Reta Arroyan Fisioterapis Arema FC
Empat musim sudah Reta Arroyan menjadi fisioterapis di tim senior Arema FC. Ia mengalami suka dan duka ketika membantu pemain dalam proses pemulihan cedera. Musim 2024/2025 jadi salah satu pengalaman yang nano-nano bagi pria asal Ponorogo tersebut.
MALANG POSCO MEDIA– Ya tahun ini menjadi pengalaman baru baginya selama jadi fisioterapis. Berada di tengah lapangan, membantu penanganan pemain yang kolaps saat laga home Arema FC di Blitar. Dia menyebut ‘wow’ karena sebelumnya penanganan yang dijalaninya adalah ketika terjadi cedera pada pemain. Tapi kali ini dia terlibat dalam penanganan Julian Guevara yang sempat tak sadarkan diri di lapangan akibat benturan.
“Tahun ini banyak kejadian yang membuat pengalaman saya bertambah. Salah satunya saat-saat menegangkan bersama tim medis, mendampingi dokter tim dr. Nanang ketika kejadian Julian berbenturan dengan Thales,” kata Reta Arroyan.
Flashback pada momen itu, menurut Reta, situasi menegangkan terjadi di lapangan. Yang berlanjut dan harap cemas menantikan kabar sang pemain yang dilarikan ke rumah sakit. Sedangkan Reta masih di pinggir lapangan sampai laga selesai.
“Pasti dalam pekerjaan ada suka duka, ada pengalaman menarik atau tidak baik. Ada pengalaman pemulihan cepat atau lama. Tapi kami bersyukur dari kejadian tersebut, kondisinya aman sekalipun tim medis Arema benar-benar preventif untuk pemulihan dan proses kembalinya Julian ke lapangan,” jelasnya.
Sedangkan penanganan lainnya, musim ini diakuinya ada dua ‘pasien berat’ yang ditangani. Berat dalam artian, karena pemain tersebut menjalani operasi lutut. “Kalau tahun lalu gak ada relatif aman. Tahun ini ada dua pemain yang harus ditangani setelah operasi,” sebut bapak satu anak tersebut
Menurut dia, pasca-operasi lutut, baik itu cedera ACL maupun meniscus, ada beberapa fase. Fisioterapis bertugas di fase 4 sampai kembali ke lapangan, mempersiapkan pemain yang sudah menyelesaikan tahap pemulihan 1-3 dari faskes atau rumah sakit.
“Tahap 1-3 itu belum membutuhkan program lapangan. Nah setelah dinyatakan lulus tidak ada kendala, baru masuk program 4. Itu sama, harus ada progres reportnya, ada tes yang dilakukan sebelum dikembalikan pada tim,” urai alumnus Universitas Muhammadiyah Malang tersebut.
Menurut Reta, secara keseluruhan tahun ini tidak ada kendala berarti. Sekalipun, menjadi fisioterapis di Arema FC tidaklah mudah. Hal ini karena tim harus menjadi musafir dalam tiga tahun terakhir. Komunikasi yang apik juga harus dijalankan olehnya, dengan dokter tim, juga pihak ketiga yang membantu penanganan. Pihak ketiga yang dimaksud adalah dari rumah sakit atau klinik yang membantu proses rehab.
“Banyak komunikasi saja untuk memantau perkembangan. Beruntung ini kandang sudah di Blitar, dalam menjalankan program juga lebih mudah. Selain itu, pemain yang dalam pemulihan juga kerap ikut dalam rombongan tim,” tegas Reta.
Sementara itu, di balik aktivitasnya sebagai fisioterapis, Reta juga memiliki pasangan yang seprofesi. Istrinya, Lintang Kholifatun Nabilla juga seorang fisioterapis di Rumah Sakit Hasta Husada Kepanjen. Sehingga sharing pengalaman dan ilmu kerap terjadi dalam keluarganya.
“Bedanya, dia di rumah sakit kan jarang penanganan pasien dari permasalahan sport. Lebih ke pasien umum yang butuh dilatih lagi olah geraknya, juga pasien berusia lanjut yang mulai ada permasalahan pada bagian tubuhnya. Sedangkan saya rata-rata pasien yang mengalami cedera,” terangnya.
Namun sang istri diakui Reta sangat care dengan pekerjaannya. Dicontohkannya, ketika menangani pemain tertentu, dia akan mencoba menganalisis dan turut memberikan masukan program.
“Kadang juga sharing ilmu. Dia dapat upgrading baru, share ke saya. Sebaliknya saya pun ketika dapat ilmu, kadang dia bertanya lalu berbagi,” imbuhnya.
Pada momen sharing tersebut, juga jadi kesempatan quality time tapi berisi baginya bersama istri.
“Selain jalan-jalan atau keluar bareng, di rumah pun bisa quality time berkelas ketika sharing begitu,” tandasnya.
Dia mengatakan, untuk fisioterapis pun ada upgrade melalui workshop. Menurutnya, ibarat gadget, butuh update sistem. “Saya juga seperti itu. Ada upgrade lewat workshop, kadang harus aktif juga mencari sendiri keilmuan yang berhubungan dengan pekerjaan ini. Sebagai Fisioterapis saja kami harus update SIP setiap lima tahun sekali,” pungkasnya. (ley/van)