Tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Tahun ini merupakan peringatan Hari Ibu yang ke-95. Peringatan Hari Ibu tak sekadar dimaknai sebagai perayaan mother’s day secara umum. Lebih dari itu, Hari Ibu dapat diartikan sebagai momen penting bagi penghargaan dan penghormatan terhadap seluruh perempuan atas peran, dedikasi, serta kontribusinya bagi keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Momentum peringatan Hari Ibu di tahun politik saat ini juga bisa digunakan untuk menengok kembali posisi dan peran ibu atau perempuan di kancah politik. Perempuan di negeri ini memang masih harus terus berjuang. Seperti halnya sosok perempuan dalam film Gadis Kretek yang mengalami diskriminasi dalam kehidupannya. Dalam dunia politik saat ini, para perempuan juga masih harus berjuang menyejajarkan posisinya dengan para politisi laki-laki.
Gadis Kretek merupakan adaptasi dari novel fiksi sejarah yang berjudul sama karya Ratih Kumala. Serial 5 episode ini sudah tayang di Netflix sejak 2 November 2023 lalu. Serial Gadis Kretek digarap oleh dua sutradara sekaligus yakni Kamila Andini dan Ifa Isfansyah. Serial ini dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo dengan setting waktu di dua zaman yang berbeda. Dian Sastro memerankan tokoh sentral menjadi seorang perempuan yang dianggap sebelah mata oleh laki-laki.
Gambaran seperti dalam cerita yang dialami Dasiyah dalam film Gadis Kretek serupa dengan kondisi perempuan saat ini di dunia politik. Perempuan dalam ranah politik masih termarginalkan. Dari sisi perempuan itu sendiri juga masih belum banyak yang tertarik terjun di dunia politik. Sehingga untuk memenuhi kuota 30 persen perempuan di parlemen masih menjadi persoalan yang serius.
Politik di negeri ini memang terlampau keras dan kasar. Kondisi inilah yang bisa memicu pandangan bahwa politik itu lebih cocok untuk laki-laki. Praktik politik yang keras dan lebih sering menghalalkan segala cara menjadi kurang cocok dengan karakter perempuan yang secara kondratnya lebih mengedepankan hati dan perasaan. Namun, kalau perempuan tak tertarik dalam politik bisa jadi perjuangan dan suara kaum Hawa ini bisa semakin tak terdengar.
Perempuan dan Politik
Sosok perempuan tak bisa lagi dianggap sebagai konco wingking dalam politik. Suara perempuan tak bisa dianggap remeh. Perannya sangat strategis dalam pembangunan bangsa ini. Kaum emak-emak tak bisa hanya dijadikan pelengkap semata. Suara perempuan juga tak bisa hanya digunakan sebagai komoditas politik. Perempuan mestinya tak hanya direbut suara politiknya saat pemilu dan selanjutnya dilupakan dan tak diurus aspirasi politiknya kelak.
Kehadiran perempuan khususnya dalam politik masih terasa hanya sebagai tim pelengkap mobilisasi saat pemilu. Peran emak-emak seharusnya tak lagi dijadikan objek politik. Harusnya emak-emak menjadi subjek dari politik itu sendiri. Perempuan dalam politik tak hanya gara-gara untuk memenuhi kuota 30 persen. Perempuan dalam politik bukanlah hanya “tambal butuh” atau hanya sebagai pelengkap semata.
Pada pemilu 2024 sebenarnya banyak melibatkan perempuan. Seperti dalam aturan kepengurusan partai politik, juga mewajibkan keterwakilan 30 persen perempuan. Begitu pula saat pendaftaran calon anggota legislatif, juga ada syarat minimal 30 persen keterwakilan perempuan. Demikian halnya dalam penyelenggaraan pemilu, juga mempertimbangkan keterwakilan perempuan.
Merujuk Maurice Duverger (1981) dalam bukunya Sosiologi Politik, percaya bahwa perempuan dalam politik dapat menjadi kelompok penekan (pressure group) untuk meraih suara pemilih di pihak lawan. Sebagai ibu rumah tangga, perempuan diyakini mampu menjadi agen perubahan suara pemilih. Dalam temuan sejumlah riset dinyatakan bahwa kecenderungan perempuan biasanya punya loyalitas politik yang lebih tinggi ketimbang laki-laki.
Untuk itu, pemberian ruang bagi perempuan dalam politik akan memberikan pendidikan politik yang juga akan berdampak pada sikap partisipasi perempuan dalam politik. Kalau ruang sudah diberikan, maka tinggal bagaimana kaum perempuan mengisi ruang politik yang belum maksimal terisi tersebut. Perjuangan kaum perempuan dalam politik akan lebih maksimal bila yang memperjuangkannya adalah kaum perempuan itu sendiri.
Partisipasi Politik
Kenyataan menunjukkan bahwa perempuan bukanlah aktor politik yang dominan dalam ranah politik nasional pada berbagai negara. Hal ini dibuktikan pada periode 2019-2024, hanya 120 orang perempuan yang mampu menduduki kursi DPR RI dari total 560 orang. Jumlah ini merefleksikan bahwa representasi perempuan pada kursi parlemen masih jauh dari cukup. Untuk memperjuangkan isu perempuan pada ranah parlemen masih perlu usaha yang keras. Representasi perempuan sangat penting dalam pengelolaan dan peningkatan kualitas isu perempuan dalam politik.
Merujuk pada hasil pemilu 2019 lalu, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif nasional berada pada angka 20,8 persen atau 120 anggota legislatif perempuan dari 575 Anggota DPR RI. Partisipasi tersebut masih di bawah angka persyaratan 30 persen jumlah calon legislatif perempuan pada saat parpol mendaftarkan diri sebagai peserta pemilu. Data ini dalam konteks nasional belum lagi di daerah-daerah yang kebanyakan jumlahnya di bawah 20 persen.
Partisipasi perempuan dalam politik di Indonesia masih tergolong rendah. Menurut data dari World Bank, negara Indonesia menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen. Rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen bisa jadi masalah serius. Untuk itu partisipasi politik perempuan sangat penting supaya pengambilan keputusan politik lebih akomodatif dan substansial berpihak pada perempuan.
Kalau merujuk film Gadis Kretek, pergulatan cinta, budaya, dan politik yang dilakukan Dasiyah adalah demi pembuktian bahwa perempuan sejatinya makhluk yang berdaya dan tak bisa dipandang sebelah mata. Kalau dulu Dasiyah berjuang untuk melawan diskriminasi dan membela petani tembakau. Kini, perjuangan untuk isu serupa atau isu-isu lain sejatinya bisa dilakukan kaum perempuan lewat jalur politik.
Hubungan antara perempuan dan politik adalah subjek kompleks yang melibatkan berbagai faktor seperti budaya, sejarah, sosial, dan ekonomi. Perempuan masih sering menghadapi diskriminasi dan hambatan dalam dunia politik. Pentingnya representasi politik perempuan di lembaga-lembaga politik sangat ditekankan.
Representasi yang lebih baik dapat membantu memastikan bahwa suara dan kepentingan perempuan diakui dan diwakili dalam pembuatan keputusan politik. Peningkatan partisipasi politik perempuan dapat membantu memastikan bahwa isu-isu pro perempuan diarusutamakan dalam kebijakan politik.(*)