57 tahun yang lalu Indonesia digemparkan dengan peristiwa sadis penculikan dan pembunuhan hingga meninggalnya enam jenderal satu perwira tinggi. Bagaimana tidak gempar? Tujuh orang terpenting di Indoenesia ini dibantai oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), tepatnya pada tanggal 30 September 1965.
Seperti yang pernah dikatakan oleh bung Karno yakni ‘Jangan sekali-kali melupakan sejarah’ (Jas Merah), tentunya dengan mengingat masa kelam tersebut seluruh warga Indonesia harus menolak lupa tentang peristiwa keji yang dikenal dengan G30S/PKI.
Kenapa harus selalu diiingat dan jangan pernah dilupakan? Karena di dalam kejadian atau peristiwa tersebut banyak sekali pelajaran yang dapat diambil oleh generasi saat ini dan masa depan. Baik tentang kekejaman maupun tentang pengkhianatan PKI serta pengorbanan orang-orang penting yang tak berdosa dalam mempertahankan NKRI dan ideology Pancasila.
Mengapa disebut dengan peristiwa pengkhianatan? Karena tujuan utama dari peristiwa G30S/PKI adalah mengkudeta dan melengserkan presiden Sukarno. Beruntung aksi kudeta berdarah ini berhasil ditumpas dan PKI dibubarkan hingga akar-akarnya.
Dalam catatan sejarah, pada tahun 1965 PKI menduduki peringkat ketiga partai terbesar di Indonesia, bahkan di dunia setelah Republik Rakyat China (RRC) dan Uni Soviet. Oleh karena itu, sebagaimana dikutip dari buku sejarah untuk SMK kelas IX yang ditulis oleh Prawoto, beberapa tujuan Gerakan biadap yang pernah dilancarkan dan dilaksanakan G30S/PKI adalah sebagai berikut.
Pertama, Menghancurkan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis. Kedua, Menyingkirkan TNI Angkatan darat dan merebut kekuasaan pemerintahan. Ketiga, Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis. Keempat, Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis. Kelima, Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Sukarno tak lepas dari rangkaian komunisme internasional.
Pancasila Harga Mati
Sebagai dasar negara, Pancasila memiliki nilai luhur yang diterapkan dalam keseharian bermasyarakat. Dalam bukunya yang berujudl ‘Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara’ Ronto menjelaskan fungsi Pancasila sebagai Way of Life atau pandangan hidup bangsa yang mengandung makna bahwa semua aktivitas bangsa dalam kehidupan sehari hari harus sesuai dengan Pancasila.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara berarti Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 dan semua turunan peraturannya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Secara tegas, Pancasila merupakan norma hukum yang tidak boleh dikesampingkan atau dilanggar. Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara adalah harga mati!
Karena itu G30S/PKI, selain mengkudeta Presiden Sukarno, tujuan lainnya juga bakal merubah ideologi Pancasila. Maka gerakan ini pun harus ditumpas dan dibumihanguskan dari negara Indonesia. Organisasinya berikut antek-anteknya dimusnahkan agar NKRI tetap terjaga dan Pancasila tetap suci sebagai ideologi Merah Putih.
Tidak hanya itu catatan hitam PKI. Di masa kepemimpinan Sukarno atau masa Orde Lama, PKI juga beberapa kali berulah dengan senjata kekejamannya. Antara lain pemberontakan PKI Madiun pada 18 September 1948. Tujuannya hampir sama dengan tahun 1965 yaitu mengganti dasar negara Pancasila menjadi komunisme, mengajak petani dan buruh untuk memberontak.
Pada pemberontakan itu, sedikitnya 17 tokoh, di antaranya ialah umat Islam bahkan para ulama, santri yang menjadi korban keganasan dan kebiadaban PKI. Mereka gugur pada peristiwa yang terjadi di Desa Kresek Madiun.
