Cerita Pejuang (1)
Jasad Indra Slamet Santoso dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Untung Suropati Kota Malang. Ia dikenang sebagai pejuang kemerdekaan.
Indra, pria keturunan Tionghoa ini adalah seorang gerilyawan pada masa perjuangan kemerdekaan Tahun 1945. Pada tahun 1958 dianugerahi sebuah tanda jasa atas jasanya dalam perjuangan membela kemerdekaan negara. Tanda Jasa ini diberikan langsung Presiden RI saat itu Ir Soekarno. Dalam surat resminya tertanggal 10 November 1958 itu disebutkan sebagai tanda jasa pahlawan.
Kemudian pada tahun 1981, Indra juga diakui dan dianugerahi Gelar Kehormatan sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan RI oleh Departemen Pertahanan Keamanan saat itu.
Drs Hariadi, salah satu putra Indra Slamet Santoso menceritakan kisah perjuangan tersebut. “Ayah itu orangnya tak pernah gembar-gembor. Memang tidak banyak kisah perjuangan yang diceritakan kepada keluarganya. Kami saja baru tahu kalau ayah itu digelari tanda jasa pahlawan, sertifikat penghargaan dan dokumen-dokumen setelah ayah wafat,” tegas Hariadi menceritakan bahwa ayahnya meninggal di usia 91 tahun, 11 tahun lalu.
Namun Hariadi mengetahui bahwa ayahnya adalah seseorang yang sangat aktif dalam perjuangan kemerdekaan Tahun 1945 di Surabaya. Salah satu hobi ayahnya adalah menulis. Saat itu Indra kerap dicari dan diburu pasukan kolonial Belanda karena aktif melakukan propaganda dengan tulisan.
Yakni menuliskan berbagai kata bersifat ajakan melawan kolonialisme. Seperti “Merdeka atau Mati”, “Ganyang” dan banyak lainnya. Tulisan-tulisan itu bermunculan di berbagai tempat umum di Surabaya.
“Ayah yang saya tahu seperti itu. Dia yang buat tulisan dan ada temannya yang bawa catnya. Menuliskan kata-kata untuk membangkitan semangat kemerdekaan. Di tulis di tembok-tembok rumah, di dinding-dinding, di kereta api, bahkan di tank-tanknya Belanda saat itu,” cerita Hariadi.
Pernah juga Hariadi mengetahui ayahnya ikut berkeliling bersama para pejuang kemerdekaan dan pasukan kemerdekaan di sekitar wilayah Surabaya. Membawa senjata hingga menjadi pengirim pesan.
Indra menurut Hariadi, juga berperan membawa kode-kode sandi perang yang dikirimkan dari satu pasukan komando ke pasukan lainnya saat melawan Belanda.
“Yang saya tahu ayah dulu pengirim sandi-sandi untuk pejuang. Memang tidak ikut di perang secara aktif tapi tugasnya mengirim pesan-pesan itu. Ikut bergerilya. Sempat dikejar pasukan Belanda karena tindakan itu,” jelas Hariadi yang juga pendiri Rumah Makan Ringin Asri Malang ini.
Ia masih ingat bahwa sang ayah pernah menceritakan menyaksikan sendiri kejadian penurunan bendera Belanda di Hotel Yamato di Surabaya saat itu.
Hariadi menceritakan bahwa sang ayah saat itu juga sudah memulai menjadi pewarta berita-berita perjuangan. Seperti menuliskan kejadian perjuangan kemerdekaan pada koran-koran maupun media propaganda saat itu. Ia juga memotret beberapa kejadian perjuangan. Sayangnya dokumen tersebut tidak ditemukan lagi oleh Hariadi.
“Ayah juga suka nulis dan motret saat itu. Pernah saya lihat foto Pak Karno dan Bung Hatta saat di Malang. Saat itu ayah mengabadikan momen,” ungkap Hariadi kepada Malang Posco Media.
Kemudian, setelah masa kemerdekaan karena aktivitasnya selama aktif bergerilya di masa perjuangan kemerdekaan dengan keahlian menulisnya, Menteri Penerangan RI saat itu, Roeslan Abdulgani memberikan kesempatan kepada Indra untuk menjabat di Dinas Penerangan.
Pada Tahun 1966, Indra dipercaya menjadi Kepala Penerangan di Kota Malang hingga Tahun 1977. Dahulu kantor Dinas Penerangan Kota Malang berada di kawasan Jalan Basuki Rahmat (sekitar PLN Malang saat ini).
“Ayah jadi kepala penerangan Kota Malang saat Wali Kota Malang-nya Pak Sugiyono saat itu. Seperti jadi tangan kanannya wali kota,” tegas Hariadi yang juga ahli Feng Shui Kota Malang ini.
Tidak hanya memiliki kisah perjuangan, Indra Slamet Santoso juga memilki segudang cerita sebagai insan pers atau media. Terakhir, sebelumnya meninggal dunia ia tercatat sebagai Komisaris Utama Harian Cetak Malang Post. Ini akan dibahas pada tulisan perjuangan Indra Slamet Santoso berikutnya di Malang Posco Media. (ica/van/bersambung)