.
Wednesday, December 11, 2024

INOVASI UNTUK KEMAKMURAN DESA

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Pada tahun 1903, Henry Ford merumuskan untuk membuat sebuah inovasi baru untuk memenuhi hasratnya agar mobil yang ia produksi bisa laris terjual dan banyak orang Amerika yang bisa memilikinya. Tentu ide ini terkesan aneh dan mengada-ada, bahkan oleh banyak temannya ide Henry Ford ini di anggap sebagai ide “gila” dan “ngawur. Hal ini disebabkan karena semua orang tahu bahwa biaya produksi sebuah mobil itu sangat mahal tapi justru Henry Ford berencana membuat mobil untuk kalangan menengah ke bawah.

Banyak investorpun yang skeptis dengan gagasan Ford ini, banyak yang tidak menerima bahkan yang lebih ekstrim hampir sebagian besar investornya menjual saham-saham mereka yang ada di Ford Motor Company. Situasi ini tidak kemudian menjadikan Henry Ford kehabisan akal, dia merasa tertantang untuk membuktikan bahwa sangat bisa untuk memproduksi mobil dengan harga yang sangat murah, bahkan lebih murah dari harga mobil di pasaran manapun.

Ternyata memang benar, mobil yang dikenal dengan model-T hasil produksi Henry Ford ini sebentar setelah dilaunching langsung laris manis. Harganya yang dapat dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah banyak diminati oleh masyarakat.

Dan kenyataan ini sekaligus menjawab keraguan para investornya, bahwa dengan diciptakannya mobil dengan segmen baru ini justru malah menaikkan jumlah produksi dan penjual mobil Ford. Henry Ford benar-benar bukan hanya melakukan leverage dalam bisnisnya, akan tetapi dia secara tidak langsung telah menciptakan kelas masyarakat baru di negaranya.

Ternyata “Inovasi” telah menciptakan kemakmuran, kisah dan cara Henry Ford untuk memiliki keberanian dalam berinovasi ini saya pikir bisa diduplikasi untuk menciptakan kemakmuran di tingkat perdesaan. Data dari kementerian Desa Republik Indonesia di tahun 2015 ternyata ada 74.754 desa di Indonesia dan menariknya sejak ditetapkannya program Dana Desa oleh pemerintah, seakan Desa ini mendapat air di tengah oase.

Desa yang sebelumnya hanya mengandalkan bantuan dari pemerintahan daerah, provinsi dan pusat untuk mendevelope desanya, akan tetapi sejak diberlakukannya program dana desa ini pemerintahan desa memiliki keleluasaan untuk menggunakan dana desa di desanya masing-masing.

Tercatat dari data kementerian Desa sejak tahun 2015 ada Rp 20,76 triliun dana desa yang digulirkan atau sekitar Rp 280,3 juta per desa, kemudian di tahun 2016 ada Rp 46,98 triliun dana desa yang digulirkan atau sekitar Rp 643,6 juta per desa, kemudian di tahun 2017 ada Rp 60 trilliun dana desa yang digulirkan atau sekitar Rp 800,4 juta per desa dan di tahun 2018 ada Rp 120 triliun dana desa yang digulirkan atau sekitar Rp 1,4 miliar per desa.

Tentu ini angin segar bagi pemerintahan desa dan sekaligus juga menjadi tantangan baginya. Angin segar karena desa diberikan keleluasaan untuk mengatur dananya sendiri dengan nilai yang lumayan fantastis, dan sebagai tantangan karena pemerintahan desa tentu dengan program ini dituntut untuk menciptakan dan menghadirkan kemakmuran bagi desa dan masyarakatnya.

Sejak digulirkannya program dana desa ini tidak sedikit desa yang belum siap untuk mengelolanya. Hal ini dibuktikan ada beberapa kepala desa atau perangkatnya yang terjerat kasus hukum. Akan tetapi tidak sedikit juga desa yang telah berhasil membuktikan dengan adanya dana desa ini kemakmuran dan kesejahteran bisa diwujudkan di desanya.

Menciptakan kemakmuran di desa dengan mengelola secara optimal dana desa dan akses pendanaan lain serta pembiayaan lain melalui inovasi-inovasi baru sesuai dengan perkembangan zaman merupakan urgensi yang harus dikristalisasi. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar pemerintahan desa bisa mewujudkan kemakmurannya di desa dalam mengelola dana desa

Pertama, mengubah mindset birokrasi dan SDM birokrat di desa selincah perusahaan-perusahaan start-up di era sekarang. Saya tidak membayangkan jika kepala desa, perangkat desa dan semua SDM yang berada di birokrasi desa memiliki mindset seperti perusahaan start-up dalam mengelola anggaran desa. Tentu akan dikelola secara professional, inovatif program-programnya, genuine, berdampak langsung, tidak kenal Lelah, progresif, persisten dan tentunya berdampak dengan cepat.

Kedua, desa harus pandai dalam membangun networking dan sekaligus membangun persepsi positif bagi desanya. Desa harus pandai membangun jejaring yang bukan hanya dalam konteks pemerintahan, akan tetapi dalam segala hal. Baik ekonomi, sosial, budaya, politik, pertanian, pariwisata, Pendidikan dan lain sebagainya.

Kebayang tidak jika setiap desa bisa dibangun sekolah dari mulai PAUD sampai pendidikan atas yang memiliki kualifikasi internasinal? atau kebayang tidak kalau setiap desa itu memiliki fasilitas pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang terstandart ekspor?. Tentu ini adalah kemakmuran.

Ketiga, desa harus pandai dalam melakukan mobilisasi dan orkestrasi. Di era digital sekarang ini atau biasa orang menyebut dengan era 4.0 menuju 5.0, semua orang harus adaptif dengan dunia digital, tidak luput juga pemerintahan desa yang memiliki amanah untuk mengelola dana desa sebaik-baiknya.

Desa harus pandai dan terampil dalam memobilisasi orang untuk tahu tentang keunggulan desanya dan dia juga wajib bisa mengorkestrasi semua aktivitas kegiatan desanya yang berdampak pada penambahan pendapatan masyarakat, pengentasan kemiskinan, dan makmurnya semua orang di desa itu.

Suatu contoh sebuah desa penghasil kopi terbaik akan menjadi tidak istimewa jika tidak diorkestrasi hasil kopinya. Namun akan berbeda jika hasil perkebunan kopi dan pengolahan kopinya jika diorkestrasi dengan baik, misalkan dikemas dengan baik, dibuatkan video profilenya, dibuatkan leafletnya, dibuatkan websitenya dan diiklankan di semua platform digital, pasti berbeda hasilnya. Itulah yang dimaksud dengan mobilisasi dan orkestrasi.

Harapan besar kemajuan Negara kita tercinta ada di seberapa sukses kita dalam mengelola desa, sebagaimana ungkapan Mohammad Hatta bahwa “Indonesia tidak akan bercahaya karena obor besar di Jakarta, tapi ia akan bercahaya karena lilin-lilin di Desa.” (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img