Lapar merupakan kondisi yang menandakan bahwa tubuh manusia sedang membutuhkan makanan untuk menghasilkan energi. Rasa lapar sendiri terbagi menjadi dua jenis, yakni lapar fisik dan lapar psikologis. Lapar fisik berkaitan dengan jenis dan jumlah makanan yang terakhir kali dikonsumsi, sedangkan lapar psikologis dipicu oleh hal yang bersifat psikis, seperti mudah stres, cemas, atau sekadar bosan.Â
Menurut Pakar Psikolog dan Parenting Dr Aisyah Dahlan, pantang menasihati anak saat perut kosong karena dia tidak siap untuk menerima nasihat.(youtube Pecinta dr Aisah Dahlan, Cht/1/4/2023). Menasihati anak ternyata membutuhkan berbagai trik yang bisa dilakukan agar bisa tersampaikan dengan baik. Ketika anak dinasihati dalam kedaan lapar semua akan terasa percuma. Semua yang dikatakan akan sia-sia karena tidak akan bisa dipahami anak karena kondisi meraka sedang tidak siap.
Dalam dunia pendidikan hal ini senada dengan siswa yang berangkat dalam kondisi siap dan perut tercukupi tentu akan berbeda dengan siswa yang berangkat dengan rasa lapar. Siswa yang mengalami rasa lapar ini akan sulit berkonsentrasi dalam kegiatan sehari-hari. Jika membiarkan perut kosong dalam waktu yang lama, dapat berdampak buruk untuk kesehatan tubuh.
Tidak bisa dipungkiri siswa yang berasal dari keluarga hangat, tercukupi lahir dan batinnya akan membuat proses pembelajaran menjadi lebih mudah. Lahir yang dimaksud bisa kita lihat dari hal mudah yaitu keluarga yang terbiasa menyiapkan sarapan anak-anaknya sebelum mereka memulai hari walau dengan lauk sederhana.
Bapak Pendidikan Nasional Indonesia Ki Hajar Dewantara mengatakan tri pusat pendidikan bahwa di dalam hidupnya anak-anak ada tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya, yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, meliputi tiga hal, yakni pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat.
Begitu besar andil keluarga dalam perkembangan dan kesiapan anak dalam pembelajaran mereka ketika di sekolah. Ketiganya memiliki andil penting dalam kehidupan seorang anak. Dalam hal ini bukan hanya guru yang menjadi tombak utama untuk mewujudkannya, tetapi keluarga dan masyarakat ikut serta dalam mewujudkan pendidkan karakter.
Peran guru selain sebagai pendidik juga diharapkan bisa menjadi fasilitator, motivator administrator dan evaluator. Begitu banyak peran guru terhadap keberhasilan anak didiknya. Namun hal ini bisa dilakukan jika guru dan siswa ada dalam satu komitmen yang baik dalam pembelajaran. Siswa siap menerima dan guru yang siap memberikan sehingga terjadi situasi yang ceria dan menyenangkan ketika di kelas.
Namun pada kenyataan, banyak guru di sekolah menemukan fakta yang cukup berbeda. Hal ini yang terkadang tidak disadari oleh orang tua. Bagaimana siswa akan siap menerima pelajaran jika mereka tidak bersemangat. Ketika ditanya oleh guru, mereka mengaku bahwa mereka merasa lapar karena belum sempat makan apapun di pagi hari.
Hal ini mungkin saja terjadi karena terkadang ada beberapa orang tua tidak sempat memerhatikan sarapan pagi buah hatinya. Kesibukan kedua orang tua yang bekerja serta pola makan keluarga yang memang tidak biasa menyempatkan sarapan di pagi hari menjadi salah satu penyebabnya.
Faktor lainnya bisa juga karena jarak sekolah yang cukup jauh menyebabkan kekhawatiran akan terlambat jika sarapan terlebih dahulu. Waktu masuk jam pertama di sekolah pada umumnya adalah pukul 06.30-07.00 WIB. Lokasi yang jauh dan khawatir terjebak kemacetan di jalan menjadi salah satu penyebab anak dan orang tua terburu-buru sehingga melewatkan sarapan.
CEO Foodbank of Indonesia Hendro Utomo mengatakan, survey FOI pada 2020 yang dilakukan di 12 kabupaten mencatat 1 dari 3 anak berada dalam kondisi perut kosong atau dalam kondisi lapar tersembunyi (hidden hunger) selama jam sekolah.(suara.com/19/10/2021). Tubuh siswa terus mencerna dengan menggunakan karbohidrat yang tersimpan sebagai energi. Hal ini tidak baik jika terus dilakukan.
Manfaat sarapan menurut dr. Andry Hartono (2009) adalah menguatkan tubuh anak, mencukupi kebutuhan gizi, menjaga kesehatan, mencegah penyakit maag, menyegarkan otak, meningkatkan daya konsentrasi anak dan membudayakan hidup sehat.(rsupsoeradji.di/7/10/2021). Meski belajar tampaknya tidak membutuhkan banyak gerakan namun sebenarnya pada saat berpikir, tubuh tetap memerlukan kalori. Tanpa aktivitas fisik apapun, tubuh membakar 320-350 kalori setiap harinya hanya untuk berpikir.
Sarapan dan Bawa Bekal
Ada solusi bagi siswa yang rumahnya jauh dari sekolah dan tidak sempat sarapan. Orang tua bisa membawakan menu makan pagi dalam kotak bekal untuk dinikmati siswa ketika di sekolah nanti. Alangkah baiknya jika guru memahami ketika ada beberapa siswa yang sulit konsentrasi dan terlihat tidak bersemangat.
Guru bisa bertanya apa alasan mereka tidak bersemangat di pagi ini. Guru juga bisa menawarkan sejenak waktu siswa untuk menikmati isi kotak bekal yang telah dibawa dari rumah. Tentu dengan kesepakatan semisal 10-15 menit siswa fokus menikmati bekal tanpa mengobrol dengan teman duduknya.
Jika mereka benar-benar lapar, bisa kita lihat mereka biasanya fokus menikmati isi kotak bekal masing-masing. Hal ini dirasa cukup efektif karena selain mengisi perut yang lapar, siswa juga bisa menyelesaikan komitmen dengan guru tersebut. Meskipun ada sebagian guru yang memberikan waktu sejenak untuk siswa mengisi perut. Namun, tidak dipungkiri tidak semua guru bisa melakukan hal ini.
Banyak kendala yang harus dihadapi jika ingin meluangkan waktu di jam pertama. Jika di hari itu ada penilaian harian dengan waktu yang cukup terbatas tentu akan sedikit menyulitkan jika dikurangi waktu sarapan. Alasan lain bisa juga karena guru mata pelajaran tersebut hanya mendapat satu jam pelajaran di kelas tersebut. Contoh mata pelajaran yang memiliki sedikit jam adalah bimbingan konseling, riset dan Bahasa Jawa. Hal ini tentu akan menyulitkan jika memaksakan guru tersebut mengurangi jam pelajaran.(*)