MALANG POSCO MEDIA, MALANG-Sebanyak 60 desa di Kabupaten Malang saat ini tengah dilakukan audit keuangan oleh Inspektorat Kabupaten Malang. Hasil sementara audit atau pemeriksaan pengelolaan keuangan desa tersebut menunjukkan adanya potensi penyimpangan atau penyalahgunaan.
Hal ini sangat disayangkan, mengingat tertiba administrasi keuangan desa sudah menjadi atensi Inspektorat apalagi semenjak jatah Dana Desa naik pada tahun 2022 ini. Yakni dari semula Rp 388 miliar menjadi Rp 409 miliar. Ada kenaikan sebesar Rp 21 miliar.
Inspektur Kabupaten Malang, Tridiyah Maistuti menerangkan, sejak audit desa tahun ini dimulai, prosesnya baru selesai dilakukan di tiga desa di wilayah Kecamatan Dampit. Ia menyebut dari hasil audit sementara beberapa desa di wilayah kecamatan Dampit ditemukan adanya potensi penyalahgunaan anggaran.
“Baru dilakukan di beberapa desa di Kecamatan Dampit. Proses sampai saat ini masih berlangsung untuk total 60 desa dari 33 kecamatan. Sementara ini ada penyalahgunaan yang memang harus segera diperbaiki,” ujar Tridiyah, Sabtu (4/6).
Mengenai desa mana yang sudah diketahui penyimpangan, ia belum bisa menyampaikan secara gamblang. Hasil tersebut, kata Tridiyah diharapkan tidak terjadi di desa-desa lain yang belum diperiksa. Ia berharap penyimpangan yang ada segera dilakukan perbaikan.
“Jika itu dana yang harus dikembalikan ke kas desa maka kita rekomendasikan segera dikembalikan,” katanya.
Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang itu menuturkan, kesalahan-kesalahan yang kerap muncul di desa-desa tersebut, banyak terjadi di pembangunan infrastruktur desa salah satunya seperti jalan, Letak kesalahan biasanya terjadi di penyusunan RAB.
Inspektorat sendiri, sambungnya, sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah memberikan batas waktu hingga 60 hari untuk mengembalikan nilai kerugian tersebut ke kas desa. Jika tidak, maka hasil temuan tersebut bakal diserahkan ke aparat Penegak Hukum.
Meski demikian Tridiyah menilai bahwa desa-desa tersebut sangat kooperatif meski pihaknya terus mengingatkan desa-desa tersebut. Disinggung soal nilai kerugian, Tridiyah mengaku masih menghitung berapa nilai uang yang harus dikembalikan ke kas desa.
Ia menekankan agar belanja desa harus dilaksanakan sesuai kebutuhan desa dengan memperhatikan standar harga yang berlaku agar tidak terjadi kemahalan. Selain itu, setiap penerimaan hasil pengelolaan tanah kas desa harus kembali ke kas desa secara bruto, dan dianggarkan dalam APBDEs, termasuk bisa digunakan untuk tambahan siltap.Sementara untuk kegiatan fisik, harus ada kesesuaian RAB (Rencana Anggaran Belanja) dan volume serta tidak kurang dari spesifikasi yang direncanakan.
Pihaknya sendiri sering terjun ke lapangan untuk melakukan sosialisasi ke desa. Tujuannya untuk terus mengingatkan desa dalam menyerap anggaran yang berasal dari DD maupun ADD. Ia menyebut pihaknya lebih senang untuk melakukan pencegahan daripada harus melakukan penindakan atau audit.
Sebagai pelajaran, Tridiyah mengungkapkan jika ditahun 2021 kemarin pihaknya berhasil menyelamatkan nilai kerugian hingga lebih dari Rp 3 miliar dari hasil audit di 60 desa. Hingga kini sudah sekitar 80 persen dilakukan pengembalian ke kas desa sesuai rekomendasi. Sayangnya masih ada sejumlah desa yang belum mengembalikan dan terancam menjadi pelanggaran hukum.
“Harapannya teman-teman di desa juga mematuhi rekomendasi. Yang mengarah kepada kerugian desa kembalikan ke kas desa. Jika tidak akan jadi persoalan kalau melewati batas 60 hari, bahkan mestinya yang sudah diaudit tahun 2021 lalu sudah selesai pada Februari lalu,” pungkasnya. (tyo/ggs)