Hari Raya Idul Adha selalu menjadi momentum yang sarat makna bagi umat Muslim di seluruh dunia. Tidak hanya merefleksikan ketaatan dan keteladanan Nabi Ibrahim AS, namun juga menjadi ajang berbagi dan kepedulian sosial melalui penyembelihan hewan kurban. Di balik semarak perayaan ini, ada satu aspek penting yang kerap luput dari perhatian masyarakat: bagaimana proses penyembelihan dilakukan dan apakah telah memenuhi standar halal secara menyeluruh?
Hal ini menjadi bagian dari tugas JULEHA (Juru Sembelih Halal) yang bertanggungjawab atas pelaksanaan penyembelihan sesuai standar halal secara menyeluruh. Halal tidak semata-mata urusan fiqh, tetapi juga erat kaitannya dengan aspek ilmiah dan teknis. Pada perspektif sains, hal ini berhubungan dengan titik kritis penyembelihan hewan. Konsep titik kritis halal merujuk pada tahapan-tahapan rentan dalam rantai penyembelihan hewan yang dapat memengaruhi kehalalan produk akhir. Mulai dari penanganan hewan pra-potong, teknik penyembelihan, penggunaan alat, hingga kebersihan dan pengemasan pasca potong. Dalam praktiknya, kesalahan di salah satu titik ini bisa membuat produk akhir tidak lagi memenuhi kriteria “halalan thayyiban.”
Halal tidak bisa berdiri sendiri. Halal perlu bersanding dengan thayyib yang berarti baik. Halal dan baik (halalan thayyiban) adalah kunci dari keseluruhan konsep. Di banyak tempat di Indonesia, termasuk Malang, penyembelihan hewan kurban umumnya dilakukan secara tradisional di halaman masjid, sekolah, atau lapangan terbuka.
Keterlibatan masyarakat sangat tinggi, namun tidak semua pelaksana memiliki latar belakang atau pelatihan sebagai juru sembelih halal. Di sinilah titik kritis itu muncul. Banyak panitia yang belum memahami pentingnya pemotongan tiga saluran utama (trakea, esofagus, dan pembuluh darah), atau mengabaikan teknik penanganan hewan yang minim stres.
Di sisi lain, kesadaran akan pentingnya pelatihan bagi juru sembelih halal (JULEHA) mulai tumbuh di berbagai daerah. Beberapa komunitas lokal telah menginisiasi pelatihan intensif bagi panitia kurban, dengan menggabungkan teori fiqh dan teknik penyembelihan sesuai standar halal.
Materi yang diberikan umumnya mencakup penggunaan pisau yang tajam, teknik pengendalian hewan (restrain), serta pemahaman tentang kesejahteraan hewan (animal welfare). Pelatihan seperti ini sangat penting untuk meminimalkan kesalahan teknis saat pemotongan dan memastikan hewan tidak mengalami penderitaan berlebih sebelum disembelih.
Butuh Konsisten
Pelatihan JULEHA biasanya belum merata dan cenderung bersifat musiman, bisa jadi meningkat penyelenggaraannya mendekati Idul Adha. Tingginya antusias masyarakat seharusnya menjadi peluang agar penyelenggara pelatihan dapat dilakukan lebih sistematis dan berkelanjutan. Penyelenggaraan bisa dilakukan di kalangan akademisi dan institusi pendidikan tinggi.
Beberapa universitas telah memanfaatkan jalur pengabdian kepada masyarakat untuk menyelenggarakan pelatihan JULEHA yang menyasar berbagai kelompok, mulai dari panitia masjid, masyarakat umum, hingga peternak lokal. Peran kampus sangat strategis karena memiliki sumber daya manusia, akses terhadap ilmu pengetahuan, serta fasilitas laboratorium yang mendukung pemahaman komprehensif mengenai kehalalan dari sisi syariat dan sains.
Pelatihan JULEHA bisa disusun berbasis kurikulum modular, dengan materi yang terstandar, fasilitator bersertifikat, serta indikator keberhasilan yang terukur. Selain aspek teknis, penting pula untuk membangun jejaring antar alumni JULEHA agar setelah pelatihan usai, para peserta tetap terhubung dengan komunitas, terus mempraktikkan keahliannya, dan meningkatkan kapasitas secara berkelanjutan.
Di sisi lain, Malang sebagai kota pendidikan dan kota santri memiliki potensi besar untuk menjadi percontohan penyembelihan kurban berbasis sains dan syariat. Beberapa RPH (Rumah Potong Hewan) sudah menyediakan layanan kurban yang higienis, namun kepercayaan masyarakat terhadap penyembelihan mandiri di halaman masjid masih sangat kuat.
Perubahan paradigma butuh waktu, tapi dengan edukasi yang konsisten, masyarakat bisa mulai memahami bahwa penyembelihan profesional di RPH bukan berarti kehilangan nilai ibadah, melainkan justru menjaga maqashid syariah: kehalalan, kebersihan, dan kesejahteraan hewan.
Bisa Melibatkan RPH
Beberapa Rumah Potong Hewan (RPH) di Malang mulai berbenah dengan menyediakan layanan penyembelihan kurban yang lebih profesional dan higienis. Namun, tantangan tetap ada—akses, biaya, dan persepsi masyarakat bahwa penyembelihan di luar lingkungan masjid terasa kurang “afdhol.” Padahal, RPH menawarkan sanitasi lebih baik, kenyamanan hewan, serta dokumentasi yang tertata. Jika melihat ke luar negeri, seperti Thailand, Australia, dan Brasil, penyembelihan dilakukan di RPH halal dengan juru sembelih bersertifikat, pengawasan ketat, dan audit berkala. Aspek ketertelusuran (traceability) hewan menjadi prioritas—dari asal-usul, kesehatan, hingga proses penyembelihannya. Negara-negara ini menunjukkan bahwa standar halal bisa berjalan beriringan dengan teknologi dan sains.
Kembali ke Malang, sebagai kota pendidikan dan komunitas Muslim yang kuat, potensi untuk mendorong reformasi penyembelihan sangat besar. Beberapa komunitas telah melibatkan dokter hewan untuk pemeriksaan antemortem dan postmortem, penting untuk memastikan daging aman serta bebas penyakit zoonosis.
Namun, perubahan tidak cukup dari panitia. Masyarakat juga harus kritis dan peduli, dengan mulai menanyakan: “Siapa yang menyembelih?”, “Apakah sudah terlatih?”, “Di mana disembelih?”. Edukasi tentang pentingnya proses halal yang ilmiah perlu dikenalkan, terutama kepada generasi muda, agar halal dipahami bukan sekadar label, tetapi tanggung jawab moral dan ilmiah.
Momentum Idul Adha 1446 H adalah waktu tepat untuk berbenah. Dengan mengintegrasikan ilmu fikih, teknologi pangan, dan bioteknologi, umat Islam dapat membuktikan bahwa ajaran Islam selaras dengan kemajuan sains, bahkan mendukung inovasi yang menjunjung etika dan kemaslahatan. Kurban bukan hanya simbol pengorbanan, tapi juga wujud tanggung jawab sosial, kepedulian lingkungan, dan penghormatan terhadap kehidupan.(*)