Wednesday, October 1, 2025
spot_img

Kampung Tematik: Menghadapi Dilema Antara Terus Eksis atau Mati Suri

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Bila anda salah satu pecinta traveling, maka bisa dipastikan wajib untuk mengenal ragam wisata. Seperti wisata alam atau petualangan, kuliner, religi, sejarah, belanja, budaya, kesehatan dan kebugaran, serta seni dan kreativitas. Dari segi pelaksanaan juga ada solo traveling, open trip, paket wisata, backpacking, dan wisata keluarga. Juga, dari segi kategori pariwisata ada domestik dan internasional.

Sebagai pelengkap juga ada layanan transportasi, seperti travel door to door, travel charter (private charter), travel pool to pool, dan travel eksekutif. Lumayan banyak jenis ragam pariwisata yang mulai tumbuh dan menjadi bagian dari penyumbang ekonomi melalui pengeluaran mereka untuk transportasi, akomodasi, makanan, dan barang-barang lokal.

Salah satu ragam wisata yang mulai populer dan berkembang sebagai upaya pengembangan pariwisata dan pemberdayaan masyarakat lokal sejak beberapa tahun terakhir adalah kampung tematik atau desa wisata. Konsep kampung tematik, yang juga diadopsi sebagai desa tematik, berfokus pada pengembangan potensi unik suatu daerah untuk menjadi daya tarik wisata dan pusat ekonomi kreatif melalui pemetaan potensi lokal, dukungan infrastruktur, serta keterlibatan BUMDes dan Masyarakat.

Kampung Tematik di Kota Malang

Program kampung tematik pertama kali muncul sebagai inovasi dari pemerintah daerah, seperti Pemerintah Kota Semarang pada masa awal pengembangannya. Namun kini, kampung tematik dan desa wisata hampir ada di seluruh wilayah Indonesia. Harapan besar dari program kampung tematik dan desa wisata adalah makin banyak warga masyarakat yang diberdayakan dan menjadi penggerak majunya perekonomian yang berdampak positif bagi warga sekitar.

Di kota Malang sendiri, tidak kurang terdapat 23 kampung tematik dan wisata, sesuai data dari Dinas Pemuda dan Olahraga serta Kebudayaan (Disporapar) per Juni 2024. Jumlah ini juga mencakup beberapa kampung tematik yang tercatat dalam data resmi Pemerintah Kota Malang dan memiliki kategori masing-masing.

Dari 23 kampung tematik dan wisata tersebut hanya sedikit nama yang cukup dikenal oleh wisatawan. Yakni Kampung Warna-warni Jodipan, Kampung Sanan Tempe, Kampung Glintung Water Street dan Kampung Gribig Religi. Itu pun karena keempat kampung tersebut menerima penghargaan di ajang Anugerah Kampung Wisata 2023 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Malang.     

Padahal, jumlah kampung tematik yang tercatat ada 23. Ini berarti masih ada 19 nama kampung tematik yang tidak atau belum terekspose dengan baik. Entah karena minimnya saluran informasi tentang kampung tematik tersebut, tidak ada partisipasi warga di lingkungan kampung tematik, atau juga karena tidak ada dukungan dana untuk terus dapat menghidupkan kekhasan kampung tematik.

Ada Apa dengan Kampung Budaya Polowijen?

Salah satu kampung tematik yang cukup banyak menghadapi masalah untuk terus menghidupkan budaya dan tradisi Topeng Malangan adalah Kampung Budaya Polowijen (KBP). KBP diresmikan pada tanggal 2 April 2017 oleh Wali Kota Malang H. Moch. Anton, terletak di Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing.

Kampung ini merupakan salah satu kampung tematik yang fokus pada pelestarian budaya dan sejarah lokal, dengan ikon utama berupa topeng Malang. Seperti yang dituturkan oleh penggagas dan ketua Kampung Budaya Polowijen Ki Demang atau Isa Wahyudi, permasalahan yang dirasa cukup menjadi penghambat KBP untuk terus menjadi kampung budaya pelestari Topeng Malang adalah karena belum adanya support penuh dari pemerintah kota.   

Selain itu kendala tidak adanya regenerasi penari cilik dari Kelurahan Polowijen sendiri yang enggan untuk belajar tari tradisional menjadikan kampung kesenian ini jalan di tempat. Belum lagi, bangunan tempat belajar menari yang terbuat dari Jerami sudah rusak dimakan oleh musim hujan dan kemarau yang kerap datang silih berganti. Itu hanya sedikit masalah dari sekian banyak masalah yang dihadapi oleh Kampung Budaya Polowijen yang seolah membuatnya harus memilih terus eksis atau mati suri.

Terus Eksis atau Mati Suri?

Kampung tematik atau desa wisata memang membutuhkan aktor utama dan pemeran pembantu yang memiliki semangat untuk berjuang, menjadi penggerak motivasi, dan sekaligus menjadi otak utama untuk membuat skenario baru agar mereka bisa terus berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri.

Bila tidak, maka bisa dipastikan beberapa kampung tematik yang sejatinya dapat menjadi destinasi wisata dan menggerakkan roda perekonomian warga sebuah desa hanya tinggal nama tanpa pernah bisa berkembang atau menjadi penyintas.

Kemajuan yang berdampak bagi sebuah kampung tematik hanya menjadi sebuah wacana atau menjelma menjadi kenyataan berpulang pada banyak pihak. Akankah penggagas kampung tematik seorang, pemerintah daerah yang memiliki sumber daya, atau juga Lembaga terkait yang dapat menjaga tetap eksisnya sebuah kampung tematik? Semua orang pasti berharap kampung tematik yang didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat bisa menjelma menjadi kampung yang benar-benar memberdayakan semua warga.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img