Oleh: Rachma Bhakti Utami
Dosen Administrasi Bisnis
Politeknik Negeri Malang
Karakter Kaluna pemeran utama di film “Home Sweet Loan” berseliweran di media sosial. Film yang baru rilis akhir September ini menceritakan bagaimana karakter utamanya seorang pekerja kantoran yang berusaha menabung untuk membeli rumah. Sayangnya, Kaluna harus menanggung beban keluarga atau istilah sekarang sering disebut sebagai sandwich generation.
Di tengah dinamika kehidupan urban yang semakin kompleks, fenomena “Kaluna” menjadi semakin relevan terutama bagi anak muda yang berjuang untuk mencapai impian memiliki rumah. Dalam film ini, karakter Kaluna mewakili perasaan bingung dan terjebak yang dirasakan oleh banyak anak muda saat memikirkan tentang pembelian rumah. Kaluna menghadapi berbagai pilihan: apakah harus menyewa apartemen, membeli rumah kecil, atau menunggu tabungan cukup untuk membeli rumah yang lebih besar.
Kaluna mencerminkan bagaimana keputusan pembelian rumah bisa menjadi beban mental, terutama di tengah meningkatnya harga properti. Kesulitan anak muda dalam membeli rumah tidak hanya terletak pada aspek emosional, tetapi juga pada berbagai faktor eksternal yang menghalangi.
Salah satu tantangan terbesar adalah harga properti yang terus melonjak. Di kota-kota besar, harga rumah sering kali tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh anak muda yang baru memulai karir. Banyak yang merasa terjebak dalam siklus sewa yang tidak pernah berujung, di mana uang yang mereka keluarkan hanya mengalir tanpa menghasilkan aset yang dapat dimiliki sendiri.
Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia pada April 2023 lalu mengungkapkan data bahwa sebanyak 81 juta milenial masih belum memiliki rumah. Menurutnya, kalangan milenial hingga Gen Z susah membeli rumah dikarenakan lebih mengutamakan untuk menuruti gaya hidup daripada mengalokasikan pendapatan untuk membeli hunian sendiri.
Eric beranggapan bahwa generasi muda yang berada dalam gempuran media sosial saat ini lebih memilih untuk berbelanja demi memuaskan gaya hidupnya. Lebih lanjut, survey yang dilakukan populix.co menyatakan bahwa 61 persen anak muda sulit memiliki rumah.
Penelitian Diskhamarzaweny & Irwan di tahun 2022 menghasilkan temuan bagaimana kurangnya literasi keuangan membuat generasi muda lebih mudah mengikuti gaya hidup daripada berinvestasi dalam aset jangka panjang seperti rumah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak generasi muda yang memiliki perilaku konsumsi tanpa mempertimbangkan stabilitas keuangan jangka panjang.
Meskipun godaan gaya hidup konsumtif seringkali mengalihkan fokus generasi muda dari investasi jangka panjang, seperti kepemilikan rumah, penting untuk diingat bahwa memiliki tempat tinggal adalah salah satu cara terbaik untuk mencapai keamanan finansial di masa depan. Rumah bukan hanya sekadar tempat berlindung, tetapi juga aset berharga yang dapat meningkat nilainya seiring waktu. Kepemilikan rumah juga dapat menjadi sumber stabilitas yang bermanfaat bagi kesehatan mental, mengurangi stres terkait ketidakpastian tempat tinggal, terutama dalam kehidupan perkotaan yang serba cepat dan tidak menentu.
Memiliki rumah memungkinkan generasi muda untuk membangun pondasi keuangan yang kuat, serta meningkatkan kemandirian. Daripada terus-menerus terjebak dalam siklus menyewa di mana pengeluaran untuk tempat tinggal tidak menghasilkan nilai tambah jangka panjang, memiliki rumah memberikan rasa pencapaian atas investasi yang nyata.
Di samping itu, rumah yang dimiliki bisa menjadi bentuk warisan bagi keluarga di masa depan. Memilih untuk membeli rumah, bahkan dalam skala kecil terlebih dahulu, dapat menjadi langkah awal dalam menapaki jalan menuju kemapanan. Bagi mereka yang mungkin merasa tidak mampu membeli rumah besar di kota besar, opsi untuk memiliki hunian yang lebih sederhana atau perumahan dengan sistem KPR bisa menjadi solusi jangka panjang yang masuk akal.
Namun demikian, keputusan untuk membeli rumah tentu memerlukan persiapan yang matang, termasuk pemahaman tentang kemampuan finansial. Hal ini akan membantu generasi muda agar tidak terbebani oleh utang berlebihan yang justru menghambat kesejahteraan jangka panjang.
Penggunaan kalkulator keuangan, seperti yang digambarkan dalam film Home Sweet Loan sangat penting bagi setiap individu yang berencana membeli rumah. Dengan bantuan kalkulator keuangan ini, generasi muda dapat memperkirakan biaya yang dibutuhkan, merencanakan anggaran, serta menentukan besar cicilan yang sesuai dengan kemampuan mereka.
Kalkulator keuangan tersebut akan memberikan panduan dalam mengatur pengeluaran, membantu mengidentifikasi pos-pos keuangan yang dapat ditekan, serta memprioritaskan alokasi dana untuk tujuan kepemilikan rumah.
Pada akhirnya, meski tantangan seperti harga properti yang tinggi dan pengaruh gaya hidup konsumtif menjadi rintangan, kepemilikan rumah tetaplah penting dan harus diperjuangkan. Dengan perencanaan keuangan yang bijaksana dan penggunaan alat bantu seperti “kalkulator kaluna”, generasi muda dapat merencanakan pembelian rumah dengan lebih tenang dan bertanggung jawab. Memiliki rumah akan memberikan rasa aman dan stabilitas yang diinginkan, sekaligus menjadi simbol pencapaian yang berarti di tengah dinamika kehidupan modern yang serba cepat ini.(*)