Oleh : Gus H. Achmad Shampton, M.Ag
Kepala Kemenag Kota Malang
Puasa adalah kewajiban bagi setiap muslim. Namun Allah SWTberfirman: “La yukallifullahu nafsan illa wus’aha” Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Surat Al-Baqarah ayat 286.
Merujuk pada ayat ini dan beberapa ayat penegas lainnya, Allah memberikan keringanan bagi mereka yang tidak mampu menjalankannya. Dr. Muhammad al-Zuhaili dalam al-Muktamad Fi Fiqhi al-Syafii Juz 2 halaman 195 menuturkan bahwa bagi seorang yang bepergian jauh sekitar 85 km atau lebih, ia diperkenankan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan dan punya kewajiban qadla’. Hal ini didasarkan pada penjelasan al-Baqarah 185.
Hanya saja yang diperkenankan mengambil keringanan ini, adalah orang-orang yang bepergian bukan untuk orientasi maksiat. Karena kaidah “la rukhshota fil ma-ashi” tidak ada keringanan untuk kemaksiatan. Karenanya syarat mutlak mereka yang mengambil keringanan ini harus dalam perjalanan yang diperkenankan.
Yang sering dilewatkan oleh para musafir yang ingin mengambil keringanan adalah syarat bahwa ia harus mengawali perjalanannya sebelum waktu Subuh. Bila ia keluar rumah setelah Subuh maka tidak diperkenankan mengambil rukhshoh atau keringanan dalam perjalanan.
Begitu juga bila ia telah mukim disuatu tempat, pada pagi hari sudah berpuasa. Ia tidak diperkenankan untuk mengambil keringanan tidak berpuasa saat bepergian siang harinya. Yang tidak dipahami banyak orang adalah memutus ibadah termasuk didalamnya puasa. Dalam surat Muhammad 33, Allah berfirman “walaa tubthilu a’malakum” janganlah engkau membatalkan amalmu. Kecuali dalam kondisi darurat yang membuat ia harus membatalkan puasa. Alasan pembolehan tidak berpuasa bukan karena alasan bepergian tetapi karena kondisi terpaksa.
Orang yang bepergian di bulan Ramadan diperkenankan tidak berpuasa dengan ketentuan seperti diatas. Namun ini hanya bersifat pilihan. Sayyidah Aisyah menceritakan bahwa Hamzah Ibn Amr al-Aslami pernah bertanya pada Rasulullah; “Wahai Rasul, apa aku berpuasa diperjalanan?” Rasulullah menjawab: “bila kau inginkan kau boleh berpuasa dan bila mau kau boleh berbuka”. Abu Darda’ menceritakan bahwa ia pernah bepergian Bersama Rasulullah di bulan Ramadan pada saat panas yang sangat terik. Tak satupun yang mengikuti Rasulullah berpuasa kecuali Rasulullah sendiri dan Abdullah Ibn Rawahah.
Abi Said al-Hudry juga menyatakan bahwa ia pergi berperang bersama Rasulullah di bulan Ramadan. Diantara rombongan pasukan itu ada yang tetap berpuasa, ada pula yang tidak berpuasa. Anas Ibn Malik menceritakan bahwa saat ada yang berbuka dan ada yang tetap berpuasa itu, para sahabat tidak satupun yang saling mencela satu sama lain.
Berpijak pada ketentuan ini, mereka yang berbuka dalam perjalanan dan telah mengikuti ketentuan keberangkatannya sebelum subuh dan bepergian untuk perjalanan yang diperkenankan, ia boleh berbuka. Anas Ibn Malik menyatakan: “Bila engkau tidak berpuasa, itu adalah keringan dari Allah dan bila engkau tetap berpuasa maka hal itu adalah keutamaan.” Allah menegaskan: “wa antasumu khairal lakum” andai engkau tetap berpuasa maka hal itu lebih baik bagimu.
Hanya saja sebagaimana firman Allah yang menegaskan tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, bila puasa menyebabkan ia bersusah payah dalam perjalanan, terasa sangat berat maka ia boleh berbuka. Dan berbuka dalam kondisi tubuh tidak kuat dalam perjalan ini lebih utama daripada memaksakan diri untuk berpuasa.
Jabir meriwayatkan bahwa suatu hari ada seorang yang duduk dibawah pohon yang memercikkan air ke tubuhnya dan wajahnya. Saat Rasulullah melihat, ia menanyakan kenapa melakukan hal itu? Para shahabat menjawab: “ia puasa ya Rasulullah”. Rasulullah kemudian berkomentar: “berpuasa diperjalanan tidak ada kebaikannya.”
Dari sini kita bisa menyimpulkan, bila kondisi tubuh tidak sehat dan harus melakukan perjalanan maka sebaiknya berangkat sebelum subuh agar tidak membatalkan puasa ditengah jalan. Allah memberi keringanan bagi mereka yang tidak kuat dengan berbagai kendala. Tetapi kita juga tidak boleh meremehkan kewajiban puasa ini bila kita mampu menjalankannya. Wallahu a’lam. (*)