Oleh : Yola Clara Deresta, Febby Ananta Lesatari, dan Putri Wahidatul Azizah
Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang
Selama bertahun-tahun dinasti politik telah menjadi bagian dari perspektif politik Indonesia. Adanya kelanjutan kekuasaan politik dalam keluarga tertentu dikenal sebagai dinasti politik. Di Indonesia, dinasti politik telah menjadi isu yang kontroversial dan mengundang berbagai diskusi, terutama terkait dengan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam sistem politik yang seharusnya menjunjung tinggi demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini seringkali mencerminkan kelemahan demokrasi dan transparansi dalam sistem politik suatu negara.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki lima sila yang menjadi panduan bagi berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu sila yang relevan dalam konteks dinasti politik adalah sila keempat, yaitu “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”. Sila ini menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik melalui perwakilan yang dipilih secara demokratis. Namun, dinasti politik seringkali mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi ini dengan meneruskan kekuasaan dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa melalui proses yang transparan dan adil.
Pancasila, dasar negara Indonesia, mengandung nilai-nilai yang seharusnya menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam kehidupan politik. Sila keempat Pancasila menegaskan kedaulatan rakyat dan musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan. Ini menunjukkan bahwa rakyat harus memegang kekuasaan politik, bukan individu atau kelompok tertentu, seperti dinasti atau keluarga. Ideologi Pancasila bertentangan dengan dinasti politik di mana kekuasaan diwariskan dari keluarga ke keluarga.
Pancasila seharusnya menjadi dasar utama untuk membuat kebijakan politik yang adil dan demokratis. Tetapi dalam kehidupan nyata, dinasti politik seringkali bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila. Misalnya, meskipun sila keempat Pancasila menekankan bahwa rakyat harus terlibat dalam pengambilan keputusan politik, dinasti politik cenderung menghentikan partisipasi masyarakat dengan memonopoli kekuasaan politik di tangan keluarga tertentu.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan saat menerapkan prinsip-prinsip Pancasila dalam dinasti politik. Pertama, menjaga keseimbangan antara partisipasi masyarakat dan kekuasaan politik sangat penting. Kekuasaan biasanya dimiliki oleh keluarga atau kelompok tertentu, tanpa memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi masyarakat. Ini bertentangan dengan dasar demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai sumber kekuasaan tertinggi.
Kedua, dalam melaksanakan Pancasila, elemen transparansi dan akuntabilitas dinasti politik sangat penting. Ketika datang ke dinasti politik, praktik korupsi dan nepotisme sering menjadi bagian darinya. Ini bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kesejahteraan yang menjadi landasan Pancasila.
Ketiga, peran lembaga negara dan sistem hukum juga sangat penting dalam mengawasi dan mengontrol dinasti politik. Meskipun tidak ada larangan eksplisit terhadap dinasti politik dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Keempat, edukasi politik dan kesadaran masyarakat juga menjadi faktor penting dalam upaya mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila terhadap dinasti politik. Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya demokrasi, keadilan, dan pemerintahan yang bersih dari praktik-praktik yang merugikan kepentingan umum.
Implementasi Pancasila dalam dinasti politik Indonesia menjadi semakin penting karena praktik-praktik negatif ini menyebabkan ketidakstabilan politik dan ketidakstabilan. Untuk menerapkan Pancasila sebagai dinasti politik di Indonesia, diperlukan tindakan konkret yang melibatkan berbagai pihak. Pertama, meningkatkan fungsi lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam pengawasan dan penanganan praktik nepotisme dan korupsi dalam dinasti politik. Kedua, kesadaran politik dan hukum masyarakat tentang pentingnya penerapan prinsip-prinsip Pancasila dalam struktur politik Indonesia.
Dianggap buruk, dinasti politik bertentangan dengan prinsip Pancasila. Kesetaraan sosial dan keadilan sosial dirusak oleh dinasti politik yang memberikan keuntungan tidak adil kepada anggota keluarga tertentu. Selain itu, dinasti politik mencegah meritokrasi, yaitu kepemimpinan diberikan kepada individu yang paling berbakat dan berbakat. Nepotisme, suatu praktik yang disebabkan oleh dinasti politik.
Implementasi Pancasila terhadap dinasti politik dapat dilakukan dengan:
- Memperkuat pendidikan politik, masyarakat perlu diberikan pendidikan politik yang memadai untuk memahami bahaya dinasti politik dan pentingnya demokrasi.
- Menegakkan hukum, hukum perlu ditegakkan secara tegas untuk mencegah praktik dinasti politik.
- Meningkatkan partisipasi politik rakyat, rakyat perlu didorong untuk berpartisipasi aktif dalam politik dan memilih pemimpin berdasarkan kualifikasi dan kompetensinya, bukan berdasarkan hubungan keluarga.
- Memperkuat lembaga demokrasi, lembaga demokrasi, seperti parlemen dan partai politik, perlu diperkuat agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam mengawasi dan mengontrol kekuasaan.
Untuk memperkuat demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat, perlu diterapkan nilai-nilai Pancasila pada dinasti politik Indonesia. Tidak berhentinya dinasti politik dapat mengancam stabilitas politik dan merusak nilai-nilai demokrasi yang sangat penting. Akibatnya, untuk menyelesaikan masalah ini dan membangun sistem politik yang lebih transparan, akuntabel, dan berkeadilan, diperlukan tindakan konkret dan kolaboratif dari berbagai pihak.
Membutuhkan upaya lintas sektor dan partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, lembaga negara, dan media massa, untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila terhadap dinasti politik. Dengan menjaga demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat, dinasti politik diharapkan dapat dikontrol sehingga tidak mengganggu prinsip dasar negara dan kesejahteraan bersama. (*)