Malang Posco Media – Menjadi pengasuh santri di pondok pesantren bukan hal yang mudah. Terlebih pesantren tersebut sudah memiliki nama besar. Harus ada pola dan inovasi. Salah satunya kerjasama dengan berbagai kampus.
Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah “PPAI Darun Najah’’ Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang Dr Hj Luluk Farida melakukan berbagai inovasi.
Wanita yang juga Ketua Yayasan Ma’had Darun Najah As – Salafy ini menggalang kerjasama dengan perguruan tinggi.
“Kami bekerjasama untuk manajemen pengelolaan pondok pesantren. Alhamdulillah, sampai saat ini PPAI Darun Najah terus berkembang. Santrinya saat ini lebih dari 1.000 orang,’’ kata wanita yang akrab disapa Ning Ida ini.
Kerjasama yang pernah dilakukan di antaranya dengan Universitas KH Abdul Wahab Hasbullah Jombang. Saat ini PPAI Darun Najah juga bekerjsama dengan UIN Malik Ibrahim.
“Kenapa kami belajar manajemen pengelola pondok? Karena saat itu kondisinya sudah cukup sulit,’’ kata wanita kelahiran tahun 1975 ini. Dia mengatakan terjun langsung mengelola manajemen PPAI Darun Najah sejak tahun 2010 lalu. Saat itu santri di tempat tersebut kurang dari 100 orang.
“Tepatnya sekitar 60 orang. Cukup miris saat itu. Karena jumlah santri terus menurun. Saya dan keluarga besar kemudian membuka diri untuk membuka sekolah formal. Tahun 2010 lalu saya menjadi ketua yayasan,’ tambahnya.
Ning Ida mengatakan sebelum ada sekolah formal, PPAI Darun Najah adalah Pondok Pesantren Salafiyah. Dimana santri yang datang dan mondok di tempat itu hanya belajar kitab.
“Waktu itu sempat ada pertentangan, saat ide sekolah formal muncul. Namun demikian, abi kami yaitu KH Ach Muchtar Ghozali yang merupakan pendiri pondok serta umi kami Hj Halimatus Sakdiyah akhirnya setuju,” katanya.
“Mengingat adanya sekolah formal ini, kami sampaikan bukan untuk mengubah pola pondok. Tapi memberikan fasilitas kepada santri, agar mereka bisa belajar kitab juga bisa sekolah. orang tua santri membutuhkan itu,’’ sambung Ning Ida.
Alhasil dari jumlah santri yang awalnya 60 orang, terus ada peningkatan.
Banyak orang tua menitipkan anaknya mondok. Mereka pun belajar agama dan bisa sekolah. Sekolah formal yang didirikan pertama adalah Madrasah Aliyah.
“Kami sendiri sebetulnya tidak pernah mempromosikan. Ketenaran pondok ini dibawa oleh para alumni. Merekalah yang mempromosikan, sehingga banyak orang tua kemudian menitipkan anaknya ke sini,’’ tambah ibu empat anak ini.
Adanya sekolah formal dan manajemen pengelolaan pondok yang berubah itu juga yang membuat Ning Ida mengaku tidak pernah terbayang akan nama besar sang ayah yang mendirikan pondok.
Dia tidak kawatir sekalipun sang ayah yang mendirikan pondok. Bahkan ayahnya saat ini mengasuh PPAI Darun Najah 2. Ning Ida mengatakan tidak kawatir, nama pondoknya redup dan ditinggalkan para santri.
“Tidak, kami tidak kawatir. Karena kami sudah memahami polanya. Jika dulu abi saya mengelola secara tradisional, sekarang ada sentuhan-sentuhan modern dalam pengelolaan. Dan faktanya jumlah santrinya terus bertambah dan bertambah,’’ tambahnya.
Ning Ida menguraikan sekalipun sudah ada sekolah formal, tapi kehidupan para santri tetap sama layaknya pondok pesantren pada umumnya. Aktivitas santri dimulai pukul 04.00. Sebelum Adzan Subuh berkumandang. Mereka akan mandi, selanjutnya menjalankan Salat Subuh berjamaah. Setelah itu, para santri diperbolehlah tidur lagi, sebelum mereka pergi ke sekolah.
“Kami tidak ada mengaji di pagi hari. Kegiatan mengaji kitab dilakukan setelah santri pulang sekolah. Para santri akan membentuk kelompok-kelompok kecil untuk belajar mengaji,’’ ungkapnya.
Kendati demikian Ning Ida mengatakan aturan ketat tetap diterapkan di PPAI Darun Najah. Semua santri dilarang keluar pondok jika tidak ada keperluan mendesak. Bahkan pihak pondok juga akan tegas mengeluarkan santri jika ada yang menggunakan narkoba.
“Ini yang harus saya jelaskan juga. Jika mereka menggunakan narkoba secara tiba-tiba mungkin kami bisa melakukan pembinaan. Tapi jika dia menggunakan narkoba dan mengedarkan barang haram itu sudah menjadi pekerjaan, tidak ada kata lain selain mengeluarkan,” tegas Ning Ida.
Ning Ida masih memiliki cita-cita besar terhadap kelanjutan PPAI Darun Najah. Tidak hanya menggaet santri lebih banyak. Tapi juga meluaskan bangunannya.
Itu dilakukan Ning Ida karena jumlah santri terus bertambah sedangkan lahan pondok pesantren cukup sempit.“Dengan demikian, santri kami akan lebih nyaman. Doakan kami bisa dengan cepat mewujudkan itu,’’ ungkap Ning Ida. (ira/van/bersambung)