.
Monday, December 16, 2024

Jelang Putusan Pengadilan, Pemkot Malang Cabut Konsinyasi

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Pembebasan Lahan di Jalan Ki Ageng Gribig

MALANG POSCO MEDIA – Drama pembebasan lahan cucian mobil di Jalan Ki Ageng Gribig Kota Malang belum selesai. Pemkot Malang mencabut permohonan konsinyasi ganti rugi. (baca grafis di Koran Malang Psoco Media)

Itu terungkap dan disampaikan majelis hakim PN Pengadilan Negeri Kelas IA Malang (PN Malang), Kamis (2/11) kemarin.

Padahal pihak Pemkot Malang yang mengajukan permohonan tersebut. Namun  belum ada alasan yang jelas kenapa permohonan ini dicabut.

Hal itu dibenarkan Kuasa Hukum Pemilik Lahan,  A Wahab Adhinegoro, SH MH. Saat proses persidangan yang seharusnya agenda pembacaan putusan, diubah dengan pemberitahuan atas pencabutan permohonan tersebut.

“Jadi  tidak ada putusan, karena permohonan dari pihak Pemkot Malang sudah dicabut. Padahal setelah proses pemeriksaan dalam persidangan, pemeriksaan saksi dan tanya jawab, justru saat akan diputuskan dicabut oleh Pemkot Malang,” ungkap Wahab saat ditemui Malang Posco Media, kemarin.

Wahab mengatakan, banyak kesalahan yang dikantongi Pemkot Malang, apabila menyelesaikan perkara ini melalui jalur hukum. “Bisa jadi mungkin takut akan kalah di persidangan, akhirnya permohonannya dicabut. Karena kalau semisal di awal, kami masih bisa maklum mungkin ada yang kurang lengkap,” lanjutnya.

Wahab merupakan kuasa hukum dari empat termohon.Merekamerupakan ahli waris dari pemilik awal objek tersebut. Ia menceritakan, bahwasanya wilayah yang menjadi sengketa, bukan aset Pemkot Malang.

Sementara, masalah ini sudah mulai mencuat sejak tahun 2016 lalu. Wahab mengatakan ia pernah ingin menegaskan tujuan pembebasan lahan tersebut. Apakah masuk dan imbas dari proyek pembangunan tol, atau proyek pembangunan pelebaran jalan dari Pemkot Malang.

Saat itu sebagai bentuk tanggung jawab Pemkot Malang menyodorkan ganti rugi senilai Rp 1,75 miliar. Dan baru dibayarkan senilai Rp 250 juta. Rp 1,5 miliar sisanya tidak kunjung dibayarkan. Padahal ada studio musik, cucian mobil, hingga warung kopi sudah dibongkar dan hanya disisakan tembok pembatas saja.

Kemudian, di tahun 2021 ia kembali bertemu dengan Pemkot Malang. Saat itu pihak pemkot menyetujui pembayaran ganti rugi aset tersebut  senilai Rp 1 miliar hingga 2 miliar. Namun, dengan sarat harus sudah dinilai melalui appraisal.

“Setelah itu di Januari 2021, kami bersepakat baik ahli waris dan Pemkot Malang, untuk melakukan appraisal atau penilaian aset tersebut. Kami menandatangani nota kesepahaman (MoU), bahwa pihak pemkot menyodorkan pilihan lebih dari satu dan kami yang memilih,” jelasnya.

Setelah itu, tidak ada tindak lanjut dari Pemkot Malang. Hingga akhirnya Wahab berinisiatif bersurat   ke Pemkot Malang maupun ke pansus di DPRD Kota Malang. Tepat di Bulan Oktober 2022, Pemkot Malang menyodorkan enam nama appraisal.

“Kami memilih appraisal dari KJPP Satria Iskandar asal Jakarta. Dan kami hanya tinggal menunggu hasil appraisal. Namun, tiba-tiba di  Agustus 2023 kami mendapatkan surat, hasil dari appraisal. Namun kecewanya, appraisal yang dipilih, bukan yang kami usulkan sesuai dengan MoU,” jelasnya.

Tiba-tiba dari hasil appraisal, nilai objek tersebut senilai Rp 491 juta. Seharusnya ada nilai tambahan yang bisa diberikan, mengingat janji yang diberikan sebelumnya sekitar Rp 1,5 miliar.

Apalagi ahli waris pemilik bangunan sudah membongkar beberapa tempat usaha. Inilah kerugian yang dialami oleh para termohon karena mengurangi pemasukannya.

Pencabutan ini tidak membuat Pemkot Malang bisa bergerak bebas. Karena status tanah tersebut kembali, kepada pemegang Surat Hak Milik (SHM) yang asli saat ini. Sehingga, Pemkot Malang juga tidak bisa melakukan pembangunan apapun, untuk bisa memanfaatkan lahan yang disengketakan itu.

“Kalau Pemkot Malang masih belum bisa komitmen atas pembayaran ini, maka perkara ini masih akan berlanjut. Bisa tiga sampai empat tahun lagi. Ini karena Pemkot Malang tidak sesuai dan komitmen atas perjanjian yang sudah dibuat,” tandasnya.

Wahab   mengatakan bahwa pihaknya tidak menghalangi pembangunan, dalam hal ini yang dilakukan Pemkot Malang. Tetapi seharusnya, pihak Pemkot Malang dan  DPRD Kota Malang juga tahu bahwa aset itu bukan milik pribadi.

“Apabila ada yang bisa membuktikan, kalau aset itu milik Pemkot Malang akan saya tanda tangani dan langsung saya serahkan. Urusan saya dengan klien saya nantinya, tapi kan baik pansus (DPRD)  ataupun Pemkot Malang tidak bisa menunjukkan dokumen itu,” pungkasnya.

Sementara itu, misteri dibalik pencabutan permohonan konsinyasi cucian mobil di Jalan Ki Ageng Gribig Kota Malang belum terungkap. Pihak Pemkot Malang, baik dari Bagian Hukum Setda Kota Malang dan Dinas PUPRPKP Kota Malang juga belum memberikan penjelasan.

Kabag Hukum Setda Kota Malang Suparno  belum memberikan konfirmasi terkait hal itu. Saat dihubungi melalui sambungan  telepon dan pesan WhatsApp (WA), juga belum ada jawaban sama sekali. (rex/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img