Pengusaha Mengeluh, Pajak Naik 40 Persen Hingga 75 Persen, Kebijakan Pemerintah Pusat Tak Sesuai Kondisi Daerah
MALANG POSCO MEDIA– Kalangan pengusaha hiburan dan kelab malam sulit bersenang-senang. Pemerintah menaikkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan. Jumlah kenaikannya sebesar 40 persen dan maksimal 75 persen.
Tempat hiburan yang terkena imbas di antaranya karaoke, kelab malam hingga spa. Para pengusahanya galau. Sebab dunia hiburan belum menggeliat. Salah satu kondisinya tampak pada pajak hiburan yang dikutip pemda di Malang Raya tahun 2023 lalu tak menggembirakan. Sebab capaiannya tak mencapai target.
Paguyuban Hiburan (Pahiba) dan pengusaha tempat hiburan di Kota Batu langsung menanggapi kenaikan pajak itu. Apalagi kenaikan pajak ini terbilang besar. Yakni dari 25 persen naik menjadi 40 persen.
Pahiba dan pengusaha tempat hiburan merasa keberatan. Operasional Manager salah satu pusat hiburan malam di Kota Batu, Rudi Kuncoro merasa berat lantaran pajak dinaikan 40 persen dari yang sebelumnya 25 persen.
Apalagi kondisi tempat hiburan saat ini disebut Rudi dalam kondisi lesu. “Berat kalau segitu (40 persen.red), kami pasti gulung tikar,” ujarnya kepada Malang Posco Media, Minggu (14/1) kemarin.
Menanggapi hal itu, lanjut Rudi, nantinya akan disosialisasikan terlebih dahulu kepada pengelola tempat hiburan lainnya, termasuk karoke.
“Nanti kami konsolidasi dengan teman-teman pengelola karoke lainnya,” imbuhnya.
Rudi berharap agar kenaikan pajak di tempat hiburan tidak terjadi. Sebab kondisi pusat atau usaha hiburan saat ini tidak seperti sebelum Pandemi Covid -19.
Normal pajak disebut Rudi di angka 20 persen sampai 25 persen. Terpisah, menurut Ketua Pahiba Mustakim, kenaikan pajak hingga 40 persen memberatkan pengusaha tempat hiburan, termasuk tempat yang ia sewa. Bila dinaikkan, kata Mus sapaan akrabnya, akan berdampak pada penurunan tamu. Di Kota Batu, dibeberkan Mus terdapat 10 tempat karaoke.
“Ya, pastinya akan berkurang (tamu.red). Karena tamu akan menjerit bila biaya sepenuhnya dibebankan kepada tamu. Jangankan 40 persen, kadang 10 persen saja sudah ribut, apalagi 40 persen,” tambahnya.
Kenaikan PBJT untuk jasa hiburan sebesar 40 persen dan maksimal 75 persen juga dirasa berat di Kabupaten Malang.
Apalagi tempat hiburan baru saja bangkit dari keterpurukan akibat pandemi. Ketentuan pajak itu tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Pada Pasal 58 tentang Pajak Hiburan dan Jasa Tertentu, tarif khusus PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 4O persen dan paling tinggi 75 persen.
Salah satunya dikeluhkan Budi Kriswanto, pelaku usaha karaoke di Kepanjen. Dia menyebut kebijakan pajak tersebut perlu dipertimbangkan lebih jauh. “Ada kenaikan sampai 45 persen atau 75 persen, sebagai pelaku usaha karaoke, ya pasti berat. Harapannya ada evaluasi lagi untuk kenaikan pajak,” katanya saat dikonfirmasi, kemarin.
Kondisi sulit, kata Budi, baru saja dilalui oleh pelaku usaha karaoke seperti dirinya. Pembatasan saat pandemi Covid-19 membuat sebagian besar tak mampu untung bahkan hingga harus tutup.
Sedangkan jika pajak dibebankan pada pengunjung dikhawatirkan kenaikan tarif akan membuat pengunjung berpikir ulang. Dikatakan, pelaku usaha di Kabupaten Malang juga mulai banyak menjamur dan bermunculan. Hal tersebut lantaran ingin menangkap peluang kembalinya aktivitas masyarakat. Untuk menggerakkan ekonomi, baginya perlu pelonggaran urusan pajak hingga pelaku usaha hiburan lebih leluasa.
“Di Kabupaten Malang sudah banyak, mungkin di Kepanjen juga ada puluhan pengusaha. Termasuk yang baru. Intinya pajak harus dikaji kembali dan dievaluasi agar tidak memberatkan,” tegasnya.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Malang tahun 2023 lalu menargetkan pajak hiburan mencapai Rp 20,8 miliar. Sedangkan yang tercapai sekitar Rp 10,7 Miliar atau 51 persennya. Jumlah ini, menurut Kepala Bapenda Made Arya Wedhantara, dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya beberapa hiburan insidentil terhenti. Seperti pada pertandingan sepak bola Arema FC.
Sementara itu kenaikan pajak hiburan diamini Made. Serta Pemkab dan DPRD disebut telah menyesuaikan kebijakan dengan perubahan-perubahan pada Peraturan Daerah (Perda). “Sesuai Undang-undang memang seperti itu. Perda kita juga menyesuaikan,” singkat Made.
Menurut dia, penerapannya akan berdampak positif bagi pendapatan daerah. Mengenai dampak bagi pelaku usaha, dirinya belum berkomentar. Ia berharap agar tempat hiburan tetap mendapatkan peminat di tengah masyarakat.
Sementara itu bar atau kelab malam, spa dan massage mulai tahun ini dikenai pajak lebih tinggi dari sebelumnya secara nasional, termasuk Kota Malang.
Kenaikan tersebut berpedoman pada Undang- Undang nomor 1 tahun 2022. Bahwa penetapan pajak hiburan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Kepala Subbidang Pajak Daerah II Bidang Pajak Daerah Badan Pendapatan Daerah Kota Malang Ramdhani Adhy Pradana menyampaikan naiknya pajak hiburan untuk karaoke, bar, spa dan massage ini merupakan kebijakan dari pusat.
Pihaknya yang ada di daerah bertugas menjalankannya. Di Kota Malang pajak hiburan kategori ini naik hingga mencapai 50 persen.
“Pijat, spa atau massage biasanya 25 persen, pajaknya sekarang 50 persen. Karaoke non keluarga 25 persen, sekarang 50 persen juga. Ini naik tapi pajak lain ada yang turun, seperti pajak kos-kosan. Jadi ada yang turun, ada yang naik,” sebut Ramdhani.
Berdasarkan data capaian selama tahun 2023, pajak hiburan di Kota Malang realisasinya mencapai Rp 11,5 Miliar. Angka itu jauh dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp 74 miliar. Dengan besaran target yang sama pada tahun 2024 ini, ia tetap berharap capaian pajak hiburan mendapat hasil positif.
“Tentu kami akan evaluasi. Mungkin potensinya di triwulan satu baru kelihatan berapa besar kenaikan atau penurunannya,” tegasnya. (den/eri/tyo/van)