Memberi peluang atau kesempatan kepada PKI setelah memberontak adalah sebuah kesalahan. Ironisnya pasca melakukan pemberontakan, PKI bukannya mengecil tapi justru dominan. Itu terlihat dalam hasil Pemilu 1955. “Padahal pada tahun 1948 secara nyata melakukan pemberontakan. Cukup mengejutkan yang ternyata PKI justru menempati urutan keempat dalam perolehan suara Pemilu pada tahun 1955,” ujar KH Amidhan dalam diskusi “Mengungkap pengkhianatan/ pemberontakan G30S/PKI tahun 1965”, di Aula Gedung MUI, Jl. Proklamasi 51, Jakarta pusat.(tribunnews.com/1/10/2012)
Siapa Dalangnya
57 tahun sudah berlalu, tapi pro kontra siapa dalang G30S/PKI hingga kini belum terjawab dengan tuntas dan jelas. Masyarakat disuguhi data-data yang bersifat pro kontra. Karena tidak ada keputusan pengadilan secara tegas siapa dalang gerakan biadab ini. Ironisnya yang menjadi sasaran utama sudah tentu presiden Sukarno dan Mayor Jenderal Suharto.
Sukarno dicurigai sebagai dalang dikarenakan, beliau sangat dekat dengan PKI dan sempat mencetuskan gagasan NASAKOM yang akhirnya ditolak oleh masyarakat Indoensia karena tidak sepaham dengan ideologi Pancasila. Begitu juga dengan Mayor Jenderal Suharto yang dicurigai sebagai dalang G30S/PKI.
Suharto dicurigai karena banyak yang mempertanyakan dimanakah Suharto pada malam peristiwa 30 September itu. Suharto bahkan disebut-sebut mengetahui rencana penculikan sejumlah jenderal yang diyakini sebagai Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta pada Presiden Sukarno.
Dikutip dari buku John Roosa berjudul Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, Latif bersaksi bahwa ia memberi tahu Soeharto soal rencana penculikan sejumlah jenderal. ‘’Sehari sebelum kejadian itu saya melapor langsung ke Bapak Mayjend Soeharto sewaktu beliau berada di RSPAD sedang menunggui putranya yang ketumpahan sup panas. Dengan laporan saya ini, berarti saya mendapat bantuan moril, karena tidak ada reaksi dari beliau, ‘’ kata Latief.(Kompas.com, 27/9/2022).
Dan yang membuat publik semakin janggal adalah Suharto berhasil ‘mengkudeta’ Presiden Sukarno dalam waktu yang sangat singkat pasca G30S/PKI. Sampai saat ini dalang di balik peristiwa tersebut masih menjadi teka teki misterius bagi masyarakat Indonesia.
Persatuan Indonesia
Terlepas dari pro kontra itu, sebagai masyarakat yang demokratis, sudah seharusnya kita bersikap bijak tidak menyalahkan di antara kedua tokoh tersebut. Dan menghindari konflik di antara kedua belah pihak pendukung tokoh tersebut. Serta menjadikan peristiwa kelam tersebut sebagai pembelajaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dari peristiwa G30S/PKI, kita terutama generasi milenial harus belajar. Ini penting supaya ke depan, kita semua bisa tetap menjunjung tinggi dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila dan melindunginya dari ancaman apapun. Karena Pancasila dan NKRI adalah harga mati.
Dari peristiwa tersebut kita harus belajar bahwasannya banyak sekali orang-orang yang membela penuh ideologi Pancasila menjadi korban keganasan dan kebiadaban PKI. Sudah seharusnya seluruh masyarakat Indonesia, terutama anak-anak muda makin waspada terhadap paham-paham yang tidak sejalan dengan Pancasila.
Bersama-sama Bersatu teguh dalam melawan apapun hal yang bisa mengancam keselamatan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Perebutan kekuasaan hanyalah akan membuat perang saudara di dalam bangsa sendiri, baik itu dalam lingkup kelompok kecil maupun kelompok besar.
Sudah seharusnya para generasi muda saat ini sadar bahwasannya Pancasila yang dicetuskan oleh Sukarno dan lahir dari pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh hebat Indonesia, serta melalui proses yang sangat panjang itu, tidak bisa digantikan. Pancasila Harga Mati!
Oleh karena itu teruskanlah menanamkan ideologi Pancasila ke generasi-generasi muda, karena masa depan NKRI ada di tangan generasi muda, sehingga sejarah kelam yang pernah terjadi di Indonesia ini tidak akan terulang kembali di kemudian hari.
Mengutip dari kata-kata Sukarno yaitu “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Dari kalimat tersebut bisa disimpulkan bahwa sesama bangsa Indonesia haruslah gotong royong dalam menjaga NKRI supaya sesuai dengan Pancasila pada sila ke-3, Persatuan Indonesia. Hindarilah memperebutkan kekuasaan dengan cara yang tidak benar dan tidak sesuai dengan norma-norma Pancasila.(*)