Malang Posco Media – Normalisasi kegiatan pembelajaran di sekolah dengan tetap menjalankan protokol kesehatan membuat lega banyak pihak. Kegiatan belajar dari rumah sangat mempengaruhi pola belajar siswa. Jika biasanya siswa mendengarkan guru mengajar dan mengerjakan tugas melalui gawai, kini mereka harus beradaptasi dengan berada di dalam ruang yang sama dengan guru dan siswa lainnya.
Salah satu kegiatan pembelajaran sains bermakna yang digemari siswa adalah praktikum di laboratorium IPA. Selama masa daring, tentu sangat menyulitkan bagi siswa untuk melakukan praktikum dari rumah. Selain keterbatasan alat dan bahan, siswa juga tidak dapat merasakan atmosfer dari laboratorium sekolah. Sebenarnya siswa dapat melakukan praktikum secara virtual melalui beberapa platform digital seperti rumahbelajar.id dan Phet Simulation. Namun tentu saja bukan praktikum dari layar yang membuat pengalaman berkesan bagi siswa.
Hingar bingar di laboratorium IPA terkadang membuat siswa lalai bahwa ruang yang sedang mereka tempati adalah ruang yang cukup berbahaya. Siswa kadang terlalu bersemangat saat menggunakan peralatan dan bahan yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Sehingga kadang kurang berhati-hati dan menyebabkan kecelakaan saat bekerja di laboratorium.
Laboratorium adalah ruangan terbuka atau tertutup yang dijadikan tempat berkembangnya ilmu pengetahuan dengan berbagai percobaan dan penelitian. Kegiatan percobaan maupun penelitian sudah pasti membutuhkan dan menggunakan bermacam-macam jenis peralatan dan bahan kimia demi menunjang kegiatan tersebut.
Beberapa fasilitas pendukung lainnya seperti keran air, gas, listrik dan lemari asam yang terlibat dalam seluruh aktivitas laboratorium sangat berpotensi dalam menimbulkan terjadinya suatu kecelakaan kerja.
Dilansir dari Education Bureau pada tahun 2011/2012 didapatkan data bahwa terdapat 348 kasus kecelakaan laboratorium dan 328 orang yang terluka akibat kecelakaan tersebut. Survei mengambil data dari 401 sekolah menengah.
Berdasarkan hasil survei tersebut, laboratorium kimia menempati urutan kedua sebagai tempat yang paling banyak terjadi kecelakaan kerja di sekolah. Seperti diberitakan Sindonews.com, salah satu contoh kecelakaan kerja di laboratorium terjadi di SMA Muhammadiyah 1 Solo pada, Rabu (2/9/2020).
Terjadi suara letusan sebanyak dua kali dari laboratorium kimia yang diduga berasal dari botol bahan kimia yang terbuka. Kecelakaan ini melibatkan petugas laboratorium yang sedang bertugas.
Beberapa kecelakaan kerja yang dapat terjadi adalah kerusakan peralatan, cedera tubuh, kecacatan bahkan kematian. Warga sekolah seperti guru, laboran dan siswa harus dalam kondisi sehat, aman dan nyaman ketika berada di sekolah.
Setiap warga sekolah wajib mengetahui cara melindungi dirinya dari potensi bahaya yang mungkin mengancam kesehatan ataupun keselamatannya. Namun kenyataannya, warga sekolah tidak mengetahui ancaman bahaya yang dapat terjadi pada dirinya selama melakukan aktivitas di sekolah.
Menurut Herbert W. Heinrich perintis keselamatan kerja yang dipublikasi tahun 1931 dengan judul “Industrial Accident Prevention: A Scientific Approach” menyebutkan teori penyebab kecelakaan dibagi menjadi dua. Antara lain faktor manusia sebagai alasan utama timbulnya kecelakaan dan management (sekolah).
Oleh karena itu, pihak sekolah perlu menyusun program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang efektif dan tepat guna untuk mengendalikan potensi bahaya yang ada di laboratorium IPA.
Menurut filosofi Mangkunegara, K3 adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmani maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
Secara keilmuan K3 merupakan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Peraturan tentang K3 telah diatur pada UU No. 1 Tahun 1970.
Pelaksanaan K3 merupakan tindakan yang wajib dilaksanakan di tempat kerja termasuk di lingkungan laboratorium sekolah. Tujuan K3 adalah memberikan perlindungan kepada seluruh warga sekolah yang terlibat di laboratorium hingga perlindungan kepada lingkungan sekitar laboratorium.
Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Penerapan K3 di laboratorium adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi siswa, tetapi juga dapat mengganggu proses belajar di laboratorium secara menyeluruh.
Bentuk penerapan terhadap K3 di laboratorium dipelajari pada Kelas X dengan materi “Mengenal Keselamatan Kerja di Laboratorium.” Siswa diberi pengetahuan mengenai tata tertib laboratorium, simbol-simbol bahan kimia dan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh siswa saat berada di laboratorium. Misalnya tidak sembarangan masuk laboratorium tanpa izin dan tidak membawa makanan dan minuman ke laboratorium. Pelaksanaan K3 di laboratorium harus didukung juga dengan keberadaan fasilitas sarana dan prasarana. Misalnya papan himbauan K3 secara umum, keberadaan wastafel, ruangan laboratorium yang dilengkapi ventilasi serta alat pemadam kebakaran ringan. Beberapa alat pelindung diri seharusnya digunakan oleh guru, laboran dan siswa saat praktikum. Contohnya jas laboratorium, kacamata pelindung, masker dan sarung tangan karet. Saat pelaksanaan praktikum, siswa wajib mendengarkan dan mentaati peraturan dari guru dan laboran.
Peraturan-peraturan penggunaan alat dan bahan yang terkadang dirasa cukup rumit akan membawa siswa pada pekerjaan laboratorium yang aman dan nyaman. Guru dan laboran yang bertugas harus bekerja sama dalam mengetahui material safety data sheet dari bahan-bahan kimia.
Harapannya keadaan aman di laboratorium tidak hanya saat praktikum berlangsung, tetapi juga ketika praktikum selesai. Pengelolaan bahan siswa praktikum yang menjadi limbah harus tepat sesuai dengan jenis bahan agar tidak mencemari lingkungan.(*)