.
Thursday, November 21, 2024

Ingat Pesan Sang Kakek Mbah Karimun, Jadi Pengrajin Juga Mengajar

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Tri Handoyo konsisten membuat topeng Malangan. Ia keluar dari pekerjaan sebelumnya, memilih sebagai pembuat topeng. Ia juga mengajar tari topeng Malangan, termasuk di kampus sebagai upaya pelestarian.

MALANG POSCO MEDIA – Tok tok tok … terdengar dari sejauh telinga mendengar. Itu suara alat pahat yang digunakan Tri Handoyo sedang membuat topeng Malangan, Rabu (20/11) pagi kemarin.

Ia sedang bergegas menyelesaikan topeng yang dipesan oleh Pemkot Malang.  “Pemkot Malang memesan sejumlah 400 topeng dan ini harus segera diselesaikan,” kata Handoyo kepada Malang Posco Media saat berkunjung ke sanggar seni topeng  Malang yang  dikelolanya di Dusun Kedungmonggo Desa Karangpandan Kecamatan Pakisaji.  

Handoyo mengatakan  sejak tahun 1992 ia menekuni seni topeng Malangan yang memiliki nilai jual dan telah membangun rumah dari hasil konsistennya. Ia memilih menjadi pembuat topeng untuk meneruskan apa yang menjadi amanat kakeknya dahulu.  

Kakenya adalah Karimun. Dulu terkenalnya dengan sapaan Mbah Karimun. Mbah Karimun dikenal  sebagai maestro topeng Malangan. 

“Saya pernah kerja di hotel satu tahun dan kerja di SPBU tiga tahun. Tapi karena Mbah Mun menyampaikan, kamu boleh bekerja di mana pun.  Tetapi topeng mu jangan lupa, ini punya kita,” kenang Handoyo menirukan apa yang disampaikan kakeknya dulu.

“Akhirnya saya tidak bekerja di tempat lain, lebih fokus ke pembuatan topeng,” sambung pria berusia 46 tahun itu.

Kini tangan Handoyo tak bisa lepas sehari pun dari kayu, alat pahat atau semacamnya, golok,  serta cat. Alat-alat ini sedikitnya ia gunakan untuk membuat topeng Malangan.

Dia membuat topeng baik untuk menari maupun souvenir. Harganya pun variatif. Mulai dari puluhan ribu hinggan jutaan rupiah.

“Harga topeng saja sekarang mulai dari Rp 20 ribu sampai Rp 1 juta. Kalau souvenir, yang sudah dikemas mulai harga Rp 100 ribu sampai Rp 800 ribu,” urainya.

Pengajar tari topeng Malangan di UM tersebut mengatakan, proses pembuatan topeng tergantung durasi yang diminta oleh pemesan. Namun secara umum, pembuatan topeng untuk menari sampai tiga Minggu. Sedangkan topeng untuk souvenir hanya membutuhkan waktu tiga hari.

Hal tersebut atas pertimbangan bahan kayu yang digunakan. Yaitu kayu sengon untuk pembuatan topeng souvenir. Sedangkan untuk menari menggunakan kayu di antaranya kayu nangka dan beringin.

Lebih lanjut, Handoyo menyampaikan bila pemesan paling banyak diminati topeng untuk souvenir hingga figura berkaca. Pihak pemesan sendiri banyak dari kalangan seperti tour and travel, EO, dinas, maupun perguruan tinggi. “Pendapatan gak menentu, sih. Namanya swasta ya. Kadang  banyak, kadang juga sedikit. Kalau dirata-rata mungkin satu bulan sekitar Rp 10 juta,” kata bapak dua anak tersebut.

Ia telah ke beberapa daerah  dan luar negeri untuk mengisi workshop maupun pertunjukan seni topeng Malangan. Seperti ke Bangkok, Thailand pada tahun 2013 dan Moskow, Russia pada tahun 2016.

Ia juga kerap mengajari orang asing dalam pembuatan topeng. Handoyo  membuka kelas tari pun gamelan di sanggar seni topeng Malang Asmorobangun yang dikelolanya. Muridnya mulai dari tingkat PAUD hingga mahasiswa.

“Siswa ada kurang lebih 150 anak. Setiap hari Minggu latihan. Ada tiga kelas. Kelas A itu  dari PAUD sampai kelas tiga SD. Kelas B dari kelas empat SD sampai SMP. Dan kelas C dari SMP sampai SMA,” urainya.

Dulunya ia mengajar tanpa biaya sepersenpun. Namun kini karena yang membantu dari anak-anak yang sudah berkompeten ikut mengajar. Sehingga dikenakan biaya Rp 10 ribu per bulan.

Handoyo berharap kepada generasi muda untuk selalu melestarikan kesenian yang dimiliki, utamanya topeng Malangan di tengah gempuran gaya hidup dari luar.

“Dengan program belajar tari, krawitan, maupun pembuatan topeng Malangan bisa untuk pelestarian,” tutupnya. (den/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img