasto mengajukan judicial review kepada Mahkamah Agung (MA) 24 Juni 2019. Putusan MA tidak ditindaklanjuti oleh KPU, sehingga Hasto meminta fatwa kepada MA. Hasto berupaya Riezky bersedia mengundurkan diri diganti Harun walaupun ditolak. Hasto melalui Saeful Bahri orang kepercayaan Komisioner KPU Wahyu Setiawan menemui Riezky meminta mengundurkan diri.

          Surat undangan sebagai anggota DPR RI atas nama Riezky ditahan Hasto dan meminta Riezky mundur setelah pelantikan. Hasto berupaya melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri. Hasil pengembangan penyidikan uang yang digunakan sebagian berasal dari Hasto. Wahyu divonis tujuh tahun penjara dan sudah bebas bersyarat 6 Oktober 2023. Tio divonis 4 tahun penjara dan Saeful divonis 1 tahun 8 bulan penjara.

          Hasto menggiring ke ruang publik kasus penetapan dirinya oleh KPK sebagai tersangka berbau politis, karena selalu memperjuangkan kebenaran dan pergantian antar waktu adalah kewenangan PDI-P. Pertanyaannya apakah ini kasus suap atau kasus politis, maka dari sudut pandangan para pakar politik dan pakar hukum atas dugaan terhadap Hasto.

Memang Politis

          Kasus Hasto, pertama dalam ranah politik. PAW anggota DPR RI terpilih memang dalam ranah politik yang ditangani PDI-P kepada sesama kadernya. Riezky dan Harun Dapil I Sumatera Selatan. Kedudukan Hasto sebagai pejabat Sekjen PDI-P dapat/ bisa mengatur komposisi dan pemindahan Dapil demi kebutuhan partai sesuai dengan aturan.

          Jika, pergantian atau pengajuan orang per orangan tidak dengan melibatkan pejabat publik Komisioner KPU Wahyu adalah persoalan politik. Persolannya masuk ke ranah hukum, karena disertai dengan cara penyuapan yang dilakukan orang-orang dekat Wahyu atas perintah Hasto dan uang suap itu sebagian adalah dari Hasto.

          Saling menyuap dalam tubuh partai apapun untuk kepentingan pribadi, partai manapun sudah menjadi “rahasia umum” disertai dengan janji, pemberi uang, jasa atau barang lain. Hal ini, menyebakan para Caleg yang tidak memiliki akses atau jaringan dengan petinggi partai walaupun memperoleh suara tebanyak akan diganti oleh Caleg memperoleh suara sedikit.

          Bisa terjadi pada satu Dapil memaksa Caleg yang urutan ketiga dari partai yang sama terpilih dan dilantik. Caleg posisi satu dan kedua mengundurkan diri agar memberikan kesempatan kepada Caleg urutan ketiga. Atau menggeserkan suara sesama partai atau bukan sesama partai dalam satu Dapil dilakukan oleh oknum KPU setempat. Sudah menjadi kebiasaan setiap Pemilu. Moral dan etika politik dari oknum partai/ penyelenggara Pemilu semakin tidak dipercayai oleh masyarakat.

Bola Liar

          Kasus Hasto semakin menjadi bola liar lari ke mana-mana, dan melibatkan sesama anggota partai, bahkan  melibatkan oknum partai yang lain. Salah satu contoh, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly yang mencopot Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F. Sompie dengan alasan menghindari konflik kepentingan dalam penanganan kasus Harun.

          Pernyataan Ronny bahwa Harun berada dalam negeri 7 Januari 2020 dibuktikan dengan fakta rekaman CCTV di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, sedangkan Yasonna mengatakan masih berada di luar negeri belum berada dalam wilayah Indonesia. Yasonna dicekal ke luar negeri dalam kasus Harun. Peristiwa dan fakta akan membuktikan, apabila penegak hukum bekerja atas nama bangsa dan negara, bukan kepentingan kelompok orang lain yang menjadi sponsor.

Proyek di Luar Dapil

          Contoh berbagai kasus yang dilakukan oleh anggota DPR bekerjasama dengan kemitraan departemen yang tergabung dalam Komisi di DPR. Alasan adalah permintaan dari fraksi atau partai untuk memberikan sebagian kepada Dapil lain di luar Dapil yang bersangkutan. Hal yang sama dilakukan oleh anggota DPRD Provinsi penerima dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) hampir seluruh anggota menerimanya, hanya 5 orang yang tidak menerima.

          Pokmas yang harus dibagikan/ dikerjakan oleh anggota DPRD Dapilnya, tetapi bergeser ke Dapil lainnya. Dengan alasan untuk pemerataan/ mengentaskan kemiskinan/ pengangguran, maka fraksi dan partai menggeserkan ke Dapil lain. Secara fisik fiktif, hanya terpenuhi administrasi. Ketika BPK/ Kejaksaan/ KPK melakukan penyelidikan di lapangan menemukan hal ini. Siapa yang disalahkan.

          Apakah anggota DPR/ DPRD Provinsi yang berada di Dapilnya ataukah pelimpahan kesalahan kepada fraksi atau partai yang bersangkutan. APBN/ APBD Provinsi semuanya salah satu komponen adalah pajak perusahaan/ restoran/ hotel/ perorangan/ bangunan/ tanah/dll, tetapi digunakan oleh anggota DPR/ DPRD Provinsi yang bukan haknya.

          Kasus Harun merupakan gunung es yang mulai mencair ketika musim kekuasaan berganti kekuasaan. Hal ini, wajar karena rakyat menuntut keadilan hukum/ kepastian hukum dari penegak hukum dan pemerintah yang berkuasa. Bercermin dari kasus politik yang membahwa bencana ke ranah hukum. Menghindari hal ini, semua berpulang kepada moral/ etika penyelenggara negara/ elit politik/ elite partai/ elit ekonomi. Semoga.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img