Malang Posco Media – Kasus stunting di Kota Surabaya masih cukup tinggi, bahkan berada di zona kuning. Ketua TP PKK Surabaya Rini Indriyani mengungkap salah satu faktor utama penyebab tingginya angka stunting adalah pola asuh.
Dilansir dari detikJatim, Jumat (11/3), saat ini, angka stunting di Surabaya sudah turun drastis. Dari angka 5.727 kini turun menjadi 1.626 kasus.
“Rata-rata pola asuh, tidak menyuapi, tidak memberikan makan, kadang-kadang gitu. Saat memberikan bantuan stunting bisa dibayangkan, ibunya pakai bulu mata anti badai, dia sempat pakai bulu mata anti badai tapi nggak sempat nyuapin anaknya, anaknya stunting. Itu kan suatu pola asuh,” kata Rini di Balai Kota Surabaya, Jumat (11/3).
Menurut Rini, selain faktor kesehatan, faktor pola asuh juga menjadi penyebab stunting yang cukup banyak. Sedangkan untuk masalah jamban tidak layak, di Surabaya sudah jarang ditemukan.
Permasalahan ekonomi disebut-sebut menjadi salah satu faktor. Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) juga mempengaruhi pola asuh pada anak. Seperti bisa membeli rokok, tapi sulit untuk memberi makanan sehat ke anak.
“Dia MBR, tapi kalau ibunya telaten memberikan makan ya tidak stunting. Karena apa, orang tua yang MBR sanggup beli rokok, bapaknya sanggup beli rokok sehari berapa batang. Coba kalau misalnya uang rokok itu ia belikan telur untuk anaknya. Itu yang kita genjot dengan ikatan dokter anak Indonesia (IDAI), dengan psikolog, kita berusaha untuk itu. Mohon doanya agar bisa menurunkan agar tidak ada stunting baru,” paparnya.
Pernikahan dini juga berpengaruh pada tingginya angka stunting. Terlebih, menurut Rini, saat pandemi COVID-19, PTM dialihkan ke online. Ia banyak menemui usia produktif anak yang belum pada usia melahirkan, tetapi sudah memiliki anak.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan pencegahan terkait hal ini. Mulai pra pernikahan akan diberikan edukasi tentang stunting.Pihaknya juga bekerja sama dengan KUA, untuk mengedukasi pasangan muda bisa mempunyai pandangan sejak hamil hingga melahirkan.
“Itu kan penting, karena kadang-kadang pasangan calon pengantin tidak memikirkan hal itu (stunting). Begitu juga dengan usia remaja, ketika sudah mens harus bagaimana itu penting,” ujarnya.
Selain itu, TP PKK juga sudah bekerja dengan Dinas Pendidikan Surabaya untuk memberikan seks edukasi kepada siswa. Tetapi seks edukasi diberikan saat PTM, agar tersampaikan lebih baik.
“Agar ada pendidikan seksual dari remaja, agar mereka tau. Karena saat ini masih tabu, ya. Sulit karena belum PTM. Kalau lewat zoom takut tidak sesuai nanti dengan apa yang disampaikan,” pungkasnya. (hil/fat/dtc/mg1/jon)