MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Data jumlah disabilitas di Kota Malang sampai saat ini masih belum sesuai dengan kondisi di lapangan. Ditengarai masih ada penyandang difabel yang terdata dengan kategori normal seperti pada umumnya. Alhasil, kondisi riil dengan data yang ada masih belum sinkron.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Malang, Dahliana Lusi Ratnasari menjelaskan, hal ini terjadi lantaran adanya fenomena masyarakat yang kurag terbuka menyampaikan informasi bahwa anggota keluarganya merupakan penyandang disabilitas atau difabel.
“Kalau tidak ada informasi dari keluarga, otomatis data yang masuk ke kami itu (keterangannya) normal, bukan penyandang kebutuhan khusus. Mestinya keluarga itu memberikan informasi dalam form yang sudah kami sediakan sewaktu perekaman adminduk. Jadi kalau misalnya anak atau saudaranya penyandang kebutuhan khusus, ya bisa diisi sesuai dengan kondisi riilnya,” terang Lusi, Selasa (9/7) kemarin.
Dikatakan Lusi, di dalam formulir F-1.01 yang disediakan ketika melakukan perekaman adminduk, sudah disediakan kolom yang harus diisi bagi difabel. Misalnya cacat fisik, cacat netra/buta, cacat rungu/wicara, cacat mental/Jiwa, cacat fisik dan mental dan lain lainnya.
Selain saat perekaman adminduk, form ini juga bisa didapatkan jika ingin mengajukan perubahan biodata. Nantinya dari pihak keluarga juga bisa menyampaikan termasuk difabel jenis apa.
“Sebetulnya orangtua atau saudara dari anak berkebutuhan khusus yang sudah menginjak 17 tahun dan akan melakukan perekaman adminduk e-KTP, itu mereka tidak perlu ragu untuk mengisikan data diri sesuai dengan kondisi yang ada. Karena data tersebut dirahasiakan. Tidak ada yang bisa membuka kecuali Dispendukcapil,” tutur Lusi.
Menurut Lusi, akurasi data jumlah difabel ini memang sangat penting. Pasalnya ini menyangkut pendampingan dan bantuan yang harus diberikan oleh pemerintah. Sementara selama ini, data difabel yang ada di Bappeda maupun Dinsos, masih ada ketidakcocokan dengan data difabel yang tercatat di Dispendukcapil.
“Misalkan ada pelatihan khusus atau kegiatan pendampingan khusus, atau bantuan untuk difabel, itu kan tidak tersampaikan. Makanya kami juga sering berkoordinasi dengan Dinsos untuk penyesuaian data, kami samakan dengan data Dinsos. Tapi ya, itu tadi, masih ada orangtua atau saudara yang tidak memberikan informasi yang sebenarnya,” beber dia.
Oleh karena itu, Lusi mengatakan, saat ini pihaknya juga gencar melakukan sistem jemput bola. Atau juga melayani permintaan dari sejumlah pihak secara kolektif, yang bisa sekaligus dilakukan pendampingan.
“Mereka (komunitas atau forum difabel) biasanya meminta kami untuk hadir. Contoh seperti di Yayasan Bakti Luhur, itu kami rekam di sana. Karena kami datang langsung, kami sendiri yang mengisikan di biodatanya kalau anak tersebut penyandang difabel. Karena kan kami tahu jelas waktu perekaman jemput bola itu, kalau misalnya mereka tuna netra atau apa. Jadi langsung kami sesuaikan dengan kondisi yang ada,” tutup dia. (ian/aim)