SEMESTINYA, mantan Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat bisa ditetapkan sebagai tersangka. Karena dialah yang bertanggungjawab penuh terhadap masalah keamanan dalam tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10). Ini kali pertama diungkapkan advokat Sumardhan, SH, penasihat hukum Panpel Arema, Abdul Haris, kemarin.
MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Mardhan, panggilan advokat ini mengaku sedang fokus untuk mengurus Abdul Haris, setelah dinyatakan sebagai salah satu tersangka dari tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 supporter Arema. “Kita ingin meletakkan hukum yang benar bagaimana, agar dapat mencerminkan keadilan,” katanya kepada Malang Posco Media.
Menurutnya, keadilan sementara ini, tidak hanya bisa dibebankan kepada Haris. “Semestinya, polisi bertanggungjawab dan ditetapkan sebagai pelaku kejahatan kemanusiaan,” tegas dia. Secara normatif lanjutnya, ada dua rekomendasi perizinan yang sudah dikeluarkan sebelum pertandingan Arema FC vs Persebaya digelar Sabtu (1/10) malam.
Izin dikeluarkan Polres Malang pada tanggal 28 September 2022 dan Polda Jatim pada 20 September 2022. “Artinya, sekarang ini, polisi jangan hanya mengangkat masalah pintu stadion ataupun jumlah penonton yang membeludak, menjadi alasan penyebab kejadian ini. Apapun bentuknya, polisi harus ikut bertanggungjawab,” tegas pemilik kantor hukum Edan Law itu.
Haris, katanya, sudah memerintahkan kepada security officer, Suko Sutrisno untuk membuka pintu stadion sebelum pertandingan selesai. Selain para steward anak buah Suko, ada pula polisi ataupun TNI yang berjaga di setiap pintu. “Kalau sekarang Polri menyalahkan pintu stadion yang tidak terbuka, lalu bagaimana dengan polisi yang berjaga di pintu,” ucapnya.
Yang kedua, menurutnya, polisi selalu mengatakan kelebiha kapasitas penonton. “Padahal tidak ada yang dapat mengukur nilai kelebihan penonton. Karena lapangan bola, bukan seperti gedung bioskop, yang tempat duduknya satu satu. Bagaimana bisa mengukur jumlah segitu. Klien saya sudah menjelaskan semua ke pak Ferli tentang tiket itu dan sudah dipahami,” urai dia.
Dosen Fakultas Hukum UMM itu memastikan, Haris sudah memenuhi prosedur yang dilakukan di setiap pertandingan, termasuk ketika Arema FC melawan Persebaya. “Klien saya tidak mau mencari kesalahan orang lain. Dia sudah ikhlas terima resikonya, meskipun bisa disebut sebagai korban keamanan juga,” tegas Mardhan.
Yang disesalkan, sambungnya, polisi masih bertindak dengan menembakkan gas air mata ke penonton. Sebab, Haris sudah meminta berulangkali kepada polisi untuk tidak menggunakan gas air mata, berkaca dari pengalaman tahun 2018 lalu. “Gas air mata ditembakkan kepada orang diam, orang yang tidak melakukan apa – apa,” ujarnya.
Sebab itu, pria asal Sumbawa Barat itu setuju dengan keinginan Aremania, bahwa penyidikan tragedi kemanusiaan ini, harus sangat tuntas. Para penggawa keamanan harus ikut diperiksa. “Jangan terbatas orang tertentu. Ada perwira lain di atasnya yang harus ikut bertanggungjawab,” pinta dia. Pihaknya berharap otopsi terhadap korban tetap dilakukan.
“Kami ingin melihat apakah gas air mata yang ditembakkan itu, tidak beracun ataukah tidak kadaluwarsa. Tentunya, kalau suah expired, tidak boleh dipakai. Roh dari tragedi ini adalah tembakan gas air mata. Jangan menutup kesalahan dengan mengalihkan kesalahan adalah pada pintu stadion yang tidak terbuka ataupun jumlah penonton yang melebihi kapasitas,” papar dia.
“Begitu full time, sebenarnya selesai sudah tugas panpel. Usut tuntas tidak hanya orang – orang yang sudah menjadi tersangka, tapi polisi juga. Haris tetap akan bertanggungjawab karena dia merasa berdosa dan bersalah karena tidak mampu membantu dulur – dulur yang kecil ataupun dewasa. Dia akan ikuti prosedur. Jangan sampai terulang lagi gunakan gas air mata,” tutup Mardhan. (mar)