.
Wednesday, December 11, 2024

ITN Malang, Study Excursion ke Industri Kuatkan MBKM

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Pembelajaran berbasis proyek diterapkan oleh Prodi Teknik Lingkungan S1, Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang), pekan lalu. Sebanyak tiga prodi dari mahasiswa teknik lingkungan, teknik mesin D3, dan teknik elektro melaksanakan study excursion (SE) ke Proyek Brantas Clean Industry Initiative. Tepatnya di industri pabrik tahu di Kabupaten Jombang, dan industri keripik usus di Kabupaten Mojokerto.

SE ini mendukung program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di ITN Malang. Ada tiga fokus utama yang bisa dipelajari pada SE, yakni pengolahan limbah industri untuk mahasiswa teknik lingkungan, desain konstruksi IPAL kontainer instalasi pengolahan limbah (IPAL) untuk teknik mesin D3, dan pemanfaatan solar cell sebagai energi listrik untuk pompa air bagi Teknik Elektro.

“Industri ini juga bisa dijadikan tempat belajar, dan penelitian bagi mahasiswa masing-masing prodi terkait. Jadi kegiatannya nanti tidak hanya berhenti di sini,” ujar Team Leader ITN Malang, Dr. Evy Hendriarianti, ST., M.MT., yang juga Kaprodi Teknik Lingkungan S1, ITN Malang saat mendampingi mahasiswa dalam pelaksanaan SE.

Dalam SE juga turut serta Paul Wolbers (Senior Project Manager of TAUW), dan Mirit Hoek (Water Technology Advisor of TAUW), sebagai bagian dari tim Proyek Brantas WP CII. Paul dengan telaten menjelaskan proses pengolahan IPAL. Proyek ini merupakan bentuk kepedulian Netherlands Enterprise Agency (RVO) – Belanda terhadap permasalahan kualitas air Sungai Brantas di Indonesia.

Di pabrik tahu miliknya, Solikhan, menjelaskan pada mahasiswa mulai dari pengolahan kedelai menjadi tahu, hingga pengolahan air limbah di dalam IPAL kontainer. Dari kedelai mentah yang dimasak dan dicuci semua membutuhkan air. Dari hasil proses pencucian dan pengepresan akan menghasilkan limbah yang dimasukkan ke dalam IPAL.

“Intinya air pencucian kedelai dengan kandungan polutan rendah bisa dialirkan langsung ke sungai. Tapi ada juga yang konsentrasi polutannya tinggi dari pencetakan/pengepresan. Nah air ini yang dimasukkan ke IPAL,” kata Evy memperjelas penjelasan Paul kepada mahasiswa.

Untuk air limbah di dua tempat industri sama-sama diolah dalam IPAL kontainer. Di pabrik tahu air limbah yang dihasilkan 100 meter kubik per hari. Awalnya air limbah berwarna putih masuk ke IPAL kontainer. Setelah tiga hari mengalami proses pengolahan di IPAL kontainer air yang ke luar akan berwarna sedikit hitam. Ini tandanya ada proses oksidasi yang menghasilkan karbon.

“Di limbah pabrik tahu air limbah kadar organiknya tinggi. Kalau diharapkan memenuhi baku mutu, ya masih jauh. Tapi dari pada tidak diolah malah nanti bisa mencemari lingkungan,” ujar Evy.

Proses pengolahan IPAL pabrik tahu membutuhkan energi listrik untuk pompa menaikkan air limbah ke kontainer. Biayanya masih sangat murah, hanya menghabiskan dana 125 ribu perbulan. Ini sangat berbeda dengan pengolahan IPAL pabrik keripik usus milik Pak Buali. Pabrik keripik usus lebih banyak membutuhkan daya listrik karena proses produksinya lebih banyak.

“Untuk pompa di pabrik keripik usus kami memanfaatkan PLTS sehingga meminimalkan biaya listrik, karena proses di pabrik keripik usus lebih banyak daripada di pabrik tahu. PLTS menggunakan sistem off grid dengan menggunakan baterai,” jelasnya. (imm)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img