MALANG POSCO MEDIA – Apa yang tidak saya sangka akhirnya terjadi. Bermula, Selasa (22/2) lalu, saat pulang kerja. Hawa terasa sangat dingin menusuk tulang. Dan jaket kulit yang setiap hari menemani saya dalam perjalanan pulang pergi bekerja, tak lagi mampu menahan. Basah seperti berembun hingga dingin menembus seluruh tubuh.
Dan sudah bisa saya prediksi, besoknya kondisi tubuh mulai berubah. Awalnya biasa, belum ada gejala. Tapi sore hari saat masuk kantor, badan sangat panas. Tubuh terasa menggigil dan kepala mulai pusing. Saya masih sempat mengedit berita launching UKM Biru Flying Bird UMM setelah itu ambruk. Saya tidur di musala kantor. Sampai pukul 20.00 saya masih belum bisa bangun. Padahal malam itu saya masih harus menulis untuk rubrik Teroka setiap edisi Rabu.
Saya sempat mengirim pesan ke Mas Abdi Hasyim. “Saya tidak kuat menulis, sampaikan ke Mas Vandri, ” kata saya dalam pesan itu. Lalu dibalas sama Mas Abdi. “Siap, disampaikan, mas, ” balasnya. Tapi saya tidak nyaman karena menulis adalah kewajiban yang harus dipenuhi dalam kondisi apapun. Pak Bos, Juniarno Djoko Purwanto (JDP) selalu mengingatkan, bahwa pembaca tidak mau tahu wartawan itu sakit atau tidak, yang mereka tahu harus ada berita dan tulisan yang tersaji setiap hari.
Dengan segala kekuatan, saya bangkit. Saya kemudian menuju meja kerja dan memulai menulis. Jujur malam itu tidak ada ide yang bisa saya olah, karena kondisi tubuh yang memang tidak kondusif. Jangankan berpikir menulis, untuk sekadar bertahan tidak tidur saja sudah susah. Tapi semangat jurnalistik saya memberi energi besar. Bismillah, saya paksa untuk memulai menulis tentang event Guru Menulis. Saya mencoba menyemangati diri saya dan para guru bahwa seberat apapun kondisi kita, termasuk saat lagi sakit, menulis juga bisa menjadi terapi yang ampuh. Relaksasi pikiran saat menulis bisa membangkitkan semangat yang berkobar kobar seperti Bunga Tomo yang menggelorakan pertempuran 10 November. Seperti Proklamator Soekarno Hatta yang merobek dunia dengan teks Proklamasi.
Memang tidak bisa panjang hasil tulisan saya malam itu. Tapi setidaknya saya mampu konsisten untuk tetap bisa menulis. Dan judul tulisan itu adalah Debt Collector. Penagih tulisan opini pada peserta Guru Menulis. Julukan itu diberikan mereka karena ketika saya menagih seperti debt collector yang menagih utang. Tentu dengan versi yang berbeda. Ada yang merasa senang tapi juga tidak jarang yang merasa ketakutan. Tapi mayoritas mereka seperti disadarkan dan diingatkan bahwa sesibuk apapun, menulis memang harus dipaksa. Harus terus diingatkan dan harus terus dikawal agar ide yang masih melayang layang bisa tersusun rapi dan menjadi tulisan opini yang menarik dan siap dipublish di Malang Posco Media.
Dan saat saya menulis ini, saya dalam kondisi menjalani isolasi mandiri alias isoman. Saya isoman karena Minggu (27/2) petang saya harus swab antigen sebagai syarat untuk bisa masuk kantor dan bekerja kembali. Itu karena sejak saya mengalami demam, tiga hari setelahnya saya tidak masuk kantor alias WFH. Bekerja dari rumah demi kebaikan bersama. Apalagi di grup kantor ada warning, bila ada gejala gejala yang rawan, demam, pusing, batuk, pilek dll, disarankan tidak masuk kantor. Saya pun memilih mengikuti himbauan itu.
Hasil swab seperti yang saya duga. Meskipun kondisi fisik saya oke, tidak ada batuk, tidak pusing dan tidak pilek, tapi hidung terasa panas. Dan secara psikologis mental saya sudah jatuh saat disuruh swab. Dan benar, hasil swab positif. Dan saya langsung umumkan di grup kantor.
Semua doa dan support mengalir. Pak Dirut Sudarno Seman langsung kontak dan merekomendasikan untuk isoman. Awalnya saya pilih isoman di rumah setelah swab di Sanan Medika. Tapi saat saya beritahu kondisi saya positif, semua anggota keluarga ketakutan. Dan saya merasa tidak nyaman khawatir menulari mereka. Akhirnya Minggu (27/2) malam saya pun meluncur ke sebuah tempat dan memilih isoman di sebuah room dengan view yang lumayan indah. Saya tiba Senin, 28-02-2022 dinihari. Hari ini hari ketiga saya menjalani isoman. Kondisi tubuh stabil cuma pikiran yang kadang mengganggu.
Ada pertanyaan yang datang dari banyak orang: benarkah saya positif? Saya positif Covid atau Omicron? Itu yang belum saya pahami secara pasti. Yang saya terima hasil lab dari Sanan Medika, yang tertulis positiv Covid dan disarankan isoman dan tetap prokes. Saya berusaha meminta wartawan Malang Posco Media Sisca Angelina untuk konfirmasi soal penjelasan hasil swab saya. Biar menjadi tambahan informasi. Hasilnya, kata Sisca setelah konfirmasi dengan kadinkes, untuk mengetahui kepastian positif Covid harus dengan pemeriksaan lanjutan. Dan untuk Omicron tidak ada gejala yang khas. Karena tidak terlalu mendesak PCR, saya tetap lanjutkan prosedur isoman saja. Dengan tujuan kondisi tubuh akan tetap baik baik saja sampai pemeriksaan swab selanjutnya. Targetnya hasil negatif dan saya bisa bekerja kembali. Berkumpul dengan orang orang hebat yang sudah saya rindukan lama. Terima kasih atas doa, support dari orang orang yang mencintai dan menyayangi saya. Keberanian dan semangatmu merawatku membuat semuanya menjadi lebih baik.
Pelajaran yang saya ambil adalah, mungkin banyak orang akan dinyatakan positif bila semua diwajibkan swab antigen. Yang justru berbahaya adalah berapa banyak orang di sekitar kita yang mungkin positif, tanpa gejala, tapi tidak melakukan swab. Karena mereka tidak bepergian, tidak bekerja di kantor tapi justru bekerja di luaran yang rawan menularkan ke orang orang sekelilingnya.
Isoman adalah kesempatan bagi tubuh untuk istirahat, rileks dan recovery. Isoman juga menjadi sarana healing bagi pikiran dan perasaan yang butuh dimanjakan. Isoman adalah upaya meningkatkan imun dengan prokes ketat agar hidup makin sehat dan bahagia. So Isoman itu menyenangkan. Dan positif adalah hal lumrah karena untuk sembuh orang harus sakit. Tapi jangan pernah minta sakit, karena sembuh adalah idaman setiap orang. (*)