Hotma Sitompul Optimis Kliennya Lepas dari Tuntutan
MALANG POSCO MEDIA- Pendiri Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Julianto Eka Putra dituntut hukuman maksimal Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Batu. Yakni 15 tahun bui alias dipenjara.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang yang digelar selama tiga jam di Ruang Cakra PN Malang, Rabu (27/7) siang. JPU Kota Batu, tidak haya menuntut penjara Julianto secara maksimal, namun juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Hal ini diungkap Kepala Kejari Kota Batu, Edi Rujito SH MH usai pelaksanaan sidang agenda tuntutan.
Dalam sidang tertutup dengan penjagaan ketat anggota Polresta Malang Kota (Makota) dan Polsekta Blimbing itu, terdakwa yang tinggal di Surabaya ini juga dituntut membayar denda restitusi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Surabaya. Jumlahnya sebesar Rp 44.744.623.
“Dalam berkas tuntutan yang kami bacakan, JPU menuntut terdakwa berdasarkan dakwaan pertama yakni telah melanggar Pasal 81 Ayat (2) UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Terdakwa juga terbukti dan sah, melakukan bujuk rayu untuk melakukan persetubuhan,” jelasnya lagi.
“Jadi, tuntutan ini maksimal. Sidang akan dilanjutkan minggu depan atau Rabu (3/8) dengan agenda pledoi atau pembelaan dari terdakwa,” jelasnya.
Ketua Tim Penasihat Hukum Julianto, Hotma Sitompul belum bisa memberikan komentar terkait tuntutan maksimal tersebut. Semua pembelaan dan tanggapan atas tuntutan JPU, akan dituangkan dalam nota pembelaan yang dibacakan dalam sidang selanjutnya.
“Kami tidak bisa berkomentar apapun. Kami datang, untuk mencari keadilan,” ungkapnya. Tapi dia yakin kliennya akan lepas dari tuntutan 15 tahun penjara tersebut.
Ia meyakini bahwa apa yang dituntut JPU tidak sesuai dengan fakta yang ada selama persidangan. “Semisal JPU maupun majelis hakim memutuskan tidak sesuai dengan bukti yang ada di persidangan, maka ini akan menjadi sejarah dan bukti, bagaimana sistem peradilan hukum di Indonesia,” paparnya dengan meluap – luap.
Hotma mengaku tetap optimis membebaskan Julianto dari tuntutan hukuman. “Apabila tuntutan ini konyol, putusan ini konyol, dan pembelaan dari pansehat hukum juga konyol. Ini akan dibaca dan dipelajari oleh mahasiswa hukum, generasi berikutnya. Kami datang untuk mencari keadilan, bukan untuk membela kepentingan,” tandas dia. (rex/mar/van)