Tagar #IndonesiaGelap menggema di media sosial (medsos). Gaung #IndonesiaGelap dibarengi dengan aksi demonstrasi mahasiswa di sejumlah daerah. Demonstrasi berlangsung di Malang, Surabaya, Semarang, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Makasar, Samarinda, Padang, Lampung, Banjarmasin, Bali, Aceh, dan sejumlah daerah lain. Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi membawa spanduk bertuliskan #IndonesiaGelap dan sejumlah tuntutan.
Seirama dengan #IndonesiaGelap, para mahasiswa pendemo yang mayoritas berpakaian hitam gelap itu menyuarakan beberapa tuntutan. Soal kebijakan efisiensi anggaran, Makan Bergizi Gratis (MBG), perombakan kabinet, reformasi di berbagai bidang, kebijakan yang pro rakyat, dan beberapa tuntutan lain disuarakan para pendemo lewat corong pengeras suara dan tulisan di spanduk yang mereka bawa.
#IndonesiaGelap menggema di beragam platform medsos. Efek gema (echo chamber effect) medsos menjadikan tagar ini viral dan mampu menggerakkan banyak mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat ikut turun ke jalan berdemonstrasi. Sebagai saluran menyuarakan aspirasi, demonstrasi memang bisa menjadi pilihan bentuk perlawanan. Tak perlu demonstrasi disikapi dengan represif. Demonstrasi mestinya juga tak perlu sampai anarkis.
Demontrasi dalam Demokrasi
Sebagai ekspresi berdemokrasi, demonstrasi itu sah-sah saja. Bahkan demonstrasi itu dijamin oleh undang-undang. Demonstrasi merupakan perwujudan kebebasan masyarakat dalam berbicara (freedom of speech) dan kebebasan berekspresi (freedom of expression). Demonstrasi di negara yang menganut demokrasi merupakan hal yang wajar. Demonstrasi sebagai penyaluran aspirasi yang mungkin tersumbat atau sengaja dimatikan oleh penguasa atau pihak-pihak tertentu.
Demonstrasi itu baik, asalkan sesuai dengan aturan mainnya. Semua kegiatan demonstrasi harus berizin dan mematuhi aturan hukum. Demonstrasi tak boleh mengganggu dan merugikan orang lain. Demonstrasi yang baik tentu tak boleh anarkis dengan membuat keributan dan pengrusakan. Demonstrasi itu merupakan salah satu cara untuk menyalurkan aspirasi yang baik, maka niat dan cara demonstrasinya juga harus dilakukan dengan baik pula. Semua peserta demonstrasi hendaknya menjadikan ajang demonstrasi tak menjadi democrazy.
Serangkaian demonstrasi yang terjadi bertujuan menggugat kebijakan yang tak berpihak pada rakyat. Abraham Lincoln (1863) menyebut demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for the peolple). Demokrasi itu menempatkan rakyat sebagai kedaulatan tertinggi. Slogan dalam demokrasi suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populi Vox Dei).
Demokrasi itu harus menjamin ruang terbuka bagi kebebasan publik. Karena praktik demokrasi yang baik itu menghendaki partisipasi masyarakat. Demonstrasi sebagai salah satu wujud partisipasi masyarakat berfungsi sebagai alat kontrol demokrasi. Demonstrasi harus benar-benar menjalankan fungsi sebagai sarana kontrol, bukan menjadi komoditas ekonomi. Sehingga muncul demonstrasi bayaran, dengan tuntutan yang disuarakan hanya untuk kepentingan pribadi dan sekelompok orang.
Bukan Democrazy
Kemungkaran memang harus dilawan. Segala kemungkaran tak boleh didiamkan. Untuk itu rakyat, mahasiswa, pers, dan semua elemen bangsa harus selalu mengontrol pemerintah. Ketika ada kebijakan yang mungkar karena tak berpihak pada rakyat, maka sudah semestinya kemungkaran itu dilawan. Demonstrasi adalah salah satu saja dari sekian banyak cara dalam menyalurkan aspirasi dan perlawanan.
Kita masih ingat tumbangnya rezim Orde Baru karena demonstrasi yang digelar besar-besaran oleh mahasiswa. Demonstrasi mahasiswa telah terbukti mampu meruntuhkan rezim Presiden Soeharto. Semenjak itu, demonstrasi yang dilakukan mahasiswa punya kekuatan yang sangat diperhitungkan oleh penguasa. Akhirnya demonstrasi banyak dipilih sekelompok orang sebagai sarana untuk mengomunikasikan pesan tertentu dan sarana penyaluran aspirasi.
Namun dalam beberapa kasus, sejumlah demonstrasi dibarengi dengan kerusuhan dan anarkis. Di beberapa tempat demontrasi diwarnai aksi tak terpuji seperti merusak pagar gedung, melempari aparat keamanan, membakar ban, menutup jalan umum, melakukan vandalisme, dan sejumlah aksi “gila” lainnya. Kalau demonstrasi telah menjadi aksi “gila”, tentu makna demonstrasi yang baik itu telah berubah menjadi ajang pameran kegilaan (democrazy).
Demonstrasi sering tak terkendali dan emosional sehingga antara aparat dan pendemo tak jarang terjadi bentrokan. Aksi demonstrasi yang idealnya sebagai sarana menyuarakan aspirasi jadi tercoreng. Aksi demonstrasi yang anarkis bukanlah bagian dari perwujudan demokrasi. Tak jarang demonstrasi disusupi oleh oknum yang sengaja mau mengacaukan keadaan. Kalau demonstrasi sampai anarkis, maka sejatinya tujuan demonstrasi itu telah melenceng.
Dalam demokrasi suara rakyat harus didengar. Saluran-saluran aspirasi rakyat tak boleh dibuntu. Segala bentuk aspirasi rakyat harus ditampung dan diakomodasi. Aksi demonstrasi merupakan salah satu refleksi dari proses demokrasi. Semua pihak seharusnya tak alergi dengan demonstrasi. Pelaku demonstrasi juga harus melakukan aksinya dengan bertanggungjawab. Demonstrasi bukan sarana anut grubyuk dan tak jelas apa yang sedang diperjuangkan.
#IndonesiaGelap semoga segera berganti dengan #IndonesiaTerang karena segala kegelapan itu telah sirna. Para pendemo tentu berharap suaranya didengar, beragam perbaikan segera dilakukan agar situasi gelap itu kembali terang dan para mahasiswa itu kembali belajar dan meningkatkan intelektualnya di kampus.(*)