Cerita Penyandang Disabilitas yang Viral saat Wisuda UB
Keterbatasan fisik bukan halangan meraih mimpi. Itu dibuktikan Elo Kusuma Alfred Mandeville, S.Tr.Ds alumnus Universitas Brawijaya (UB) yang berdomisili di Sawojajar. Penyandang disabilitas daksa ini sukses merampungkan kuliah dan diwisuda Sabtu (20/1) lalu di Gedung Samantha Krida bersama 763 wisudawan lainnya. Cerita wisuda Elo ini viral.
Ketika prosesi wisuda, ia berjabatan dengan Rektor UB Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc menggunakan kakinya karena kondisi tubuhnya. Sang rektor pun begitu hangat menyambutnya. Momen ini bikin khalayak terharu. Elo yang lulus dengan IPK 3,47 itu menarik perhatian. Sebab ia tidak memiliki dua tangan sejak lahir. Tumbuh sejak kecil mengandalkan kedua kakinya. Baik dirinya maupun orang tuanya, tidak mengerti penyebab kenapa kedua tangannya tidak tumbuh. Bahkan dokter yang menangani kelahirannya pun demikian.
“Jadi saya ngapain saja ya tetap mengandalkan dua kaki saya. Bukan sama rektor saja, saya biasanya berjabatan pakai kaki dengan orang lain juga. Ibaratnya, kedua kaki ini adalah tangan saya,” sebut Elo yang mengambil studi di Program Studi Desain Grafis, Fakultas Vokasi UB ini.
Elo mengaku sejak kecil tidak pernah minder atau putus asa. Sebab ia merasa semua setara meski secara fisik ada perbedaan. Berkat semangatnya, Elo yang sejak kecil hingga SMA tinggal di Bali ini pun terus mengejar cita-citanya.
Ketika lulus SMA, Elo sempat kebingungan mencari tempat untuk kuliah di Bali. Sebab, dari informasi yang dia dapatkan, belum ada perguruan tinggi di Bali yang secara eksplisit menerima seorang disabilitas.
“Akhirnya saya dapat informasi kalau ternyata di UB itu dengan jelas menerima disabilitas. Saya pun sangat semangat untuk kuliah di Malang dan daftar ke UB. Apalagi kakek nenek saya itu orang Malang asli, jadi saya akhirnya tinggal di Sawojajar,” kata alumnus SMAK Thomas Aquino, Tangeb, Badung, Bali ini.
Diakui Elo, belajar di bangku SMA dan perkuliahan ada perbedaan yang signifikan. Selain lebih banyak praktik dibandingkan teori, jurusan Desain Grafis yang ia ambil membutuhkan banyak keterampilan tangan.
Walhasil, pria kelahiran 22 Maret 1999 ini pun mengaku sempat kesulitan ketika masa awal menjadi mahasiswa baru.
“Mungkin pas semester satu sama semester dua itu yang paling terasa kesulitannya. Awal-awal itu yang paling terasa sulit waktu pegang kamera untuk desain sama masalah transportasi. Tiap hari berangkat pakai ojol (ojek online). Kalau pegang kamera dan lain-lain, awal-awalnya saya dibantu pendamping non disabilitas,” sebut Elo yang juga hobi berenang ini.
Singkat cerita, Elo pun akhirnya bisa beradaptasi dengan kegiatan perkuliahannya. Bahkan kemudian aktif mengikuti berbagai organisasi. Di antaranya Eksekutif Mahasiswa pada bidang Advokasi dan UKM Forum Mahasiswa Peduli Inklusi (FORMAPI) di bidang Humas.
Ia bahkan pernah didapuk menjadi MC di konferensi internasional yang diadakan Australia-Indonesia Disability Research (AIDRAN) yang berpusat di Australia dan FH UB pada tahun 2019 yang kemudian mengantarkannya diterima bekerja di NGO tersebut.
“Konferensi yang diadakan itu tentang Interns Conference on Disability Rights. Saat itu saya satu-satunya mahasiswa difabel yang fasih berbicara bahasa Inggris di depan banyak orang, sehingga diminta menjadi MC. Selanjutnya saya beberapa kali terlibat dalam kegiatan AIDRAN, dan sangat bersyukur bisa mendapat kesempatan bekerja,” beber dia.
Selain di AIDRAN, pria kelahiran Denpasar ini juga bekerja di sebuah industri kreatif yang berlokasi di Malang sebagai social media officer dan content making.
Dengan minatnya di bidang video editing, Elo ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi di bidang minat perfilman.
Dengan semua yang setidaknya telah dicapai ini, Elo pun menyampaikan pesan kepada masyarakat luas bahwa seorang disabilitas bukanlah orang yang terbatas.
Selain itu, Elo juga berpesan kepada sesama disabilitas lain agar lebih semangat dan percaya diri dalam melakukan hal apapun. Elo menyebut, dirinya hanya sebagian contoh kecil saja.
“Semoga teman-teman difabel bisa lebih semangat dalam meraih impian apapun itu. Karena saat ini lingkungan sosial dan kampus mulai menyediakan fasilitas dan akses untuk teman-teman disabilitas. Dengan adanya akomodasi tersebut, jangan sampai disia-siakan, karena kesuksesan berawal dari hal kecil,” pungkas anak pertama dari tiga bersaudara ini. (ian/van)