MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan tempat penampungan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal milik PT NSP Malang mulai disidangkan. Dua terdakwa, HNR (45) dan DPP (37), menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Kelas IA Malang, Rabu (30/4) lalu.
Agenda sidang yang dipimpin majelis hakim adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kota Malang. HNR diketahui sebagai penanggung jawab penampungan, sementara DPP disebut menjabat kepala cabang PT NSP wilayah Malang.
Jaksa Heriyanto membacakan dakwaan berlapis, yakni Pasal 2, 4, dan 10 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO serta Pasal 81, 83, 85C, dan 85D UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Ancaman hukuman untuk keduanya di atas sembilan tahun penjara,” jelasnya usai sidang.
Sidang belum memasuki pokok perkara. Sidang lanjutan dijadwalkan pekan depan dengan agenda eksepsi atau nota keberatan dari pihak terdakwa.
Kuasa hukum terdakwa, Zaenal Arifin, menyatakan keberatan terhadap dakwaan tersebut. Ia mengklaim bahwa PT NSP memiliki dokumen legal dan akta pendirian yang sah.
“Prosedur perusahaan sudah sesuai hukum. Maka tuduhan TPPO terlalu berlebihan,” ujarnya.
Namun klaim itu dibantah Dina Nuriyati, perwakilan Dewan Pertimbangan Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Menurutnya, dakwaan jaksa sudah sesuai dengan fakta lapangan dan pengakuan para korban.
“Korban mengaku direkrut, ditampung, lalu dipindahkan dari kantor PT ke rumah pribadi. Itu bentuk eksploitasi. Apalagi PT NSP Malang bukan cabang resmi dari pusat,” tegas Dina. Ia menilai kegiatan operasional terdakwa dilakukan tanpa dasar hukum jelas. “Praktik ini sangat berisiko menjerat CPMI dalam modus perdagangan orang berkedok penyaluran kerja,” pungkasnya. (rex/aim)
-Advertisement-.