.
Friday, December 13, 2024

Jalan Menuju Puncak

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M,Si

Waktu terus mengalir dan tak terasa sudah berada di hampir separuh bulan Sya’ban. Bulan suci Ramadan pun kian dekat dan memberikan suasana batin tersendiri bagi masing-masing orang. Ada yang bergembira dengan kehadiran bulan suci ini. Ada pula yang biasa-biasa saja. Sya’ban dan Ramadan dinilai tak jauh berbeda dari bulan-bulan lainnya. Sikap kedua ini bermasalah karena menjadi indikasi tentang tidak sensitifnya hati seseorang kepada kemuliaan-kemuliaan waktu khusus yang tertuang dalam ajaran Islam.

Umumnya, suasana “biasa saja” itu bukan karena sikap ingkar melainkan karena terlalu padatnya kehidupan seseorang dengan aktivitas duniawi sehingga menganggap perjalanan bulan Rajab, Sya’ban, dan kemudian Ramadan tak ubahnya rutinitas belaka. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyebut adanya hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan, dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan, Imam Al-Ghazali memasukkan bulan Sya’ban ke dalam kategori bulan-bulan utama (al-asyhur al-fadhilah) di samping Rajab, Dzulhijjah, dan Muharram.

Ada hal yang istimewa dalam bulan Sya’ban. Ia menjadi jembatan menuju bulan yang paling diagung-agungkan. Itulah sebabnya mengapa bulan ini dikatakan “Sya’ban”. Sya’ban yang berasal dari kata syi’ab bisa dimaknai sebagai jalan setapak menuju puncak. Artinya, bulan Sya’ban adalah bulan persiapan yang disediakan Allah SWT untuk hambanya dalam menapaki, memantapkan diri, sebagai persiapan menyongsong bulan puncak bernama ‘Ramadan’.

Kesiapan Mental Spiritual

Bentuk persiapan untuk menyongsong Ramadan tentunya berbeda-beda. Bagi pedagang pakaian segeralah mengumpulkan modal dagangnya, untuk menyambut bulan Ramadan dan hari yang fitri. Bagi pengusaha hendaklah segera mempersiapkan diri mengatur jadwal kerja yang tidak merusak hidmat bulan Ramadan tetapi juga tidak mengurangi kualitas produksi. Bagi para pengajar, guru dan dosen juga para ustadz, bersiaplah dengan materi seputar tema Ramadan, mulai dari sisi fiqih, hikmah dan rahasia Ramadan.

Para orang tua menyebutkan bulan Sya’ban dengan nama bulan ruwah, yang sangat identik dengan kata arwah. Sebenarnya kata ruwah atau arwah hanyalah sebagai penanda bahwa bulan Sya’ban adalah bulan paling tepat untuk mengingatkan manusia akan wacana akhirat mulai dari sakaraul maut, kematian, alam kubur dan alam akhirat. Sesungguhnya mengenang kematian dengan datang ke kuburan atau mengirim doa arwahan adalah banyak faedahnya bagi manusia yang masih ada umur di dunia. Karena hal itu bisa menyemangati diri meningkatkan dan melipatgandakan amal di bulan Ramadan, dan akan menambah rasa takut dalam diri hingga senantiasa menghindari segala dosa.

Sya’ban Media Muhasabah

Mengenai keadaan alam kubur, ada sebuah hikayat yang patut untuk disimak. Hikayat yang diceritakan melalui Abu Bakar al-Ismaili bahwasannya Sayyidina Utsman bin Affan tidak meneteskan air mata ketika digambarkan kepedihan neraka dengan segala siksanya. Beliau juga tidak menangis ketika dijabarkan mengenai kedahsyatan hari kiamat. Dan beliau juga tetap kuat mendengarkan gambaran tentang kehidupan di akhirat. Akan tetapi beliau menangis ketika diterangkan tentang kehidupan di alam kubur. Kenapa bisa demikian?

Sayyidina Utsman menjawab “jika saya berada di dalam neraka, saya masih bersama-sama manusia. Jika saya di hari kiamat nanti, saya juga masih bersama-sama dengan manusia lainnya. Tapi jika saya di dalam kuburan, maka saya sendirian tidak ada teman yang menemani.  Sedangkan kunci kuburan itu ada pada malaikat Israfil yang hanya akan membukanya ketika kiamat tiba.

Demikian Sayyidina Utsman gentar dengan kehidupan di dalam kubur. Karena sesungguhnya kuburan itu adalah salah satu lubang dari lubang neraka (tempat yang menyengsarakan bagi mereka yang hidupnya penuh dengan dosa). Dan menjadi bagian dari taman surga (bagi mereka yang beramal saleh). Demikian hadits Rasulullah saw. Maka kuburan adalah serambi akhirat atau miniature akhirat yang penuh dengan pembalasan amal. Jika amal di dunia baik, maka kuburan akan menjadi surga yang bersahabat. Tetapi jika amal di dunia penuh maksiat, maka kuburan menjadi neraka dan musuh yang sangat jahat.

Hadits Rasulullah saw yang bersumber dari Abi Said Al-Khudry ra. bahwa Rasulullah saw pernah masuk ke Mushallanya. Di situ beliau bertemu dengan orang-orang yang sedang tertawa-tawa. Kemudian Rasulullah saw berkata kepada mereka “andaikan kalian mau mengingat kematian, tentu saja akan menyibukkanmu tentang kedahsyatan apa yang pernah aku lihat, maka perbanyaklah mengingat kematian karena setiap hari kuburan berkata “aku adalah rumah pengasingan, aku adalah rumah kesendirian, aku adalah rumah tanah, aku adalah rumah cacing. Maka jikalau yang dikebumikan adalah orang mukmin kuburan akan menyambutnya “Marhaban ahlan wa sahlan, engkau adalah salah satu orang yang kucinta dari sekian orang yang berjalan di atas punggungku. Sekarang engkau telah berada di dalam kekuasaanku, maka engkau akan tahu bagaimana caraku memperlakukanmu”.

Kemudan kuburan akan memperluas rongganya untuk mayit seolah-olah panjang dan luas sepanjang penglihatannya, dan juga di buka pintu surga banginya, Dan apabila yang dikebumikan adalah orang kafir, atau orang yang durhaka, maka kuburan itu menyambutnya; “la marhaban wala ahlan wala sahlan, engkau adalah salah satu orang yang kubenci dari sekian orang yang berjalan di atas punggungku. Sekarang engkau berada di bawah kekuasaanku. Sekarang engkau akan tahu sendiri apa yang akan aku lakukan kepadamu”. Maka kuburanpun menghimpitnya, sehingga tulang-tulang rusuknya akan patah berlawanan”.

 Kemudian periwayat mengatakan “lalu Rasulullah saw berisyarat dengan memasukkan jari-jari tangan ke dalam jari-jari tangan yang lain” (dan kemudian Rasulullah saw melanjutkan perkataannya). Kemudian Allah swt mengirimkan ke dalam kubur itu tujuh puluh naga yang andaikan salah satu naga itu mengembus bumi, niscaya bumi tidak akan menumbuhkan tumbuhan selamanya. Tujuh puluh naga tersebut lalu menguis-nguis dan mencakar-cakarnya sehingga kuburan menjadi kosong sampai besok hari hisab.

Semoga sisa bulan Sya’ban ini dapat manfaat sebagai media muhasabah dan bahan pertimbangan menindaklanjuti kehidupan di bulan Ramadan. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img